Konten dari Pengguna

Mengenang Djoko Pekik, Perjalanan Hidup dan Karya Monumental

Yakhin Maufa
Lahir di bumi Flobamora. Lulusan Fakultas Ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Pelita Harapan. Mengabdikan diri sebagai guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA Swasta di Jakarta Barat
13 Agustus 2023 7:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yakhin Maufa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Djoko Pekik. Foto: Instagram/@platarandjokopekik
zoom-in-whitePerbesar
Djoko Pekik. Foto: Instagram/@platarandjokopekik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sabtu 12 Agustus 2023, dunia seni rupa Indonesia berduka karena harus melepas kepergian maestro lukis Djoko Pekik yang tutup usia di umur 86 Tahun.
ADVERTISEMENT
Dilansir laman kumparan.com edisi 12 Agustus 2023, kabar kematian Djoko Pekik disampaikan oleh budayawan Indonesia, Butet Kertaredjasa kepada kumparan melalui sambungan telepon. Butet menuturkan apabila usia yang sudah sepuh adalah alasan berpulangnya Djoko Pekik.
Kepergian Djoko Pekik jelas menjadi sebuah duka yang mendalam. Kontribusinya bagi dunia seni rupa Indonesia sangatlah besar terutama dalam melahirkan karya-karya lukis yang monumental.
Salah satu mahakarya Djoko Pekik yang monumental adalah lukisan Berburu Celeng yang dibuatnya pada tahun 1998, dua bulan sebelum pemerintahan Soeharto lengser.
Lukisan ini dipamerkan dalam sebuah pameran tunggal untuk memperingati pesta proklamasi di Bentara Budaya Yogyakarta, 16-17 Agustus 1998, (Kompas, Selasa 11 Mei 1999). Dalam pameran tersebut, lukisan ini dihargai Rp 1 miliar. Harga yang sangat fantastis untuk sebuah lukisan pada waktu itu.
Djoko Pekik. Foto: Instagram/@platarandjokopekik
Lukisan Berburu Celeng menggabarkan kerumunan orang-orang yang merayakan keberhasilan berburu celeng dengan berbagai kesenian rakyat seperti reog dan jathilan. Djoko Pekik menyatakan bahwa gambaran celeng dalam lukisannya terinspirasi dari kebiasaan berburu celeng yang sering dilihatnya di kampung.
ADVERTISEMENT
Namun bagi banyak orang, lukisan Berburu Celeng merupakan gambaran dari tumbangnya pemerintahan Orde Baru, pemerintahan yang menjadikan Djoko Pekik dan seniman kiri lainnya menjadi pesakitan selama bertahun-tahun.
Djoko Pekik memang mejadi pesakitan di masa pemerintahan Orde Baru. Dirinya dan seniman-seniman Lekra lainya harus menjadi tahanan politik akibat peristiwa Gerakan 30 September yang menyeret nama PKI. Djoko Pekik memang dekat dengan PK.
Dirinya dan beberapa perupa terkenal seperti Amrus Natalsya adalah penggagas berdirinya Sanggar Bumi Tarung Pada tahun 1961. Sanggar yang didirikan Djoko Pekik dan kawan-kawan di Yogyakarta ini memakai prinsip yang sama dengan Lekra sehingga otomatis semua seniman anggota Sanggar Bumi Tarung harus menjadi anggota Lekra (Kompas 1 Maret 2022).
ADVERTISEMENT
Menurut Misbach Thamrin, semua anggota Sanggar Bumi Tarung termasuk Djoko Pekik pada waktu iu memiliki empati yang besar kepada Lekra yang orientasi berkeseniannya kepada rakyat. Djoko Pekik dengan Lekra semakin dekat ketika karya Djoko Pekik memenangkan beberapa pameran yang diadakan Lekra pada tahun 1964.
Djoko Pekik. Foto: Instagram/@platarandjokopekik
Kedekatan dan keterlibatannya dengan Lekra akhirnya menyeret Djoko Pekik dan seniman Bumi Tarung lainnya ke dalam penjara. Pasca peristiwa Gerakan 30 September, Djoko Pekik ditangkap dan menjadi tahanan rumah di Benteng Vredeburg Jogja.
Tanpa ada pengadilan resmi, Djoko Pekik harus dibui selama tujuh tahun sejak 8 November 1965 hingga 1972 oleh pemerintahan Orde Baru. Pada saat menjalani masa tahanan ini, Djoko Pekik mengalami masa tersuram dalam hidupnya karena dilarang untuk melukis dan melakukan aktivitas kesenian lainnya. Selepas menjalani masa tahanan pun, Djoko Pekik tetap hidup menjadi pesakitan.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah dokumenter berjudul Melawan Lupa disebutkan bahwa Djoko Pekik tetap mengalami diskriminasi karena statusnya sebagai eks tahanan politik. Disebutkan juga bahwa Djoko Pekik harus bekerja serabutan untuk menafkahi keluarganya karena dirinya dilarang untuk beraktivitas dalam bidang kesenian.
Setelah kejatuhan Orde Baru di akhir dekade 90 Djoko Pekik dan para seniman eks Lekra lainnya mendapatkan momentum kebangkitannya. Pameran lukisan yang diadakannya pasca reformasi di Bentara Budaya Yogyakarta melambungkan namanya.
Momen kebangkitan ini dimanfaatkan Djoko Pekik untuk terus menyuarakan kritik kepada pemerintah melalui karya. Dalam pameran ArtJog tahun 2014, Joko Pekik memamerkan lukisannya bernama Go to Hell Crocodille yang diambil dari kalimat Soekarno kepada Amerika, "Go to hell with your aid".
ADVERTISEMENT
Lukisan yang menurut penuturan Djoko Pekik dalam sebuah wawancara di televisi bersama Butet Kertaredja adalah gambaran Indonesia sekarang yang masih tetap dijajah dengan masih dibukanya tambang di Indonesia yang hasilnya mengalir ke Amerika. Lukisan ini semakin fenomenal karena ditawar dengan harga 6 milliar Rupiah.
Perjalanan hidup Djoko Pekik yang penuh lika liku serta idealisme dalam berkarya menghasilkan aset-aset kebudayaan yang bernilai tinggi. Semua karyanya menjadi warisan yang akan selalu mengingatkan generasi berikutnya mengenai momen-momen bersejarah yang pernah dilalui bangsa ini. Kepergian Djoko Pekik mengingatkan kita bahwa tubuh tidak akan abadi bekerja tetapi setiap karya akan selalu bekerja untuk keabadian.