Konten dari Pengguna

Kilas Balik Gempa Alahan Panjang 1943 : Sebuah Pelajaran untuk Kesiapsiagaan

Maulana Arif
Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
31 Januari 2025 10:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulana Arif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alahan Panjang, terletak di Sumatera Barat, merupakan destinasi yang mempesona dengan keindahan alamnya. Dikelilingi oleh perbukitan hijau, pegunungan, dan hamparan sawah yang subur, daerah ini menawarkan pemandangan yang menenangkan. Udara sejuk pegunungan berpadu dengan hamparan danau dan perbukitan yang menyejukkan jiwa. Keindahan Alahan Panjang tidak hanya memikat mata, tetapi juga memberikan ketenangan bagi siapa saja yang ingin "melarikan diri" dari hiruk pikuk kehidupan perkotaan.
ADVERTISEMENT
Sejarah Gempa
Dibalik keindahan alam Alahan Panjang yang elok dipandang mata, tercatat sebuah peristiwa besar yang mungkin beberapa orang belum pernah mengetahuinya. Sejarah menyebutkan sekitar 81 tahun yang lalu, pada tanggal 9 Juni 1943 tepatnya pukul 03:06 dini hari terjadi sebuah gempa besar yang meluluh lantakkan Alahan Panjang. Gempa yang diperkirakan memiliki kekuatan 7.7 Mw tersebut merupakan jenis gempa tektonik darat akibat dari pergerakan patahan besar sumatera (Great Sumateran Fault) atau biasa dikenal sebagai Sesar Semangko dengan mekanisme pergerakan sesar geser kanan (dextral strike-slip fault) tepatnya pada segmen sesar sumani dan sesar suliti.
Patahan Besar Sumatera atau Sesar Semangko (sumber: Sieh dan Natawidjaja (2000))
Patahan segmen sumani dan suliti (sumber: Sieh dan Natawijaja (2000))
Berdasarkan informasi yang dipaparkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Barat, gempat terjadi tepatnya pada patahan segmen Sumani yang memiliki panjang patahan ± 60 Km, dimana ujung Utara segmen ini berada di sisi Utara Danau Singkarak, menyisir sisi Barat Daya danau tersebut melintasi daerah Kota Solok, Sumani, Selayo dan berakhir di Utara Danau Diatas, sebelah Tenggara Gunung Talang. Data United States Geological Survey (USGS) juga menyebutkan bahwa pusat gempa berada pada titik koordinat 0.938°S 100.937°E (26 km selatan Sijunjung) dan kedalaman 10 km. Guncangan gempa dirasakan pada skala MMI VII yang termasuk dalam kategori very strong dengan PGA (Peak Ground Acceleration) sekitar 0.21g. Gempa ini mengakibatkan kerugian nyawa 133 orang meninggal serta kerugian materil berupa 1929 rumah rusak berat.
Peta gempa Alahan Panjang 1943 (Sumber: Data USGS https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eventpage/iscgem899872/map)
Upaya Mitigasi/Kesiapsiagaan
ADVERTISEMENT
Lantas bagaimana langkah besar kita dalam menyikapi "cerita lama" ini? Tentu dengan mewujudkan masyarakat yang tangguh bencana sudah menjadi suatu hal yang wajib dicapai. Berikut ini beberapa langkah penting dalam kesiapsiagaan bencana gempa yang diadopsi dari standar internasional dalam mitigasi bencana secara non-struktural (Fathani dkk., 2017) yaitu:
1. Melakukan riset secara kontinu
Riset di bidang kebencanaan gempa sangat penting untuk meningkatkan pemahaman tentang perilaku gempa bumi dan dampaknya terhadap masyarakat serta infrastruktur. Melalui riset, ilmuwan dapat mengidentifikasi pola-pola aktivitas seismik, memetakan zona rawan gempa, dan merancang sistem peringatan dini yang lebih efektif. Ini membantu pihak berwenang dalam merencanakan mitigasi risiko, seperti pembangunan bangunan tahan gempa, serta menetapkan kebijakan untuk meminimalkan kerusakan. Selain itu, riset juga penting untuk edukasi masyarakat tentang langkah-langkah tanggap darurat dan cara melindungi diri saat gempa terjadi, yang pada gilirannya dapat mengurangi angka korban jiwa dan kerugian materi.
