Pilpres dan Langkah Kuda Partai Golkar

Konten dari Pengguna
21 Maret 2019 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mas Ton tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Partai Golkar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai Golkar. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ada yang menarik dalam debat Pilpres putaran tiga yang digelar 17 Maret 2019 lalu. Di barisan pendukung Pasangan Calon (Paslon) 02 ada Ketua Bidang Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Partai Golkar, Erwin Aksa.
ADVERTISEMENT
Keponakan Wapres Jusuf Kalla ini tidak sekedar duduk menonton debat antar cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu. EA, begitu ia disapa, aktif memberi dukungan kepada Cawapres 02, Sandiaga Salahuddin Uno.
Publik tentu bertanya, bukankah Golkar menjadi pendukung utama Paslon 01? Kenapa ada fungsionaris partai berlambang beringin di kubu 02? Apakah Golkar pecah kongsi?
Bagi yang mengikuti perkembangan Partai Golkar tentu tak terlalu sulit mencari jawab atas pertanyaan itu. Di kancah perpolitikan nasional, Golkar dikenal sebagai partai yang sangat matang. Dengan usia yang sudah lebih dari 50 tahun, Golkar sangat piawai membaca tanda-tanda zaman. Pandai membaca situasi politik mana yang menguntungkan dan mana yang tidak.
Golkar cukup pandai menebak ke mana arah angin akan bertiup, dan seberapa kencang tiupannya. Golkar juga sangat pandai menunggang angin. Karenanya Golkar selalu bisa menghindar dari terpaan badai. Selamat dari terjangan topan.
ADVERTISEMENT
Langkah EA merapat ke kubu 02 sangat boleh jadi merupakan bagian dari strategi partai kuning ini dalam menyikapi perkembangan pemilu presiden di lapangan. Sebelum EA melangkah ke 02, September 2018 lalu sejumlah kader muda beringin mendeklarasikan Golkar untuk Prabowo Uno atau Go Prabu.
Ketika angin perubahan makin kencang bertiup. Ketika gairah masyarakat bawah makin membuncah, Go Prabu saja nampaknya dirasa belum cukup. Golkar perlu membenamkan kaki lebih dalam ke kubu 02. Perlu ada tokoh Golkar yang kuat, yang bisa meyakinkan Prabowo-Sandi bahwa gerbong plat kuning bisa disambungkan dengan gerbong koalisi Adil Makmur jika kelak keduanya memenangkan kontestasi Pilpres 2019.
Dan EA adalah pilihan yang tepat. Muda, berpengaruh, punya kedekatan dengan banyak kalangan, termasuk dengan Prabowo dan Sandi. Dan punya sumber daya (resources), orang maupun modal, yang bisa menopang langkah-langkahnya.
ADVERTISEMENT
EA, seperti diakuinya, adalah sahabat Sandi. Dengan Prabowo juga cukup dekat. Dengan keduanya EA bisa berkomunikasi langsung setiap saat. Dalam Pilgub DKI Jakarta 2017, sedikit banyak EA juga memiliki peran dalam memenangkan pasangan Anies-Sandi. Jadi ‘menempatkan’ EA di kubu 02 adalah strategi yang terbilang jitu.
Dengan segudang politisi senior, politikus kawakan, Golkar tentu tidak menutup mata terhadap antusiasme masyarakat ke dalam Pilpres 2019 ini. Partai ini cukup piawai membaca ke mana angin pilihan masyarakat kencang berhembus.
Memang beragam lembaga survei selalu mengunggulkan petahana. Tetapi semarak masyarakat dalam menyambut kehadiran Capres dan Cawapres 02, serta sepinya beragam acara yang digelar Paslon 01 adalah realitas yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam menentukan keputusan politik.
ADVERTISEMENT
Realitas lapangan yang merata di berbagai penjuru tanah air ini tentu saja perlu disikapi secara politis agar Golkar tidak ketinggalan kereta. Untuk itu Golkar perlu menempatkan satu kakinya di kubu 02, agar jika gejala meluasnya dukungan masyarakat itu mewujud menjadi kemenangan Prabowo-Sandi, Golkar sudah punya jembatan yang bisa dipakai untuk menyebrang.
Sebaliknya, kalau 01 yang menang Golkar juga aman. Karena sejak awal Golkar memang menjadi partai pengusung petahana. Jadi dalam segala situasi Golkar tetap aman. Siapa pun Presidennya, Golkar selalu ada dalam barisan.
Inilah langkah kuda ala Golkar yang sering menyelamatkan partai ini dari beragam ujian politik. Dan dalam Pilpres 2019 ini langkah itu kembali dipakai untuk mengamankan posisi Golkar di kancah politik nasional.
ADVERTISEMENT