Konten dari Pengguna

Ad Sense Menjadi Indikator Pengukur Dasar Penilaian Jaminan Kredit untuk HaKI

Ahmad Mathori
Pemerhati Hak Kekayaan Intelektual
31 Oktober 2022 11:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Mathori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar dibuat oleh Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Gambar dibuat oleh Penulis
ADVERTISEMENT
Ad Sense adalah cara mudah tanpa biaya untuk memperoleh penghasilan dengan menampilkan iklan di samping konten online Anda. Dengan Ad Sense, Anda dapat menampilkan iklan yang menarik dan relevan bagi pengunjung situs, bahkan menyesuaikan tampilan serta nuansa iklan agar sesuai dengan situs Anda.
ADVERTISEMENT
Sederhananya, cara kerja Ad Sense adalah anda menyediakan ruang iklan dan yang beriklan mendapatkan tempat beriklan di internet melalui kanal yang anda buat.
Ragam variasi jumlah Ad Sense dari masing-masing pembuat konten itu berbeda, bergantung pada jumlah pengguna yang mengunjungi konten yang dibuat oleh pembuat konten.
Lalu, apakah pendapatan dari setiap pembuat konten melalui program Ad Sense dapat diukur dengan angka yang pasti?
Dikutip dari laman niagahoster.co.id, “Google melakukan pembayaran di setiap bulannya. Pencairan dapat dilakukan dengan syarat sudah memenuhi penghasilan sebesar $100 atau setara dengan 1,4 juta (kurs Rp 14.152).”
Setelah mengetahui konsep sederhana dari cara kerja Ad Sense, mari kita elaborasi Ad Sense jika dikaitkan dengan Pengukur Dasar Jaminan Penilaian Kredit untuk Hak atas Kekayaan Intelektual. Mengapa?
ADVERTISEMENT
Sebab belum lama, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif yang salah satu pasalnya menjelaskan bahwasanya HaKI ditetapkan dapat berfungsi sebagai jaminan utang.
Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif berbunyi: Dalam pelaksanaan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan Kekayaan Intelektual sebagai objek jaminan utang.
Kemudian masih dalam pasal yang sama, yakni Pasal 9 ayat (2); menegaskan posisi HaKI sebagai objek jaminan utang, objek jaminan utang yang dimaksud adalah, berbunyi:
a. Jaminan Fidusia atas Kekayaan Intelektual.
ADVERTISEMENT
b. Kontrak dalam kegiatan Ekonomi Kreatif; dan/atau
c. Hak Tagih dalam kegiatan Ekonomi Kreatif.
Mari kita fokus pada pembahasan poin a, penulis melakukan penggalian informasi secara lebih lanjut mengenai jaminan fidusia. Yang secara sederhana dapat diambil kesimpulan pengertian tentang jaminan fidusia adalah; pengalihan hak kepemilikan untuk dijadikan sebagai objek jaminan yang barangnya tetap dalam penguasaan si pemilik benda.
Hal ini sesuai dengan naskah yang terkandung dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Fidusia menurut Pasal 1 ayat (1) UUJF adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.
Artinya, pelaku ekonomi kreatif tetap dapat memanfaatkan hak atas kekayaan intelektualnya untuk digunakan secara komersial.
ADVERTISEMENT
Lalu, ketika kita sudah mengetahui konsep sederhana dari Hak atas Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang, maka bagaimana cara mengukur satuan kredit yang akan diberikan Penerima Fidusia (Lembaga keuangan bank maupun nonbank) kepada debitur (penerima fidusia ekonomi kreatif)?
Hal inilah yang melatar belakangi penulis ingin mengelaborasi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah beberapa bulan lalu, kemudian pada saat penulis melakukan pencarian lebih dalam terkait dengan turunan peraturan tersebut, penulis belum menemukan titik terang terkait dengan dasar penilaian satuan kredit yang menjadi nilai ukur pemberian pembiayaan kepada pelaku ekonomi kreatif dalam mengajukan pembiayaan menggunakan HaKI sebagai objek jaminan utang.
Bahkan keresahan terkait dasar penilaian satuan kredit yang menjadi nilai ukur pemberian pembiayaan kepada pelaku ekonomi kreatif ini sudah disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae yang menurutnya; “Terobosan ini perlu pedoman yang lebih mendetil terkait dengan nilai ekonomis yang melekat pada sebuah HaKI, mengingat sampai sekarang belum ditetapkan rumus baku penilaian HaKI yang dapat dijadikan dasar penilaian jaminan kredit.” Dikutip dari laman kompas.com
ADVERTISEMENT
Maka, hemat penulis dalam menanggapi peraturan yang membolehkan HaKI untuk dijadikan sebagai objek jaminan utang adalah memasukkan unsur AdSense sebagai salah satu indikator valuasi terhadap nilai HaKI, karena tidak dapat kita pungkiri, pendistribusian karya yang melekat HaKI didalamnya (khususnya musik) melalui kanal OTT berbasis digital, yang mana pencipta difasilitasi dengan pendapatan melalui AdSense oleh pihak OTT seperti YouTube, setiap bulannya mendapat laporan tentang penghasilan pada setiap konten yang sudah dipublikasikan.
Sehingga, penilai (DJKN = Direktorat Jendral Kekayaan Negara) yang ditunjuk untuk menilai valuasi terhadap nilai HaKI dapat menjadikan pendapatan pencipta melalui AdSense untuk dijadikan sebagai bahan rujukan menilai suatu HaKI dari segi ekonomis yang akan dijadikan sebagai objek jaminan utang.
ADVERTISEMENT