Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
DEMOKRASI
20 Februari 2017 10:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
Tulisan dari Mas In tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
MENCABUT AKAR SEBELUM TERLAMBAT
Sebagaimana kita ketahui bersama, dewasa ini tengah terjadi krisis sosial budaya yang muncul dalam berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi ditengah masyarakat kita; seperti, disintegrasi sosial-politik; melemahnya kesabaran sosial dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial; semakin meluasnya penyebaran narkoba serta penyakit-penyakit sosial lain; dan berlanjutnya konflik dan kekerasan (moral dan fisik) yang bernuansa politis, etnis, dan agama.
ADVERTISEMENT
Meski sepenuhnya belum terlalu mendalami, namun dalam kenyataan saya melihat banyak perubahan mendasar hampir di segala bidang, baik di bidang politik, hukum, ataupun bidang sosial budaya. Kondisi ini, berlangsung pada sebuah masyarakat yang rentan, akan berimbas pada terjadinya peningkatan tindak kekerasan, baik yang dilakukan secara perorangan (individual violence) maupun secara kelompok (collective violence).
Kekerasan perorangan maupun kolektif yang muncul dapat berupa konflik langsung maupun tidak. Bentuk kekerasan di luar kekerasan fisik, diantaranya, dilakukan melalui tekanan pembentukan opini publik yang bersinggungan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan. Hal mana tekanan tersebut menumbukan rasa kekhawatiran, keresahan, ketidaknyamanan, bahkan menumbuhkan kebencian terendap. Tentunya kekerasan tersebut bukan saja bisa menggugah rasa perikemanusiaan dan bangkitnya semangat partisan suku bangsa serta solidaritas agama, tetapi juga dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial yang kemudian dicemaskan dapat merembet ke kemungkinan gangguan disintegrasi nasional.
ADVERTISEMENT
Peristiwa bebarapa waktu terakhir ini, terutama terkait eskalasi suhu politik pemilihan gubernur DKI Jakarta, jelas telah merusak mosaik tidak saja sosial budaya melainkan menyentuh rasa kemanusiaan. Bayangkan, fitnah, umpat kasar dan kotor, penghinaan, yang merendahkan martabat manusia menebar seakan menemukan ruang tanpa sekat meneror masyarakat. Entah disadari atau tidak, kondisi dan situasi ini menjebak kita semua dalam situasi yang terpinggirkan dan seakan mengalami keterbuangan sosial (social displacement), sebagai akibat dari konflik kepentingan segelintir orang; diantaranya ada yang mulai merasakan rasa keterasingan dari lingkungan sosial budaya sendiri ---paling tidak hal tersebut merambah disimpul-simpul syaraf berpikir saya.
Kondisi tersebut, menurut saya, mengindikasikan gelagat munculnya disintegrasi sosial berupa melemahnya instink komunitas secara meluas, yaitu melonggarnya ikatan atau solidaritas komunal hingga ketergodaan mengingkari ketaatan pada sistem sosial dan normatif yang berlaku. Proses disintegrasi dapat mengganggu integrasi setiap kelompok masyarakat dalam suatu sistem sistem general sejalan dengan kepentingan umum yang ingin dicapai; integrasi dalam sistem hukum; dan integrasi dalam konteks kebangsaan. Proses disintegrasi semacam ini akan mempengaruhi masyarakat dalam merespon berbagai tantangan dan peluang ke depan. Dan, tentunya akan sangat merugikan bagi kita semua.
ADVERTISEMENT
Saya berharap Pemerintah segera tanggap dan cepat meredam gejala disintegrasi sosial sebelum berkembang lebih jauh. Sebab, Indonesia saat ini dalam persimpangan yang amat menentukan seiring bertambah banyak kaum muda usia produktif; jika berhasil mengoptimalkan mereka kita makmur, dan jika gagal maka malapetaka mengintai. Oleh karena itu, kaum muda usia produktif harus bisa disalurkan agar mereka mampu memberdayakan dirinya secara optimal sehingga dapat dilindungi dari marginalisasi kemanusiaan yang dapat merusak masa depan mereka. Banyaknya kaum muda usia produktif yang menganggur, dan setengah menganggur mesti dihitung dan diperhatikan oleh Pemerintah dengan cermat sebab mereka merupakan modal sosial bagi bangsa ini yang dapat diandalkan oleh Pemerintah sebagai potensi utama dalam menggerakan sendi-sendi kehidupan bangsa dan Negara yang kita cintai.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus satu padu baik dalam memberikan pernyataan maupun tindakan; harus berani dan tegas terhadap siapapun yang jelas-jelas menyimpang atau terindikasi merusak kesepakatan ikatan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI. Guna mendidik dan proses pembelajaran, sentilan keras kerap wajar dilakukan. Ketimbang rusak masa depan bangsa, lebih baik cabut akar perusak dari sekarang.