Konten dari Pengguna

Menakar Meningkatnya Kerja Sama Militer Antara Tiongkok dan Rusia

Matias Filemon Hadiputro
Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
5 Januari 2023 14:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Matias Filemon Hadiputro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada hari Jumat, 30 Desember 2022, Presiden Xi Jinping dan Presiden Vladimir Putin melakukan pertemuan secara virtual. Di dalam pertemuan tersebut disepakati untuk meningkatkan kerja sama di bidang militer.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pada tanggal 21-27 Desember 2022, Tiongkok dan Rusia telah melakukan latihan perang di Laut China Timur. Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov, mengatakan bahwa “Latihan perang dilakukan sebagai tanggapan atas agresifnya Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik.”
Peningkatan kerja sama militer Tiongkok dan Rusia sejalan dengan kesepakatan untuk membangun persahabatan tanpa batas yang dibuat pada 4 Februari 2022. Di dalam kesepakatan persahabatan tanpa batas terdapat tiga butir kerja sama di bidang militer, antara lain:
ADVERTISEMENT
Sebagaimana diketahui Tiongkok dan Rusia sama-sama mulai gerah dengan perilaku Amerika Serikat yang dinilai melakukan provokasi terhadap kedaulatan negara lain. Kita tentu ingat reaksi keras Beijing saat ketua parlemen AS, Nancy Pelosi, melakukan kunjungan ke Taiwan pada Selasa malam, 2 Agustus 2022. Kementerian luar negeri Tiongkok langsung mengatakan, “Amerika Serikat terus-menerus mendistori, mengaburkan, dan melanggar prinsip Satu China. Gerakan ini seperti bermain api, sangat berbahaya. Mereka yang bermain api akan binasa karenanya.” Sesaat setelah Pelosi bertolak dari Taiwan, Tiongkok langsung melakukan latihan perang di sekitar Selat Taiwan. Sebab bagi Beijing, kunjungan Pelosi ke Taiwan adalah tindakan tidak hormat Amerika Serikat terhadap Kebijakan Satu China (One China Policy), di mana Taiwan merupakan propinsi dari Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Sementara bagi Rusia, ancaman Amerika Serikat kian mendekat melalui keinginan Ukraina bergabung dengan NATO. Di dalam pidatonya pada tanggal 21 Februari 2022, Presiden Putin mengatakan bahwa “Perluasan lebih lanjut dari infrastruktur aliansi Atlantik Utara atau upaya berkelanjutan untuk mendapatkan pijakan militer di wilayah Ukraina tidak dapat kami terima. Tentu saja, pertanyaannya bukan tentang NATO itu sendiri. Ini hanya berfungsi sebagai alat kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Masalahnya adalah bahwa di wilayah yang berdekatan dengan Rusia, yang harus saya perhatikan adalah tanah bersejarah kita, ‘anti-Rusia’ yang bermusuhan mulai terbentuk.” Presiden Putin menganggap keinginan Ukraina bergabung dengan NATO sebagai ancaman nyata bagi kedaulatan Rusia.
Tiongkok dengan kekuatan ekonominya, dan Rusia dengan teknologi persenjataan yang canggih, menjadi kolaborasi yang saling melengkapi. Latihan perang Tiongkok dan Rusia di akhir tahun 2022, dan kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama militer di awal tahun 2023, dapat menjadi sinyal peringatan makin memanasnya ketegangan dengan Amerika Serikat beserta sekutunya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana dikutip dari Financial Times (20/12/2022), Perwakilan Tetap Amerika Serikat untuk NATO, Julianne Smith, menanggapi latihan perang Tiongkok dan Rusia dengan mengungkapkan, “Tidak ada keraguan bahwa mereka bekerja sama untuk memecah belah mitra dalam aliansi transatlantik. Kami sangat menyadari upaya ini dan berniat untuk melawan mereka.” Pernyataan ini tidak dapat dianggap dikesampingkan sebagai ancaman belaka, sebab Amerika Serikat selama ini dikenal sebagai negara yang agresif dalam menanggapi ancaman perang. Apalagi Amerika Serikat sangat menjaga dominasinya atas kawasan Asia-Pasifik, sehingga tidak akan mau begitu saja diganggu oleh Tiongkok-Rusia.
Meningkatnya kerja sama militer Tiongkok dan Rusia merupakan ancaman serius bagi Amerika Serikat dan sekutunya. Jika kedua belah pihak tidak saling menahan diri, maka perang dunia bisa sewaktu-waktu meletus. Mengingat Tiongkok, Rusia, Amerika Serikat, merupakan bagian dari sembilan negara (Inggris, Prancis, India, Pakistan, Israel, Korea Utara) yang dipastikan memiliki senjata nuklir, maka jika perang benar terjadi tidak menutup kemungkinan senjata nuklir turut digunakan.
ADVERTISEMENT
Bayang-bayang kengerian akan terjadinya perang menyambut kita dalam memasuki tahun yang baru. Letak geografis Indonesia yang termasuk ke dalam kawasan Asia-Pasifik, tentu akan terkena dampak langsung dari memanasnya hubungan Tiongkok-Rusia dan Amerika Serikat serta sekutunya.
Ketegangan di Asia-Pasifik dapat mengganggu stabilitas keamanan yang berimbas pula pada masalah ekonomi dan rantai pasokan perdagangan. Lalu lintas barang-barang komoditi bisa terhambat sehingga terjadi kelangkaan yang membuat harga-harga membumbung tinggi. Kita tentu tidak menginginkan hal itu terjadi.
Presiden Joko Widodo, pada KTT Ke-17 Asia Timur di Phnom Penh, pada tanggal 13 November 2022, yang dihadiri oleh sepuluh negara ASEAN ditambah Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru, sudah mengingatkan pentingnya menjaga perdamaian. Beliau mengatakan, “Negara KTT Asia Timur harus memperkokoh fondasi perdamaian di Indo-Pasifik. Bukan justru menabur benih permusuhan apalagi menabuh genderang perang.” Ancaman perang ada di depan mata, jika kita tidak pandai mencari jalan damai. Kiranya seruan perdamaian ini diikuti pula dengan aksi konkret Indonesia menjadi negara yang pro-aktif mencegah terjadinya perang.
ADVERTISEMENT
Perang hanya menyisakan penderitaan, sebagaimana pepatah mengatakan, “Menang jadi arang, kalah jadi abu.” Tidak ada keuntungan apa-apa yang bisa diraih dari perang!
Perang hanya merusak keindahan dunia. (Sumber: dokumentasi pribadi).