Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Lalim: Istikhlaf Abu Bakar pada Umar Tak Ada Nepotisme
6 Oktober 2024 15:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya tertawa sendiri melihat bagaimana opini yang disajikan oleh sahabat Ubaidillah Amin Moch yang juga terbit di Kumparan berjudul Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Layaknya Istikhlaf Abu Bakar pada Umar .
ADVERTISEMENT
Sangat jelas argumentasi tersebut jauh dari realitas yang ada, selain karena argumentasi yang dikeluarkan telah menyimpang jauh dari fenomena politik empirik yang terjadi pun dibarengi dengan analogi sejarah yang juga ngawur.
Hal ini nampak dalam beberapa clip episode antara kehendak Jokowi dan kehendak Prabowo yang akhirnya tak bertemu dalam satu kepentingan yang sama, padahal sebelumnya kita melihat bagaimana Prabowo yang begitu 'fanatik' terhadap apa yang dilakukan Jokowi.
Keretakan antara Presiden baru dan 'Raja lama' pun memang sudah menjadi rahasia umum, sesuatu yang sudah terang seperti matari sudah tidak perlu lagi dibuktikan bahwa matari itu ada atau tidak, karena sudah secara jelas bahwa sinarnya terasa.
Memang diakui, kemenangan Prabowo pada Pilpres 2024 lalu ada andil besar dari Joko Widodo sebagai Presiden RI. Cawe-cawenya bahkan telah dibongkar secara begitu telanjang melalui Dirty Vote, jadi sebenarnya bukan karena masyarakat puas-puas banget dengan kinerja Jokowi melainkan karena ada cawe-cawe sebagaimana dipaparkan dalam film tersebut.
ADVERTISEMENT
Anehnya, argumentasi yang disajikan oleh Ubaidillah ini jelas tidak mendasar, apalagi, ia secara eksplisit menyebut bahwa transisi kepemimpinan dua orang yang awalnya saling berlawanan ini ditemukan pedanannya pada literatur sejarah keislaman.
Pedanan sejarah yang dimaksud merujuk pada bagaimana peralihan kuasa dari Abu Bakar r.a kepada Umar ibn Khattab r.a, saat itu di antara para sahabat Nabi bingung untuk menunjuk siapa yang dinilai layak untuk menggantikan Abu Bakar.
Setelah melalui diskusi alot, akhirnya para sahabat memutuskan untuk menyerahkan dan meminta pendapat dari sang khalifah, Abu Bakar lantas menyebut bahwa Umar ibn Khattab dinilai paling cocok untuk menggantikannya, para sahabat lantas menerima dan mentaatinya.
Kisah pelantikan Umar ini dapat dilihat misalnya dalam kitab Tarikh at-Thabari karya Syaikh Muhammad Jarir at-Thabari. Sayangnya, Syaikh at-Thabari tidak menyebutkan bahwa pergantian kekuasaan dari Abu Bakar turut disertai dengan nepotisme sebagaimana yang dinampakan oleh Jokowi kepada Prabowo.
ADVERTISEMENT
Istikhlaf dalam siyasah Islam memang dapat dijadikan salah satu cara atau patokan penentuan pergantian kekuasaan dari khalifah kepada penerusnya, namun, dalam literatur ini tidak sama sekali disinggung pergantian kekuasaan itu harus dibarengi dengan penitipan anak sebagai wakilnya.
Bahkan, Umar sebagai seorang khalifah yang sederhana tidak hanya menolak tetapi menentang keras perilaku-perilaku nepotisme dan seperangkat kawan-kawannya. Ini terlihat dari bagaimana ia menolak anaknya untuk dijadikan penerusnya di penghujung kekuasaan sekaligus di usia senjanya.
Artinya, transisi kepemimpinan Jokowi ke Prabowo sebenarnya jika kita melihat dengan hati yang bersih dan mata yang tajam tidak akan menemukan korelasinya dengan apa yang dilakukan Abu Bakar kepada Umar. Keduanya jelas merupakan dua kasus yang berbeda.
Abu Bakar melakukan pergantian kekuasaan kepada Umar tidak dilakukan dengan upaya genggam-menggenggam dan tukar-menukar kekuasaan serta tidak disertai dengan nepotisme, sebaliknya, Jokowi dan Prabowo melakukan upaya-upaya tertentu dalam rangka melanggengkan dinasti dan cengkraman kekuasaannya.
ADVERTISEMENT
Maka, menyamakan antara peralihan kuasa Jokowi ke Prabowo seperti Abu Bakar ke Umar merupakan sesuatu yang bersifat zalim, karena lagi dan lagi, tidak ada nepotisme di dalam Islam dan tidak boleh menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasaan. Islam menghendaki etika bukan melanggar etika.
Hari ini, saat cengkraman kekuasaan Jokowi mulai melemah, loyalisnya pun akan segera berpindah. Ditambah dengan fufufafa yang membuat marah keluarga besar Prabowo maka keduanya pun dipastikan akan segera merenggang, terlebih hembusan angin PDI-P yang akan segera bergabung koalisi Prabowo pun semakin membuktikan jika hubungan keduanya memang sudah menuju putus.
Jika dianalogikan sebagai sebuah lagu, maka hubungan antara Prabowo dan Jokowi seperti lagu Judika berjudul Putus atau Terus, dalam liriknya terdapat satu bunyi: kita sedang mempertahankan hubungan atau hanya sekedar menunda perpisahan?.
ADVERTISEMENT
Adios!