ADVERTISEMENT
2. Pendidikan, Sosialisasi dan Komunikasi
Sosialisasi dan komunikasi dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tanah bahaya gempa. Mengenal tentang bahaya gempa sudah menjadi suatu keharusan sejak di bangku sekolah dasar. Pendidikan kebencanaan seharusnya sudah diterapkan pada kurikulum di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi. Pendidikan kebencanaan tidak harus selalu dilaksanakan di dalam kelas dengan metode ceramah, namun juga bisa melalui kegiatan tambahan (ekstrakulikuler) dengan berkolaborasi bersama mitra terkait khususnya pemerintah. Tentu dengan adanya peningkatan pemahaman dan pendidikan terkait kebencanaan akan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
3. Pembentukan tim siap siaga bencana
Tim kesiapsiagaan dan tanggap bencana dibentuk melalui pertemuan yang melibatkan masyarakat, yang difasilitasi oleh pemerintah atau instansi terkait. Penunjukan anggota tim didasarkan pada kemampuan dan keahlian mereka dalam hal kesiapsiagaan, mitigasi, serta penanggulangan pasca-bencana gempa bumi. Jumlah divisi dalam tim ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat, untuk memastikan respons yang efektif. Tim ini memiliki tanggung jawab untuk merancang rute evakuasi yang aman dan efisien, yang kemudian akan diverifikasi oleh pejabat atau ahli dari otoritas lokal. Selain itu, tim juga bertugas untuk mengorganisir masyarakat, memastikan mereka dapat melakukan evakuasi dengan cepat dan teratur saat gempa terjadi atau setelahnya.
ADVERTISEMENT
4. Pembuatan peta dan jalur evakuasi
Tim siaga bencana, masyarakat, dan pemangku kepentingan menggunakan peta dan jalur evakuasi sebagai panduan utama dalam situasi darurat. Peta ini membantu mereka untuk berkumpul di titik kumpul yang telah ditentukan dan melaksanakan evakuasi dengan mengikuti jalur evakuasi yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Zona-zona evakuasi ini disusun oleh tim siaga bencana yang memiliki pengetahuan dasar tentang komunikasi dan telah mendapatkan verifikasi dari para ahli kebencanaan. Peta evakuasi mencakup berbagai unsur penting, seperti zona aman dan tidak aman, rumah-rumah beserta nama pemiliknya, fasilitas penting (sekolah, kantor, klinik, tempat ibadah), ruas jalan, jalur evakuasi, titik kumpul, serta area pengungsian, yang semuanya dirancang untuk meminimalkan risiko dan memastikan keselamatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
5. Membuat Standard Operational Procedure (SOP)
Standard Operational Procedure (SOP) memiliki peran yang sangat penting dalam manajemen kebencanaan. SOP berfungsi sebagai pedoman yang jelas bagi tim kesiapsiagaan bencana dan masyarakat dalam merespons bencana yang terjadi. SOP berisi langkah-langkah prosedural yang harus diikuti oleh tim tanggap darurat serta masyarakat dalam menghadapi situasi darurat, termasuk proses evakuasi dan tindakan penyelamatan. Penyusunan SOP dilakukan dengan mengacu pada hasil diskusi yang melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, badan kebencanaan, dan masyarakat setempat, serta arahan dari pemangku kepentingan terkait. Tujuan utama SOP adalah memastikan alur komunikasi yang jelas dan cepat dalam penyampaian informasi perintah evakuasi guna meminimalkan dampak bencana.
Itulah beberapa langkah strategis dalam upaya kesiapsiagaan bencana gempa bumi melalui mitigasi non-struktural yang berbasis pada pemberdayaan komunitas. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengurangi risiko bencana yang dapat terjadi akibat gempa di masa depan, serta meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana. Mitigasi non-struktural yang melibatkan pendidikan, pelatihan, dan pemahaman masyarakat menjadi sangat penting untuk menciptakan kesadaran serta kesiapsiagaan yang tinggi. Tentu, peran aktif dan kolaboratif antara pemerintah, akademisi, peneliti, serta masyarakat merupakan kunci utama untuk mewujudkan daerah yang lebih tangguh terhadap bencana dan meminimalkan kerugian yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT