Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Dianggap Bukan Tokoh Reformasi, Amien Rais Ditolak pada Acara Bela Bangsa di Yogyakarta
30 Mei 2018 14:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Mata Peristiwa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sungguh mengenaskan nasib Amien Rais kini. Dua puluh tahun pasca reformasi, dirinya tak dianggap sebagai tokoh yang turut mendorong aksi besar-besaran mahasiswa yang menggulingkan Soeharto itu.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Ketua Dewan Kehormatan PAN itu kini tiba-tiba dicopot alias batal menjadi pengisi acara dalam acara Aksi Bela Bangsa yang rencananya digelar pada 1 Juni 2018 di area Titik Nol Kilometer, Yogyakarta.
Pencopotan itu tak lain merupakan penolakan masyarakat kepada Amien Rais di kandangnya sendiri. Pasalnya, Yogyakarta adalah tempat tinggal dan kota yang menjadi titik pijak Amien.
Tentu saja, penolakan itu ada alasannya. Aktivis 98 tergabung dalam Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) menyebut pencoretan terhadap sosok yang dianggap provokatif tersebut berdasarkan berbagai masukan dari para sesepuh dan ulama.
Amien Rais selama ini memang dikenal sebagai pengkritik pemerintahan Presiden Jokowi. Namun sayangnya, kebanyakan kritik darinya tidak substansial dan relevan, lebih banyak yang berisi ujaran kebencian.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, warga DIY menolak kehadiran Amien Rais dalam acara Bela Bangsa itu. Warga sendiri sudah tidak mempercayai perkataan Amien Rais yang provokatif dan bertendensi memecah belah masyarakat.
Tampaknya, warga kini lebih mempercayai pernyataan aktivis Sri Bintang Pamungkas yang menyebut bahwa Amien Rais adalah tokoh gadungan reformasi. Sri Bintang sendiri tidak mengakui Amien sebagai tokoh tersebut.
Pencoretan dan batalnya Amien Rais di kota Gudeg harusnya bisa menjadi bahan renungan, evaluasi buat diri sendiri dengan perbanyak istighfar dan mengingat dosa-dosa masa lalunya.
Publik Indonesia justru lebih menerima ceramah yang disampaikan Buya Syafii karena lebih adem bukan mereka yang menjadi tukang ribut. Indonesia kini membutuhkan tokoh pemersatu, bukan yang memecah belah dan menebarkan kebencian.
ADVERTISEMENT