Konten dari Pengguna

Mengenang Kebakaran Besar di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat (Batavia) tahun 1937

Maulana Akbar
Peneliti di Pusat Ekonomi Industri, Jasa, dan Perdagangan - BRIN
29 Agustus 2024 6:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulana Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanah Tinggi saat ini merupakan wilayah multi-budaya dengan berbagai macam budaya, etnis, dan lapisan masyarakat di Pusat Kota Jakarta. Bangunan-bangunan bagus dan kumuh ada disini. Gang-gang seperti labirin dengan penduduk padat.
ADVERTISEMENT
Lokasinya sekitar stasiun Senen.
Pada akhir abad ke-19 tanah tinggi merupakan perkampungan pinggir Batavia yang rindang. Jalanan tanah, dengan palang rel kereta memotongdari arah Stasiun Pasar Senen yang sudah beroperasi sejak 1887. Guaratan pinsil karya Krämer, J.F sangat indah membayangkan daerah padat tersebut dahulu sangat asri.
Spoorwachtershuisje op Tanah-Tinggi”, atau tempat penjaga kereta di rel kereta yang memotong Tanah Tinggi di tahun 1893. Sekarang mungkin Jl. Suprapto, Jakarta Pusat (Arsip Leiden)
Tahun-tahun setelahnya Tanah Tinggi pasti menjadi salah satu penyangga Ibu Kota Batavia. Seperti Depok-Tangerang-Bekasi (Detabek) saat ini, yang menjadi penyangga bagi para pekerja ibu kota, Tanah Tinggi merupakan pemukiman bagi para pekerja. Jaraknya tidak sampai 10 km menuju pusat kota Batavia.
Sekitar tahun 1937, Batavia menjadi salah satu kota penting wilayah kolonial Belanda. Pada saat itu investasi lagi tumbuh-tumbuhnya. Ada pabrik yang baru dibangun di Tanjung Priok oleh perusahaan General Motor.
ADVERTISEMENT
Perkampungan yang asri tersebut berkembang jadi pemukiman padat penduduk.
Rumah di Tanah Tinggi pada awal abad 21 terdiri dari bangunan-bangunan tua, dan rumah-rumah bambu yang berdempetan. Seperti rumah khas pada saat itu, kebanyakan memiliki halaman kecil dengan batas bambu. Tanah tinggi sudah seperti labirin dengan gang-gang yang berkelok.
Awal Mula Kebakaran Besar 1937
Pada hari Minggu, tanggal 15 Agustus 1937, Batavia sangat sibuk, termasuk di wilayah Tanah Tinggi. Batavia memang sedang panas-panasnya. Sudah beberapa bulan kemarau sehingga tanah menjadi kering.
Tidak ada yang mengira siang itu akan terjadi kebakaran hebat.
Penyebabnya kebakaran tidak diketahui (mungkin tidak ada yang mengakui hehe). Percikan api cepat menyebar karena diwartakan ada angin yang sepoi-sepoi. Sangking cepatnya, sudah dua puluh rumah terbakar dalam kurang dari 30 menit pertama kebakaran terjadi. Akhirnya, wilayah kebakaran melibatkan lahan seluas 1km.
Foto kebakaran dari salah satu potongan koran yang membakar kampung Tanah Tinggi (Dagblat De Grondwet, 17 Agustus 1937)
Pada saat itu memang sudah lama tidak terjadi kebakaran di Batavia. Pasukan kepakaran sangat siap dan mengerahkan pasukanya menuju Tanah Tinggi. Namun sayangnya, mobil-mobil pemadam kebakan tidak bisa masuk ke wilayah titik api. Bahkan, selang air sangat sulit masuk ke gang-gang tersebut.
ADVERTISEMENT
Mereka akhirnya berhasil menghentikan api berjam-jam hingga 300 rumah habis terbakar. Rumah yang terbuat dari bambu dan perabotan yang mudah terbakar, mengakibatkan sebagian besar warga kehilangan segalanya.
Rel kereta api di sepanjang Tanah Tinggi (Batavia) diblokir oleh orang-orang dan menyelamatkan barang-barang mereka selama kebakaran hebat yang mengamuk pada Minggu sore (Algemeen Handelsblad, 17 Agustus 1937)
Warga berbondong-bondong menyelmatkan apa yang bisa diselamatkan; baju, lemari, perabotan. Lalu, warga pergi ke ruangan terbuka. Satu-satunya daerah terbuka saat itu adalah wilayah rel kereta api. Banyak warga menyimpan barang dan menyelamatkan diri di titik tersebut.
Satu hal yang disyukuri, tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.
Respon Setelah Bencana
Atas kebakaran tersebut tercatat sekitar 1.653 warga (Terdiri dari 256 keluarga Pribumi dan 89 keluarga Tionghoa) yang tinggal di 300 lebih rumah kehilangan tempat tinggal. Kerugian yang terjadi sekitar f 27.000.
Sekitar 3 bulan stelahnya, di bulan November 1937, terdapat pertemuan penting yang dihadiri di balai kota, yang dihadiri oleh Hasan Sumadipraja (Bupati Batavia), Van Haeften (Asisten-resident), Khow Kim An (Dewan – perwakilan kelompok ethis Tionghoa), Khouw Lie Tjian (Kapten), Tiadi (Anggota Dewan), dan Sajid Mohamad Aboebakar Alatas (Ketua Penoeloeng Bahaja Kebakaran).
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi tersebut, Penoeloeng Bahaja Kebakaran (PBK) telah memberikan beberapa kali kontribusi pada bencana-bencana kebakaran. Namun, kejadian kebakaran di Tanah Tinggi terlalu besar sehingga perlu dibentuk panitia sementara untuk melakukan penggalangan dana pada dampak yang terjadi. Ketua panitia diduduki oleh Hasan Simadipraja dengan nama Comite Penolong Kebakaran Tanah Tinggi.
Sayangnya, saya tidak mendapatkan informasi lebih lanjut bagaimana panitia sementara ini melaksanakan programnya.
Di sisi lain, Pemerintah Hindia Belanda berencana untuk melakukan revitalisasi wilayah Tanah Tinggi. Salah satu perbaikan utama yang direncanakan adalah melebarkan jalan utama Tanah Tinggi, gang-gang yang akan dibuat lebih mudah untuk diakses, dan perbaikan drainase.
Refleksi saat ini
Saat ini, kebakaran masih menjadi persoalan utama di Jakarta. Beberapa waktu lalu, lingkungan padat di Manggarai mengalami kebakaran besar.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2021 saja, tercatat 1.535 kasus kebakaran yang dicatat oleh BPS.
Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan baru di Provinsi Jakarta untuk dapat menyelesaikan persoalan lama ini.