Memaknai Kemerdekaan: Nama Indonesia dan Lirik 'Di Sanalah Aku Berdiri'

Maula Hudaya
Mahasiswa S2 Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2021 16:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maula Hudaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://images.pexels.com/photos/758742/pexe
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://images.pexels.com/photos/758742/pexe
ADVERTISEMENT
Sebagaimana bayi yang baru dilahirkan, pemberian nama bagi sebuah negara yang baru terbentuk merupakan sebuah momen sakral yang tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan. Pemberian nama bagi suatu negara haruslah mencerminkan identitas dan tujuan dari dibentuknya negara itu sendiri. Oleh karena itu berbagai negara di seluruh dunia memiliki keunikan tersendiri dalam memberikan nama negaranya. Hal ini juga berlaku bagi Indonesia yang memperoleh kemerdekaannya tepat pada 76 tahun yang lalu (17/08/1945).
ADVERTISEMENT
Keunikan nama Indonesia terletak pada fakta bahwa nama tersebut bukanlah berasal dari buah pemikiran bangsa kita sendiri, namun justru tercetus dari pemikiran bangsa asing. Adalah dua warga negara Inggris, George Windsor Earl dan James Richardson Logan yang pertama kali mencetuskan nama Indonesia dalam tulisannya yang diterbitkan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) pada 1850 untuk merujuk pada gugusan kepulauan yang terletak di sebelah timur India. Nama tersebut kemudian dipopulerkan oleh etnolog berkebangsaan Jerman, Adolf Bastian.
Di kalangan anak bangsa sendiri, milestone penggunaan nama Indonesia nampak pada deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 di mana perwakilan pemuda dari penjuru Nusantara menyepakati penyebutan Indonesia untuk mewakili tanah air, tumpah darah, dan bahasa yang satu dan akan mereka perjuangan menjadi sebuah bangsa yang satu kesatuan.
ADVERTISEMENT
Lantas nama Indonesia kemudian dipilih sebagai nama resmi negara setelah kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Walaupun bukan berasal dari buah pemikiran bangsa sendiri, namun mengapa nama Indonesia tetap dipilih meskipun sebenarnya pilihan nama yang murni berasal dari pemikiran bangsa seperti halnya Nusantara?
Sebagai nama yang dicetuskan oleh Maha Patih Gadjah Mada dalam Sumpah Palapanya, tentu nama Nusantara menjadi kandidat yang kuat untuk menamai negara yang baru lepas dari penjajahan berkepanjangan tersebut. Terlebih, istilah ini seringkali digunakan untuk menyebut gugusan kepulauan yang sebagian besar terdiri dari wilayah Indonesia saat ini, sehingga sangat mewakili.
Namun, perlu diingat bahwa ketika sang Maha Patih bersumpah untuk menaklukkan Nusantara, maka wilayah yang dimaksud adalah gugusan kepulauan tersebut terkecuali pulau Jawa yang memang telah menjadi pusat pemerintahan Majapahit sehingga tidak termasuk dalam rencana penaklukan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, istilah Nusantara menjadi sangat Jawa-sentris sehingga tidak dipilih karena negara baru yang terbentuk tersebut bukan hanya menaungi dan diperjuangkan oleh orang-orang jawa, tetapi seluruh suku bangsa dengan berbagai macam kepercayaan yang ada di gugusan Nusantara. Sehingga nama Nusantara dianggap tidak relevan untuk menaungi keberagaman yang mendasari terbentuknya negara tersebut.
Berbeda dengan Nusantara, nama Indonesia yang secara harfiah berarti “kepulauan di timur India” dianggap sebagai nama yang lebih netral dan mampu mewakili keberagaman yang dimiliki. Hal itu terjadi karena meskipun secara harfiah hanya merujuk pada kondisi geografis, tetapi nama Indonesia juga dapat dimaknai untuk merujuk pada penduduk yang mendiami kepulauan di timur India tersebut.
Di mana penduduk di kepulauan itu memiliki keberagaman yang begitu luas dalam segi etnisitas, suku bangsa, bahasa, maupun kepercayaan. Uniknya lagi, perbedaan tersebut tidak menghalangi mereka untuk bersatu dalam perjuangan kemerdekaan dan secara bersama-sama membentuk suatu negara di mana mereka bisa hidup berdampingan dengan harmonis.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, nama Indonesia mencerminkan identitas sebagai bangsa yang berbeda-beda tetapi tetap satu dan menggambarkan cita-cita bahwa Indonesia merupakan negara inklusif yang menjadi tempat bagi siapa pun dengan berbagai perbedaannya dapat hidup berdampingan. Jika merujuk pada makna filosofinya, keberagaman yang dinaungi oleh Indonesia bahkan tidak terbatas pada orang yang lahir di Indonesia atau memiliki darah Indonesia saja. Namun juga merujuk pada siapa pun yang berkontribusi positif terhadap bangsa Indonesia, meskipun bangsa asing, maka ia layak disebut sebagai orang Indonesia.
Filosofi tersebut sejalan dengan perjuangan kemerdekaan yang tak hanya berasal dari kontribusi kaum bumiputera namun juga terdapat beberapa tokoh asing yang memiliki kontribusi tak kalah besarnya. Misalnya tokoh berkebangsaan belanda, Eduard Douwes Dekker atau yang lebih dikenal Multatuli, yang melalui tulisannya berhasil menggugah semangat perjuangan bangsa dalam melawan penjajahan Belanda, atau Laksamana Maeda yang membantu memfasilitasi kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada makna filosofis tersebut maka nama Indonesia sendiri mencerminkan tujuan sebagai sebuah negara sempurna atau utopia di mana segala perbedaan dapat dinaungi dan hidup dengan setara serta harmonis. Semua orang dapat menjadi orang Indonesia dengan perbedaan yang dimiliki, yang menentukan adalah kontribusinya terhadap tanah air.
Oleh karena itu dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya terdapat lirik “Di sanalah aku berdiri” bukan “Di sinilah aku berdiri” karena Indonesia merupakan sebuah konsep negara ideal yang selalu menjadi tujuan untuk dicapai. Sebagai hal yang ingin dicapai, tujuan merupakan sesuatu yang terletak "di sana" bukan "di sini". Lirik "Di sanalah aku berdiri" juga mencerminkan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah puas dengan kondisi yang ada saat ini dan selalu berjuang untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam nama Indonesia itu sendiri.
ADVERTISEMENT