Konten dari Pengguna

Prabowo Buta Sejarah Gagap Konsep Dasar

Isma Maulana Ihsan
Founder Belajar Politik, Mahasiswa aktif S1 Ilmu Politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung, aktifis pergerakan, mahasiswa gabut dan pengagum rahasiamu
6 Januari 2025 11:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isma Maulana Ihsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tikus. /Dokumen Milik Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tikus. /Dokumen Milik Pribadi.
ADVERTISEMENT
Tahun 2024 merupakan tahun politik yang penuh pembelajaran bagi bangsa ini, setidaknya ada dua pemilihan serentak yang dilakukan serta wacana-wacana politik menggelitik yang menuntut hati nurani untuk segera mengungkapkannya.
ADVERTISEMENT
Teranyar, Presiden Prabowo mengusulkan satu wacana perihal pemilihan kepala daerah oleh DPRD pascapemilihan kepala daerah serentak bulan lalu, tentunya pasti presiden berangkat dari pembacaan evaluasi politiknya atas kontestasi daerah ini.
Perdebatan di ruang publik segera menggema, pro kontra berdatangan ke sana-sini menjadi diskursus hangat di tengah cuaca dingin penghujung tahun yang diwarnai oleh hujan yang menumbuhkan daun-daun di hari-hari kemudian.
Bedanya, hujan wacana yang dijatuhkan Prabowo tidak menumbuhkan. Justru meruntuhkan, meniadakan dan menghilangkan hak-hak dasar warga negara di dalam negara republik yang demokratis.
Setidak-tidaknya hal ini nampak dari ketidakpahaman Prabowo atas sejarah bangsa yang menuntut diadakannya kebebasan dan persamaan warga negara di dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Dalam demokrasi, basis ontologisnya adalah warga negara. Sebabnya, mereka harus diberi hak dan kewajiban yang sama tidak pandang bulu agama, ketiak sara atau pun warna-warna lain yang dijadikan identitas pribadi dan sosialnya.
ADVERTISEMENT
Penjaminan hak warga negara ini sebagai atas respons sejarah manusia secara keseluruhan, terutama manusia-manusia Indonesia yang senantiasa dikerangkeng pemikiran dan tidak lakunya baik oleh penjajahan bangsa lain atau pun feodalisme bangsa sendiri.
Sejarah Indonesia, adalah sejarah tentang pembebasan manusia atas segala penghisapan dan bentuk kebodohan serta ketidakadilan. Revolusi 1945, reformasi 1998 adalah suatu contoh atas kemuakan bangsa pada suatu kondisi yang penuh penghisapan kemanusiaan dan penghancuran keadilan.
Pemimpin, seyogiyanya paham dan mengerti betul tentang sejarah bangsa, tentang hak asasi manusia serta serentetan tuntutan manusia sepanjang sejarah yang menuntut persamaan dan kesetaraan untuk membangun dunia baru yang hijau dan juga lucu dalam arti gemes bukan gemoy yang otoriter.
Untuk menjamin kebebasan, persamaan dan kesetaraan sebagai semangat sejarah bangsa itu, maka perumusan kebijakan dalam konteks politik elektoral haruslah diserahkan kepada rakyat. Vox populi vox deus menjadi dalil sekaligus aksioma penyelenggaraan pemilihan pemimpin bangsa.
ADVERTISEMENT
Seorang pemimpin yang terlepas dari sejarah tuntutan masyarakat praktis akan menjadi pemimpin yang tidak egliter dan gagal paham perihal konstitusi pula. Yang ditakutkan, narasi wacana dari pemimpin seperti ini akan menenggelamkan bangsa kepada bentuk penjajahan oleh bangsa sendiri di kemudian hari.
Karenanya kemudian, Prabowo alangkah baiknya memahami betul apa yang dituntut oleh bangsa dan manusia secara keseluruhan sepanjang sejarah perjuangan dan pergerakannya. Jangan sampai, Prabowo menjadi orang yang disebut tak paham sejarah dan gagal paham konsep dasar.
Sebagaimana hal ini nampak dari komparasi yang dilakukannya perihal efisiensi pemilihan pemimpin oleh dewan rakyat, ia membandingkannya dengan Malaysia yang notabenenya sistem pemerintahan berbentuk parlementer, India dan Singapura dengan sistem campurannya.
Semoga tahun 2024 yang akan segera ditutup ini, pembelajaran dan hikmah politik di dalamnya tak hanya dipelajari dan dimafhumi oleh rakyat secara keseluruhan tetapi juga oleh Presiden dan kawan-kawannya agar sama-sama belajar dalam mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara ini tanpa lepas dari sejarah tanpa alfa terhadap konstitusi. (*)
ADVERTISEMENT