Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Darurat Pendidikan Karakter di Indonesia
6 Oktober 2024 9:12 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Maulana Hanif Izzulhaq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbagai kasus kekerasan yang dilakukan anak dan remaja jadi potret betapa nilai karakter belum mengakar bagi sebagian generasi muda, jika dibiarkan nasib negara akan nelangsa karena dikelola generasi bertabiat tak bermartabat. Minimnya nilai integritas dan kejujuran yang kerap dipertontonkan para pejabat dan abdi negara tak dipungkiri buah dari lemahnya kerakater pada usia muda. Lantas, bagaimana nasib kita di 2045 nanti? Akankah kita menikmati Indonesia Emas? Apakah ada yang perlu dibenahi dalam kurikulum pendidikan kita? Memang PR yang sangat besar ketika membicarakan tentang pendidikan karakter.
ADVERTISEMENT
Belakangan ini banyak diberitakan kasus tindak pidana anak, seperti bullying, pemerkosaan, penganiayaan, dan sebagainya hingga mengakibatkan korban luka berat (baik secara fisik maupun mental) bahkan meninggal dunia. KPAI melalui kemendikbudristek mencatat sepanjang 2016-2022 terdapat hampir 3000 anak berhadapan dengan hukum, anak sebagai pelaku kekerasan seksual dan anak sebagai pelaku penganiayaan/kekerasan fisik menempati peringkat 2 teratas.
Beberapa waktu yang lalu, media massa sempat digegerkan oleh ulah sekelompok pemuda yang melakukan konvoi menggunakan senjata tajam. Berdasarkan pengakuannya, motif dan modus operasi para tersangka yaitu untuk berduel dengan kelompok pemuda lainnya. Sambil menuju ke lokasi duel, rombongan pemuda ini konvoi dengan sepeda motor sambil mengayunkan senjata tajam. Tidak hanya itu saja, kasus penganiayaan oleh seorang anak pejabat bernama Mario Dandy, kasus seksual guru dengan siswa di Gorontalo, kasus siswa yang menantang guru berkelahi, dan masih banyak lagi. Dari kasus-kasus tersebut harus kita sadari bahwa sudah sekacau ini kondisi moral generasi kita, bayangkan perasaan para pendiri bangsa jika mereka tahu keadaan moral generasi mudanya sebobrok ini. Kalau sudah begini apa yang mesti kita lakukan? Apakah masih ada harapan untuk menuju Indonesia Emas 2045?
ADVERTISEMENT
Berkaca pada hardiknas tahun 2019 jokowi pernah menyampaikan fokus utamanya yaitu pendidikan vokasi terutama pendidikan karakter. Namun, jika kita lihat keadaan saat ini, rasanya fokus tersebut belum dapat dikatakan berhasil dan masih perlu adanya keberlanjutan.
Kemudian apa tolok ukur keberhasilan pendidikan karakter? kemendikbudristek mengklaim indeks karakter dalam rapor pendidikan saat ini sudah berada dilevel 2, bagaimana artinya?
Pendidikan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab guru, melainkan tanggung jawab orang tua dan lingkungan tempat tinggal siswa. Secara garis besar ini disebut dengan tri pusat pendidikan ajaran Ki Hajar Dewantara (lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat). Maka dari itu, untuk menyukseskannya diperlukan dukungan semua pihak meliputi, orang tua, guru atau tenaga didik, sekolah, lingkungan tempat tinggal siswa dan tentu saja pemerintah.
ADVERTISEMENT
Di jaman sekarang, orang tua dan guru sering kali tidak paham nilai penting yang harus diperjuangkan dalam proses pendidikan. Itulah mengapa kemudian melahirkan anak-anak yang terdidik, yang bersekolah tapi bahkan untuk menghargai orang lain saja tidak bisa karena sudah terbiasa melanggar aturan kemudian dibiarkan, lalu terbiasa melihat orang lain menyakiti orang lain tetapi lingkungan juga membiarkan. Makanya ketika ada kasus-kasus kekerasan tawuran, ada orang bisa brutal, anak tidak merasa hati nurani terketuk karena anak itu tidak pernah punya pengalaman, dari langkah kecil itukan bisa menjadikan sebuah habit (kebiasaan).
Apalagi di era serba digital ini tantangan kian bertambah sehingga diperlukan pendampingan dan pengawasan ekstra dari orang tua dalam pembentukan karakter anak. Sebagai contoh dalam hal yang kadang terlihat sepele seperti, pemberian gadget kepada anak usia dini, orang tua sebaiknya membatasi penggunaan gadget saat anak masih berusia dini karena hal ini sangat berdampak terhadap pertumbuhannya. Semestinya anak yang masih usia dini bermain dengan teman sebayanya karena mereka perlu mengenal lingkungan sekitarnya lebih jauh. Sebagai orang tua pun sebaiknya membantu anak menemukan hobinya, memberikan kesempatan eksplorasi sehingga anak bisa menemukan apa yang benar-benar mereka sukai. Tujuannya supaya energi anak terarahkan ke kegiatan positif dan mengurangi perilaku negatif. Selain itu, jika anak sudah bersekolah bukan berarti orang tua bisa lepas dari tanggung jawab untuk mendidik anaknya.
ADVERTISEMENT
Menurut Kemendikbud, terdapat 18 nilai yang harus dikembangkan untuk membentuk karakter anak. Mungkin pengaplikasian sebagian nilai dari pendidikan karakter ini bisa dimulai lewat agenda rutin sebelum memulai mata pelajaran, pihak sekolah bisa menggelar kegiatan pembiasaan dengan agenda yang bervariasi tiap minggunya, seperti kegiatan cinta lingkungan. Dari kegiatan pembiasaan ini setidaknya ada 4 nilai yang ingin dicapai, yaitu berakhlah mulia, gotong royong, mandiri, dan kreatif. Akhlak mulia (anak diajarkan nilai-nilai menjaga dan mencintai lingkungan), gotong royong (anak diajarkan untuk bekerja sama dalam kegiatan membersihkan lingkungan), mandiri (anak diajak bertanggung jawab atas proses dalam hal ini menanam dan merawat tanaman), dan kreatif (anak diajarkan untuk menghasilkan sesuatu orisinil, bermanfaat dan berdampak lewat pembuatan kompos).
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk pembiasaan kejujuran dikelas, pihak sekolah bisa merapkannya lewat kehadiran “kotak kejujuran” sebab perilaku jujur lewat tindakan kecil ini bisa berdampak besar dikemudian hari. Sebagai contoh ketika ada perlengkapan kelas yang dirusak, tanpa harus takut melaporkan, si anak akan terlatih untuk berani mengakui kesalahannya dan melatih anak untuk melakukan refleksi (apasih yang udah aku lakuin hari ini). Bukan hanya itu saja, penataan ruang juga perlu diperhatikan supaya mereka tidak bosan dan nyaman ketika Pelajaran.
Dari semua hal tadi, tidak cukup rasanya jika tidak ada keterlibatan pihak pemerintah. Nasib kesejahteraan guru harus lebih diperhatikan, kurikulum harus selalu dievaluasi, guru tidak lagi dibebani tugas-tugas administratif, kemendikbudristek perlu menyiapkan modul-modul untuk kemudian bisa diadaptasi oleh masing-masing sekolah supaya konsentrasi guru untuk mengajar anak bisa maksimal, dan yang terpenting adalah pemerintah harus memprioritaskan anggaran untuk aspek pendidikan. Dengan begitu kita masih memiliki harapan menuju Indonesia Emas 2045 nantinya.
ADVERTISEMENT
Live Update