Konten dari Pengguna

Italia Juara Euro 2020: Tuah Tangan Dingin Mancini

Aditya wahyudi
Freelance Writer di rumah
12 Juli 2021 16:06 WIB
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aditya wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Creative Commons
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Creative Commons
ADVERTISEMENT
Italia datang sebagai pesakitan namun tampil impresif sebagai juara Euro 2020. Mereka hancur lebur di bawah asuhan Giampiero Ventura. Kita masih ingat bagaimana air mata Gianluigi Buffon membuat matanya sembab. Federasi sepak bola Italia lalu cepat-cepat berbenah dengan menunjuk Roberto Mancini untuk kemudian mengambil alih tampuk kepelatihan timnas Italia. "Saya menerima pekerjaan itu karena hidup saya selalu menjadi tantangan. Saya juga merasakan dorongan untuk menebus fakta bahwa, terlepas dari kualitas yang saya miliki sebagai pemain, saya tidak pernah memenangkan apa pun bersama Azzurri. Saya bermain 20 tahun di level atas, sehingga memungkinkan saya untuk menyampaikan pengalaman saya kepada para pemain," katanya.
ADVERTISEMENT
Aturan pertama menurut Mancini adalah mencetak gol kemudian menjaga gawang dari kebobolan, hal ini yang membuat Italia tampil agresif di bawah komandonya. Dia juga berusaha menjaga iklim ruang ganti agar selalu hangat. Tidak ada pemain bintang di squadnya semunya memiliki kesempatan yang sama.
Mancini juga memperkenalkan gaya sepak bola yang lebih menyerang, yang langsung membekas di laga persahabatan melawan Belanda.
"Saya pikir itu memuaskan bagi semua orang untuk mendengar diri kami dipuji oleh Belanda untuk gaya sepak bola kami. Kami mendominasi Belanda di kandang mereka sendiri, terutama setelah 100 tahun Italia disebut-sebut sebagai tim super-defensif (pertahanan grendel) atau catenaccio. Kami harus memberikan segalanya untuk membawa Italia kembali ke puncak dunia,'' ujar Mancini.
ADVERTISEMENT
Italia tidak punya target tinggi hadir di Euro 2020. Target tim asuhan Mancini hanya ingin mencapai babak semi final. Cerita akan berbeda kalau mereka mencapainya. Perkara menang atau kalah itu bisa dianggap bonus.
Alasan kenapa Italia tidak memasang target juara? Negeri pizza ini ternyata kuranng pede. Setalah era Francesco Totti berakhir, Italia belum lagi melahirkan pemain berkelas mega bintang.
Akan tetapi hal tersebut tanpa disadari membentuk semangat kolektifitas. Mancini mulai bereksperimen dengan memanggil pemain-pemain dari tim papan tengah yang tampil cemerlang di klubnya. Sebuah kesempatan besar untuk bibit-bibit baru Italia muncul.
Misalnya saat itu Mancini memanggil Vincenzo Grifo, sebuah nama yang asing untuk penikmat sepak bola italia. Pemain milik SC Freiburg yang lahir lahir dan besar di Jerman ini tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan, ketika mengandaskan Estonia 4-0 dia mencetak dua gol untuk kemenangan Italia.
ADVERTISEMENT
Ingat juga, Azzurri tidak terkalahkan sejak September 2018. Italia masuk ke Euro 2020 dengan delapan kemenangan berturut-turut, setelah lolos dengan 10 kemenangan.
“Para pemain dengan cepat menyadari jika serius, mereka juga akan diperhitungkan lawan-lawannya. Saya tidak peduli. Tugas saya adalah mengantarkan tim ini melaju sejauh mungkin,” kata sang pelatih kepada serial dokumenter RAI Sport Sogno Azzurro, Selasa (8/6).
Mancini juga mengatakan, ia membangun timnya sekarang dari serpihan hinaan sosial setelah Italia tidak mendapatkan tiket untuk tampil di Piala Dunia 2018 di Rusia. ''Saya hanya ingin membawa orang-orang kembali ke Nazionale --sebutan lain untuk tim nasional Italia. Saya mencoba memberikan perubahan mental kepada pemain saya untuk melupakan cercaan sosial pada 2018. Toh itu bukan tanggung jawabnya. Sebab, sebagian besar mereka tidak terlibat di situ,'' papar Mancini, eks striker Sampdoria.
ADVERTISEMENT
Mancini kini bisa tersenyum lega, tim yang dibesutnya memiliki mental dan karakter yang kuat. Kombinasi pemain muda dan tua melebur menjadi sebuah kesatuan utuh. Pemain seperti Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini dapat membimbing pemain muda seperti Nicolo Barella dan Mattia Pessina. Mancini kembali membawa Italia ke tampatnya yang pantas di dunia sepak bola dengan gaya bermainnya.
Pelatih senior Italia ini layak mendapatkan pujian. Dia menerima tugas berat mengelola tim usai kegagalan Italia menembus putaran final Piala Dunia 2018 lalu.
Mancini menerima Italia saat berada di titik terendah dan dia bekerja keras selama tiga tahun terakhir. Mancini mempertahankan identitas Italia sambil menambahkan sentuhan sepak bola modern.
Italia kembali ke panggung internasional dengan fantastis. Gagal di Piala Dunia 2018, tapi kembali dengan jadi juara di Euro 2020.
ADVERTISEMENT
"biar kuat minum Kuku Bima, Roso!" sambil menyaksikan kejayaan Italia di Euro 2020.
"biar kuat minum Kuku Bima, Roso!"