Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mahasiswa Jangan Diharapkan Dulu
2 Oktober 2024 18:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan, saya merasa geli sendiri dengan Soe Hok Gie yang bagi saya terlalu mendewakan peranan dan fungsi mahasiswa. Bagi zamannya, barangkali benar mereka merupakan pewaris estafet kepemimpinan nasional dan mempunyai andil besar dalam eskalasi perubahan bangsa ke arah depan yang lebih mapan.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa kerap "dibebani" serangkaian peran fungsi yang terlampau jauh, utopis sekaligus juga mengerikan karena mengawang di atas awan tetapi kaki sendiri masih memijak di tanah. Sematan seperti agen perubahan, agen sosial kontrol, penjaga dan pelindung moral hingga entek-entek lainnya menjadi simbol kemahasiswaan.
Seolah tidak kait-kelindan alias bertepuk tangan sebelah, sematan-sematan tadi sungguh jauh dari realitasnya; sekarang, kita menemui mahasiswa-mahasiswa yang justru tak dapat memenuhi sematan tadi, hemat saya, sematan-sematan yang menjadi simbol hanya menjadi penghibur mahasiswa dan menjadi alasan saja untuk mereka menunda kerja selama empat atau tujuh tahun saja.
Pikiran-pikiran mahasiswa Indonesia hari ini, atau mahasiswa Islam Indonesia tak pernah mampu menjawab tantangan zaman, tidak secara sepenuhnya, tetapi pada ranah-ranah yang diperlukan dan menjadi musti mereka alpa. Penjaga moralitas dan etikabilitas tak nampak dalam perilaku politik kampus mereka, semangat menjaga kesetaraan dan persamaan tidak ditampilkan dalam upaya mencipta peradaban kampus.
ADVERTISEMENT
Justru sebaliknya, kita menemui kampus yang menjadi sumpek, penuh premanisme, penuh ambisi kuasa yang menghalalkan segala cara, mahasiswa-mahasiswa ini kemudiannya mendoktrin adik-adiknya di dalam masa orientasi pengenalan kampus, mereka tidak dididik berpikir secara ilmiah yang penuh objektifitas dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan.
Malahan yang nampak adalah diciptakannya pemikrian yang seragam, pluralitas pikiran serta toleransi tidak hidup. Mereka tak ayal seperti segerombolan bebek-bebek yang diasuh dan diarahkan oleh sang peternak, pertenaknya ini ialah ambisi senior-seniornya, ambisi kuasa yang tak berpijak untuk kemaslahatan bersama. Pemikiran ini, telah dinampakan sejatinya oleh Jokowi, dan kita mengenalnya dengan Jokowisme.
Jokowisme di kalangan mahasiswa telah menjamur dan menjadi paradigma. Hal ini diperparah dengan tidak sadar sekaligus insyafnya mereka terhadap apa yang mereka lakukan justru bersifat merusak, mahasiswa-mahasiswa seperti ini telah meninggalkan isak tangis buruh-buruh pabrik yang dirampas haknya, telah meninggalkan perjuangan para kaum-kaum yang tertindas di persimpangan sejarah, mahasiswa ini telah melunturkan semua sifat kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Semua bergejejala pada masa orientasi yang tak jelas orientasinya ke mana, hal ini menyambung dari tulisan kami sebelumnya PBAK: Pengenalan Badut dan Akumulasi Kapital di kampus Gunung Djati. Masa orientasi yang tak dinisbatkan pada penanaman sifat-sifat kemanusiaan dan penumbuhan premanisme hingga sikap chauvinistik jurusan telah menjadi ritual, adat, atau barangkali tuhan dengan huruf "t" kecil bagi sebagian besar kampus di tanah air.
Di sisi lain, kurikulum pendidikan kita yang dihilirisasi pada kepentingan pasar kapitalistik telah mampu pula merubah bagaimana seharusnya pendidikan diarahkan untuk bangsa Indonesia. Penanaman moralitas, semangat memerjuangkan kebersamaan, kesetaraan dan pluralitas pikiran tidak tumbuh, hasilnya, budaya menjilat, praktik berbohong dan pelanggaran etika akademis seperti joki tugas menjadi marak, di kalangan mereka yang disebut agen perubahan.
ADVERTISEMENT
Perilaku-perilaku menyimpang saat KKN yang hanya menjadi semacam pemindahan tidur semata karena sang Ketua tak mempunyai arahan jelas sebagai akibat dari pendidikan kampus yang tak jelas orientasinya telah pula menjadi simbol bahwa kita tidak bisa berharap banyak terhadap mahasiswa hari-hari ini, di manapun kampus mereka.
Mahasiswa Jangan Diharapkan Dulu
Sungguh aneh sekaligus lucu pada akhirnya, jika pembangunan nasional kita, jika semangat dalam membangun peradaban bangsa ke depannya kita harapkan pada mahasiswa yang secara perilaku tidak jauh berbeda dengan orang-orang elite kita yang pantas ditembak mati di lapangan monas itu.
Hanya saja, kepada siapa pada akhirnya kita musti berharap? kepada siapa estafeta kepemimpinan bangsa ini diserahkan ke depannya? siapakah yang akan mengisi kalangan elite lagi nanti setelah elite-elite sekarang kita tembak mati di lapangan monas itu? kita, tetap memerlukan figure, golongan, yang mampu membawa simbol perubahan.
ADVERTISEMENT
Namun, aku kembali berada dalam kondisi dilematis, tetapi, di sini bukanlah surga Tuhan yang serba semuanya sempurna, ini adalah bumi manusia; kebaikan dan keburukan berdampingan, menjadi udara dan menjadi nafas kita.
Bumi manusia kita tidak menawarkan tentang keindahan yang sejati, kebenaran yang hakiki pun tak memberi kita kepastian yang paling pasti, semuanya dinamis; berjalan secara garis sadar kita, berjalan secara menyebalkan bersama dengan hirup nafas manusia, dunia yang hijau yang aneh, lucu tetapi juga mengandung amarah.
Memang mahasiswa-mahasiswa itu belum bisa diharapkan, tetapi di luar sana, ada jutaan orang, ada ribuan orang, ada puluhan orang bahkan barangkali hanya ada satu orang yang meneriakan keadilan, dan kalian saksikan, yakinkan sekaligus pastikan bahwa itu adalah diri kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Biarkan dunia berjalan sebagaimana inginnya, tugas kita adalah menjaga kemanusiaan itu tetap hidup dengan peran, fungsi dan wewenang masing-masing yang kita punyai, kita harus pandai setinggi langit, harus banyak baca buku sebanyak mungkin dan tidak melupakan bahwa kita manusia dan harus berpihak pada segala bentuk kebenaran dan keadilan.
Bumi dan kehidupan di dalamnya telah mempunyai kenyataannya sendiri hari-hari ini, biarkan, kita harus menerima kenyataan itu, tetapi jangan dilupa di dalam kamus umat manusia kita mengenal diksi "kemajuan", artinya kita dapat membuat kenyataan-kenyataan baru, membuat kemajuan itu nyata. Dan itu, tidak bisa diharapkan dulu untuk mahasiswa, karena setiap kita, mampu untuk melakukannya karena kita adalah hamba Tuhan yang diberi kesadaran berpikir dan berpihak. (*)
ADVERTISEMENT