Konten dari Pengguna

Benarkah Kita Melindungi Lingkungan atau Hanya Memindah Masalah?

Mohamad Ismail
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Malang
14 April 2025 12:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohamad Ismail tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi emisi karbon industri. (Sumber: Freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi emisi karbon industri. (Sumber: Freepik)
ADVERTISEMENT
Di tengah maraknya kampanye peduli lingkungan, banyak dari kita mulai melakukan perubahan kecil seperti menggunakan sedotan stainless steel, membawa tas belanja sendiri, hingga naik ojek online. Tapi, apakah tindakan ini benar-benar menyelamatkan bumi? Atau hanya memindahkan masalah ke bentuk lain?
ADVERTISEMENT
Perubahan kecil memang bisa mengurangi sampah plastik, polusi, dan konsumsi energi. Namun, tidak jarang solusi hijau justru menyelesaikan satu masalah sambil menciptakan masalah baru di tempat lain.

Solusi atau Sekadar Memindah Masalah?

Ilustrasi penggunaan ojek online. (Sumber: Freepik)
Mari kita ambil contoh kampanye #GoGreener tahun 2022 dari Gojek yang sempat ramai di Indonesia. Lewat fitur Pohon Kolektif, pengguna bisa ikut menanam pohon hanya dengan menambahkan Rp1.000–2.000 saat memesan GoRide atau GoCar, sebagai bentuk kontribusi menyerap jejak karbon.
Namun, apakah kampanye ini benar-benar mengurangi emisi karbon? Faktanya tidak sesederhana itu. Mengutip dari RuangEnergi, menurut Indef, total emisi karbon dari kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 81,17 juta kg CO2e, menunjukkan bahwa penggunaan ojek online berbahan bakar fosil tetap menyumbang polusi yang besar. Apalagi, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sepeda motor berbahan bakar fosil di Indonesia masih mendominasi kendaraan di jalan raya.
ADVERTISEMENT
Mengatasi hal ini, motor listrik sering dianggap sebagai solusi, namun hingga saat ini tingkat adopsinya masih rendah akibat terbatasnya infrastruktur pengisian daya. Bahkan, jika kendaraan listrik digunakan, proses produksinya pun masih menimbulkan dampak lingkungan.
Penambangan lithium untuk baterai, misalnya, bisa merusak ekosistem. Bila listrik yang digunakan masih berasal dari energi fosil, maka kita hanya memindahkan sumber masalah, bukan menyelesaikannya.
Ilustrasi bekerja dari rumah/work from home. (Sumber: Freepik)
Contoh lain yang sering dianggap sebagai bentuk gaya hidup ramah lingkungan adalah bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Banyak yang beranggapan bahwa WFH ramah lingkungan karena mengurangi emisi dari transportasi. Namun, meskipun mengurangi jejak karbon dari perjalanan ke kantor, kegiatan online tetap membutuhkan energi besar untuk menjalankan pusat data.
ADVERTISEMENT
Menurut Fast Company, rapat online lewat Zoom mencatat 3,3 triliun menit per tahun. Jika seperempatnya hanya menggunakan audio, itu menghasilkan emisi karbon sebesar 121 miliar pon CO2. Meski mengurangi konsumsi energi di sisi pengguna, aktivitas online tetap memerlukan energi besar untuk pusat data.
Sementara itu, rumah tangga di Indonesia sebagian besar masih bergantung pada listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil. Jadi, meskipun bekerja dari rumah, emisi karbon yang dihasilkan tetap besar, hanya berpindah dari transportasi ke konsumsi listrik rumah tangga.

Akar Masalah Sebenarnya

Ilustrasi industri penghasil emisi karbon besar. (Sumber: Freepik)
Masalah besar dalam isu lingkungan ini adalah pertanyaan tentang siapa yang paling bertanggung jawab, individu atau sistem? Kita sering disarankan mengubah kebiasaan pribadi, padahal emisi terbesar datang dari industri dan transportasi. Data Joint Research Centre Uni Eropa yang dikutip UNAIR mencatat bahwa emisi Indonesia terus meningkat sejak 1990, mencapai 581 MtCO2 pada 2019. Sektor industri menyumbang paling tinggi 37%, transportasi 27%, dan pembangkit listrik 27%.
ADVERTISEMENT
Meskipun masyarakat beralih ke kendaraan listrik, pembangkit listrik tenaga batu bara tetap menyumbang polusi besar. Ironisnya, tanggung jawab sering dibebankan pada masyarakat lewat kampanye kecil seperti bawa tas kain atau hindari sedotan plastik. Sementara itu, industri besar yang menyumbang kerusakan lingkungan tetap beroperasi tanpa sorotan serius.
Fenomena ini dikenal sebagai greenwashing, strategi industri untuk mengalihkan kesalahan ke konsumen, seolah-olah perubahan kecil individu bisa mengatasi krisis iklim, padahal penyebab utamanya adalah sistem besar yang tidak tersentuh.
Apa yang bisa kita lakukan? Tindakan individu seperti hemat energi dan kurangi plastik tetap penting sebagai langkah awal membangun kesadaran kolektif. Tapi, kita juga harus menuntut perubahan sistemik dengan mendorong perusahaan agar benar-benar bertanggung jawab terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, tindakan peduli lingkungan seperti naik ojek listrik atau WFH belum tentu menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Kita harus waspada terhadap solusi semu yang hanya memindahkan masalah. Perubahan nyata butuh dorongan kuat pada tingkat sistemik agar krisis iklim bisa ditangani dari akarnya, bukan sekadar dari perilaku konsumen.
Sumber:
Gojek. (2024, February 24). Selamatkan lingkungan dan kurangi jejak karbon-mu dengan GoGreener! Gojek. https://www.gojek.com/blog/gojek/gogreener
Arif, R. (2025, January 2). PLN Disjaya jadi motor penggerak transisi hijau nasional. RuangEnergi. https://www.ruangenergi.com/pln-disjaya-jadi-motor-penggerak-transisi-hijau-nasional/
Badan Pusat Statistik. (2024, February 29). Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis (unit), 2021-2022. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NTcjMg==/perkembangan-jumlah-kendaraan-bermotor-menurut-jenis--unit-.html
Fast Company. (2023, August 17). You have a good excuse to turn off your camera during Zoom meetings—it’s better for the environment. Fast Company. https://www.fastcompany.com/90940080/zoom-camera-off-better-for-environment-study
ADVERTISEMENT
Universitas Airlangga. (2024, Mei 16). Analisis pengungkapan emisi karbon perusahaan Indonesia. Universitas Airlangga. https://unair.ac.id/analisis-pengungkapan-emisi-karbon-perusahaan-indonesia/​