Konten dari Pengguna

Cerpen: Tentang yang Terjadi Saat Senja

Isma Maulana Ihsan
Founder Belajar Politik, Mahasiswa aktif S1 Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, aktifis pergerakan, mahasiswa gabut dan pengagum rahasiamu
13 Juli 2023 15:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana sore hari di gunung. Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sore hari di gunung. Shutterstock
ADVERTISEMENT
Aku ingin menulis kisah singkat yang terjadi saat mentari menuju tempat peristirahatannya, rencananya akan diungkapkan dengan kata-kata puitis juga dengan sajak-sajak yang indah. Tetapi selalu gagal, selalu menemui 'keanehan' dan ke-alay-an yang ku kira-kira sendiri, tidak keren dan terkesan pongah serta 'sok' romantis.
ADVERTISEMENT
Tetapi, aku bertekad untuk tetap menceritakannya, dengan bahasaku yang biasa aku gunakan; jujur dan sederhana-karena katanya, mengungkapkan cinta tak perlu dengan kata-kata yang indah nan romantis-tak butuh retorika yang bagus dan memukau; cinta selalu mewujud kesederhanaan.
Ada kecemasan dan ada pula harapan serta ketakutan yang turut mengiringi di sore itu, tatkala aku dan dirinya akan bertemu. Ada yang ingin aku ceritakan, yang selama ini senantiasa luput, keraguan yang selalu tumbuh menjadi semacam 'pengganggu' yang membuat aku terjebak dalam kondisi falibis-dalam kajian filsafat.
Aku mencoba untuk keluar dari distrupsi yang dibuat oleh harapan sendiri, menjadi semacam krisis dalam keterangan Gramsci yaitu nilai-nilai lama telah tercerabut namun nilai-nilai baru belum terbentuk. Sungguh, aku telah terhegemoni dan teralienasi dalam harapan-harapan sendiri.
ADVERTISEMENT
Konsensus kemudian diperlukan agar aku dapat menahan pohon harapan agar perasaan tidak tumbuh mengakar ke langit-langit rindu yang tak jatuh sebagai hujan. Aku melayang-layang dalam menikmati keindahan tutur kata, budi dan parasnya.
Senja itu, tatkala langit sedang dalam kondisi sendu, tak pula ia panas dan tak juga ia dingin-Bandung sedang ramah sore itu. Kami bertemu di parkiran kampusnya, ia telah melaksanakan kewajibannya beribadah pada Tuhan, disuruh pula aku menunggunya di tempat yang biasanya ramai, yang mendadak sepi.
Telah ku tekadkan bahwa semuanya harus ku sampaikan, telah ku susun tiap-tiap kata yang akan disampaikan, telah pula diduga-duga apa pula tanggapan yang akan diberikan.
Dalam rencanaku, aku akan mengatakan padanya :
"Hei, Nona. Untuk banyak waktu ke depan, aku akan memblokir semua akun media sosialmu, akan pula ku blokir nomor whatsapp mu, nomor kawan-kawan dekatmu, dan akan aku hapus semua jejak digitalku padamu,".
ADVERTISEMENT
Kemudian, aku yakin ia akan bertanya, "kenapa?".
Dan akan ku jawab :
"Sebabnya sederhana, selama ini aku jatuh hati pada perempuan yang hari ini mengenakan baju merah, berkerudung hitam dan mengenakan rok berwarna serupa dengan penutup rambutnya, aku ingin tahu seberapa besar cintaku padamu-dengan menghapus semua jejak dirimu dariku,".
Lantas, akan ku teruskan kalimat itu dengan, "Aku ingin mencari sebab kenapa aku mencintaimu, jika sebab itu tidak ku temukan, aku akan berlari pada hatimu, pada inti jiwaku. Namun jika akhirnya aku menemukan sebab kenapa aku jatuh cinta padamu, maka aku akan kembali membuka hubungan denganmu, artinya kita hanya layak sebagai dua orang insan yang saling mengenal bukan untuk saling bersama menjalani kehidupan,".
ADVERTISEMENT
Akan pula ku katakan, "Dan hari ini, sore ini. Aku bukan mau menembakmu, apalagi meminta dan menjadikanmu kekasih, pacar atau calon istri seperti yang sering kita temukan dalam kisah-kisah, aku hanya ingin memberitahumu satu pengetahuan yang tak akan kau temukan di dalam kelas perkuliahan...
...Satu rahasia yang tak satu orang intel milik negara manapun mengetahuinya, bahwa pengetahuan itu tak akan ku temukan dalam buku-buku yang sering kau baca, atau di dalam buku-buku yang tak kau baca...
Pengetahuan itu, adalah bahwa aku menaruh hati padamu, bahwa rinduku ternyata berpuankan engkau, bahwa kasih sayangku bermuarakan kamu, gadis manis yang berkacamata,
Dan harus kau ingat, sekali lagi bahwa aku tidak sedang menembakmu, pengungkapan ini hanyalah sebagai bentuk pemberitahuan informasi untukmu, aku sendiri pula sadar diri bahwa di antara aku dan kamu...
ADVERTISEMENT
Kamu mana mungkin-untuk sekarang ini mencintaiku, sebabnya biarlah aku yang mencintaimu, mendoakanmu dan merindukanmu. Karena di antara aku dan kamu, hanya aku yang pantas untuk mencintaimu seutuhnya...
Dan ingat! sekali lagi, apa yang aku sampaikan ini hanyalah sebagai bentuk pengetahuan untukmu, bukan sebagai bentuk permintaan di mana kau wajib untuk membalasnya,".
Namun, semuanya mendadak batal. Karena kata-kataku kemudian rontok dan gugurlah paragraf-paragraf panjang itu di hadapan wajahnya yang manis tatkala sinar mentari menjilati pipinya.