Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Kampus Kebun Binatang
11 November 2022 17:08 WIB
Tulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ini cerita lahir dari penuturan Kancil, hewan lugu tapi cerdik yang sedang digoda Singa, yang berkuasa bukan hanya di alam rimba raya tetapi juga di kebun binatang yang dikelola serampangan oleh mereka yang ugal-ugalan. Sahabat mungkin bertanya, kenapa sang singa dapat berkuasa?
ADVERTISEMENT
Soalannya mudah, karena sang Singa dekat dengan para penjaga yang ugal-ugalan tersebut. Sang singa dijadikan alat untuk mengatur semua hewan, yang sedari lama menuntut pembebasan, "Wong, sudah lama kebun binatang ini tidak dikunjungi pengunjung, boleh dong kami dikeluarkan" begitu tuntutan hewan-hewan yang kebebasannya dicuri.
Kancil menuturkan bahwa ia hendak keluar dari kebun binatang tersebut secara radikal-ekstrimis, jika meminjam bahasa yang sering disematkan oleh pemerintah lawaknesia kepada mereka yang dibersebrangan dengan kebijakannya. Pada hari yang telah ditentukan, Kancil akan bertekad akan melarikan diri dari cengkraman penjajahan kebun binatang.
Rencana itu telah diketahui Singa. Tentunya, dengan gagah dan berani serta melakukan upaya konsolidasi dan lain semacamnya dan tentunya, sebagai seorang kaki tangan para penjaga ia berkewajiban menjaga dan menjegal agar Kancil tidak lari keluar.
ADVERTISEMENT
Upaya pertama dilakukan, ia menghubungi seorang kerabat lama. Namanya Harimau, memintanya untuk membujuk Kancil agar tidak lari keluar, ia pun mengiyakan. Tetapi, Kancil telah bertekad. Katanya, "Pantang seorang hewan pergerakan keluar dari prinsip dan nilai yang diyakininya".
Upaya kesatu gagal, giliran Singa sendirilah yang maju menghadapi Kancil, ia memberikan jaminan; makanan yang lebih enak, tempat tinggal yang lebih layak hingga jika perlu ia akan memberikan seekor Kancil betina agar ia senang dan tetap tinggal.
Namun, nampaknya Kancil memang hewan yang tahan godaan, hewan yang menolak segala bentuk gratifikasi apapun. Ia tetap menolak ajakan Singa untuk tetap terjebak dalam pengekangan dan penjajahan.
"Baiklah kalau begitu, maka kau sudah mengibarkan bendera perang, Kancil!" ancam Singa yang nampaknya marah, ajakannya ditolak mentah-mentah.
ADVERTISEMENT
Hari itu pun tiba, Kancil berhasil keluar kandangnya dan berlari menuju kebebasan. Namun, malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih; senapan menembak kakinya, berlumuran darah itu. Dari arah yang jauh, Singa melolong puas dengan keadaan Kancil yang akan menemui ajalnya.
Singa telah yakin bahwa ia telah memberikan pelajaran bagi Kancil agar jangan sesekali melawannya, jangan sesekali pergi dan meninggalkan apa yang tengah ia kuasai. Singa telah yakin ia telah melumpuhkan mereka yang masih melawan dan membuat takut mereka yang akan melawan.
Namun dari arah yang sama, bermunculan hewan-hewan lain yang sama-sama memiliki semangat kebebasan Kancil, dengan gagah berani mereka menabrak Singa yang tengah tertawa sembari berteriak, "Lawan, Lawan Lawan!"
ADVERTISEMENT
Singa lupa bahwa keadilan akan selalu tumbuh dari hati nurani orang-orang yang masih memilikinya, meski ketakutan mendekapnya, api kebenaran masih akan tetap hidup dan menyala-nyala. Kancil pun terselamatkan, kebun binatang resmi ditutup bersama dengan ketidakadilan yang dibersihkan.
Kisah ini merupakan satire saja, diluaran sana kita banyak melihat bagaimana seorang pengajar dalam hal ini dosen di dunia kampus serta pejabat-pejabat yang tidak amanah dan oknum-oknum aparat yang menggunakan kekuasaannya untuk meraih apa yang menjadi kepentingan pragmatisnya meskipun hal tersebut bertentangan dengan kemanusiaan manusia.
Tugas mereka yang masih memiliki nurani adalah tetap bertekad agar supaya kemanusiaan manusia tetap hidup.