Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Budaya Menonton Televisi di Indonesia
9 Juni 2022 14:10 WIB
Tulisan dari Matilda Donna Widonasari Golden tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Televisi bukanlah sebuah media yang asing bagi rakyat Indonesia. Tak hanya sebagai media penyalur informasi melainkan juga sebagai media hiburan bagi penikmatnya. Dengan semakin berkembangnya teknologi dari masa ke masa mengakibatkan budaya menonton televisi pun juga berubah bersama zaman. Sedekat nadi dengan masyarakat sejak kemunculannya pada siaran awal TVRI pada tahun 1962. Pada awalnya televisi dapat dikategorikan sebagai barang mewah yang hanya bisa dimiliki orang-orang tertentu saja. Menonton televisi beramai-ramai dengan tetangga di salah satu rumah warga atau balai desa menjadi hal yang tidak asing pada waktu itu dikarenakan dalam satu kampung hanya beberapa orang saja yang memiliki televisi.
ADVERTISEMENT
Sebuah fakta menarik bahwa dahulu kita diharuskan membayar iuran atau pajak apabila memiliki televisi. Berdasarkan Kepres RI nomor 218 pemilik pesawat televisi diwajibkan membayar pajak sebesar Rp.300,- yang mulai berlaku sejak tahun 1963. Sejak munculnya televisi berwarna pada sekitar tahun 1970-an iuran mulai bermacam-macam dimana televisi hitam putih dibawah 16 inch iuran sebesar Rp.1000,- dan untuk iuran televisi berwarna dibawah 16 inch sebesar Rp.4000,-. Sedangkan untuk televisi diatas 16 inch hitam putih dikenai biaya iuran Rp.3000,- dan televisi berwarna diatas 16 inch iuran sebesar Rp.5000,-.
Permana dalam artikelnya yang berjudul Budaya Menonton Televisi di Indonesia: dari Terrestrial hingga Digital volume 3 nomor 1 tahun 2019 menyatakan bahwa dengan adanya “Iuran televisi” tersebut seakan menegaskan bahwa televisi adalah barang yang eksklusif; selain berharga cukup mahal pada saat itu, pemiliknya pun diharuskan membayar pajak televisi setiap bulannya. Meskipun dalam pelaksanaannya banyak warga yang tidak tertib dalam membayarkan kewajibannya sehingga aparat harus turun tangan dalam penarikan iuran televisi ini. Berbagai upaya dilakukan pihak TVRI agar masyarakat taat membayar iurannya mulai dari usaha menjemput bola dari rumah ke rumah hingga iming-iming hadiah dengan jumlah besar bagi pengguna televisi yang selalu membayar iuran dengan tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Pada 1996 iuran televisi dihilangkan, dan bersamaan dengan itu mulai berkembang beberapa televisi swasta seperti RCTI, SCTV, ANTV, dan berbagai stasiun swasta lainnya dengan format televisi analog atau menggunakan antena. Televisi semakin memegang kuat citranya sebagai media yang lebih aktual, atraktif, dan informatif dibandingkan dengan media lainnya. Abdullah dalam artikelnya yang berjudul Siaran Televisi Pagi Hari (Breakfast Television) di Televisi Indonesia yang terbit di Jurnal Kajian Televisi Dan Film volume 1 nomor 2 pada tahun 2017 menyatakan bahwa pie diagram iklan di Indonesia pada tahun 2016 mencapai angka sekitar Rp 150 triliun dengan keuntungan sekitar 80% diraup oleh stasiun televisi besar di Jakarta yang jumlahnya hanya beberapa buah. Tidak heran bahwa televisi swasta berlomba-lomba menyajikan program-program yang menarik.
ADVERTISEMENT
Semakin banyak penonton maka rating program akan semakin naik sehingga dapat menjual semakin banyak iklan. Berfokus terutama pada waktu utama atau biasa dikenal dengan prime time yang berkisar antara pukul 18.00 s.d. 22.00 yang merupakan waktu dimana masyarakat Indonesia akan berkumpul bersama keluarga untuk menonton televisi. Biasanya, seluruh anggota keluarga berkumpul di depan televisi dalam sebuah ruangan dan menonton acara televisi bersama. Televisi swasta berupaya menyuguhkan acara terbaik mereka. Dikarenakan orientasi televisi swasta adalah menjual iklan sebanyak-banyaknya, program yang disajikan pun kebanyakan berupa program hiburan yang banyak menarik minat audiens.
Sejak era internet kebiasaan untuk menonton televisi bersama mulai ditinggalkan. Internet menawarkan kemungkinan untuk melakukan berbagai aktivitas tanpa mengenal batas ruang dan waktu yang pada akhirnya memunculkan konvergensi media. Menurut Gemiharto dalam artikelnya yang berjudul Teknologi 4G-LTE dan Tantangan Konvergensi Media di Indonesia yang terbit pada Jurnal Kajian Komunikasi tahun 2015 kemunculan konvergensi media sebagai teknologi media yang dapat menjawab kebutuhan akan media multifungsi yang mampu menghilangkan berbagai batasan ruang dan waktu, yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun.
ADVERTISEMENT
Semakin mudahnya akses internet di berbagai wilayah Indonesia mengakibatkan bermunculannya televisi digital dengan internet kabel. Permana dalam artikelnya juga menyatakan bahwa dengan mengaplikasikan konvergensi media dalam paket-paket yang ditawarkannya, perusahaan-perusahaan televisi kabel berlomba lomba menawarkan produknya kepada penonton. Biasanya, paket yang ditawarkan adalah paket Internet, televisi berbayar, dan telepon dengan bayaran tertentu perbulan. Lucunya hal ini seolah mengembalikan iuran televisi pada era orde baru.
Budaya dan kebiasaan menonton televisi ini mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan teknologi internet. Salah satu contohnya adalah terjadinya aspek pergeseran waktu dimana dahulu penonton yang harus menyesuaikan waktu untuk menonton acara televisi yang diinginkan, kini dengan tidak terbatasnya ruang dan waktu memungkinkan penonton memilih sendiri tayangan televisi sesuai dengan yang mereka inginkan. Dengan kata lain audiens lah yang memegang kendali atas tayangan apa yang akan ditonton dan kapan akan menonton. Selain itu apabila pada zaman dahulu penonton hanya bisa menonton televisi menggunakan televisi besar diruang keluarga kini dengan konvergensi media memungkinkan untuk melihat televisi menggunakan gadget dimanapun dan kapanpun selama tersedianya koneksi internet.
ADVERTISEMENT