Konten dari Pengguna

Kesetaraan Dalam Pelayanan kesehatan, Apakah Benar-Benar Setara?

Maulana Susilo
Mahasiswa Keperawatan Universitas Airlangga
5 Januari 2025 16:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulana Susilo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Para penulis yang berkontribusi dalam pembuatan artikel ini
zoom-in-whitePerbesar
Para penulis yang berkontribusi dalam pembuatan artikel ini
ADVERTISEMENT
Kesetaraan dalam pelayanan kesehatan adalah aspek krusial yang menekankan akses yang adil dan seimbang terhadap layanan kesehatan untuk semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau faktor lain yang sering menghalangi. Prinsip ini penting karena kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental, seperti yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kesetaraan dalam pelayanan kesehatan juga menunjukkan pentingnya memberikan perhatian khusus bagi kelompok yang lemah, seperti wanita, anak-anak, dan orang tua yang sudah rentan, yang sering mengalami kesulitan lebih besar saat mencoba mendapatkan layanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Namun, masih banyak kasus ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan di negara Indonesia. Ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan merupakan permasalahan sosial yang harus menjadi fokus utama dalam dunia kesehatan. Ketidaksetaraan ini biasanya terjadi pada kelompok masyarakat ekonomi bawah dengan kelompok masyarakat ekonomi atas. Pada kelompok masyarakat ekonomi bawah, mereka seringkali kesulitan dalam mendapatkan akses, kualitas dan pelayanan kesehatan yang memadai.
Sebagai contoh nyata, kasus yang pernah ramai tahun lalu terjadi di Surabaya, Jawa Timur. Cahyadi, ayah dari pasien Nayla dan Kayla (14 tahun) pasien BPJS. Kedua anaknya didiagnosis dengan amandel parah dan perlu segera menjalani operasi. Rumah sakit menjanjikan operasi dalam waktu dua sampai empat minggu, tetapi setelah sebulan tidak ada kabar. Ketika keluarga menghubungi rumah sakit, mereka diberitahu bahwa masih ada enam pasien lain yang harus dioperasi terlebih dahulu dan bahwa operasi untuk kedua anak tidak bisa dilakukan bersamaan. Setelah seminggu menunggu, Cahyadi mengetahui bahwa anaknya berada di urutan ke-20 untuk operasi. Prosedur operasi yang tertunda menyebabkan kondisi kesehatan kedua anaknya semakin memburuk.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa ketidaksetaraan ini sangat berpengaruh pada kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan. Tidak jarang para oknum ini menganggap bahwa pasien BPJS “kurang menguntungkan” karena membayar pelayanan medis dengan harga yang lebih murah. Sehingga para oknum memiliki stigma bahwa pasien BPJS mendapatkan pelayanan yang lebih rendah dari pasien umum.
Adanya kasus ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan dikarenakan faktor ekonomi sosial, pembatasan kuota, gaji yang tidak seimbang bagi nakes dan/atau named, dan kebijakan rumah sakit.
Adapun hal yang dapat meminimalisir kasus ketidaksetaraan pelayanan kesehatan dengan melakukan penguatan infrastruktur kesehatan, peningkatan SDM kesehatan,mengembangkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan menerapkan teknologi kesehatan.
Kesetaraan dalam pelayanan kesehatan dapat tercapai apabila setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi, mendapatkan akses yang setara terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk mencapainya, dibutuhkan kebijakan yang inklusif yang mengedepankan pemerataan distribusi fasilitas dan tenaga kesehatan, serta penyediaan mekanisme jaminan sosial kesehatan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan upaya yang sudah disebutkan diatas diharapkan ketidaksetaraan dalam akses pelayanan kesehatan dapat diminimalisir, sehingga setiap individu, terutama mereka yang berasal dari kelompok ekonomi dan sosial yang lebih rendah, dapat memperoleh haknya untuk mendapatkan layanan kesehatan yang optimal.
ADVERTISEMENT