Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Wabah Demam Berdarah: Ancaman Kesehatan di Tengah Perubahan Iklim
12 September 2024 10:37 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Maulana Alhamdi Stivani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di beberapa rumah sakit di Indonesia, terjadi lonjakan signifikan kasus demam tinggi, terutama pada anak-anak. Banyak dari kasus ini ternyata disebabkan oleh infeksi virus dengue, yang memicu penyakit demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD). Peningkatan kasus ini bukan hanya mencerminkan kondisi kesehatan masyarakat yang memburuk, tetapi juga merupakan tanda jelas bahwa perubahan iklim sedang memainkan peran besar dalam penyebaran penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, khususnya di daerah-daerah tropis seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan RI, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 19.756 kasus demam berdarah dengue dengan 261 kematian, menunjukkan kenaikan sekitar 15% dibandingkan tahun 2022 yang mencatatkan 17.189 kasus dan 232 kematian. Memasuki tahun 2024, hingga Agustus, jumlah kasus terus mengalami lonjakan drastis dengan 13.578 kasus dan 183 kematian.
Angka ini bahkan telah melampaui jumlah total kasus pada periode yang sama tahun 2022, yang tercatat sekitar 10.342 kasus dengan 150 kematian. Peningkatan ini sangat mencolok, terutama di Jakarta yang melaporkan lebih dari 1.500 kasus baru dalam dua bulan terakhir, serta di wilayah Sumatra dan Kalimantan yang mengalami kenaikan hingga 25% dibandingkan tahun 2023. Data ini menunjukkan bahwa tren peningkatan kasus tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan yang terdampak perubahan pola cuaca dan curah hujan yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Peningkatan Kasus
Perubahan iklim memiliki dampak signifikan terhadap peningkatan kasus demam berdarah, terutama melalui perubahan suhu dan pola cuaca yang mendukung perkembangan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama penyebar virus dengue. Analisis iklim dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa beberapa daerah di Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Papua berada dalam status waspada hingga awas terkait curah hujan tinggi, yang menciptakan genangan air sebagai tempat berkembang biak nyamuk.
Di sisi lain, wilayah seperti Aceh, Sumatera Selatan, Jawa, dan Nusa Tenggara menghadapi kekeringan meteorologis, meskipun suhu rata-rata permukaan saat ini berkisar antara 25-27°C dan diprediksi meningkat hingga 29°C pada Dasarian II September. Peningkatan suhu global menyebabkan musim panas lebih panjang dan hangat, mempercepat siklus hidup nyamuk serta replikasi virus di dalam tubuhnya. Selain itu, curah hujan yang ekstrem dan tidak terduga menciptakan genangan air yang ideal untuk pertumbuhan larva nyamuk. Kenaikan permukaan air laut juga memperburuk situasi dengan banjir rob yang meningkatkan jumlah habitat nyamuk di daerah pesisir.
ADVERTISEMENT
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa pola hujan dan suhu yang berubah selama beberapa dekade terakhir berkorelasi dengan peningkatan kasus demam berdarah di Indonesia. Penelitian lain menyebutkan bahwa perubahan iklim memperluas wilayah penyebaran nyamuk Aedes aegypti, sehingga daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpapar kini menghadapi risiko lebih besar.
Gejala yang Harus Diwaspadai dan Kapan Harus Dibawa ke Rumah Sakit
Demam dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Gejala utamanya meliputi demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, serta ruam kulit. Biasanya, demam dengue tidak disertai dengan perdarahan, tetapi bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih parah jika tidak ditangani dengan baik.
Di sisi lain, demam berdarah dengue (DBD) adalah bentuk yang lebih serius dari infeksi dengue. Gejala DBD mirip dengan demam dengue namun disertai dengan perdarahan internal yang bisa mengancam nyawa. Gejala khas DBD meliputi perdarahan dari gusi, mimisan, dan bintik merah pada kulit, serta penurunan kadar trombosit dalam darah yang dapat menyebabkan syok.
ADVERTISEMENT
Gejala yang Perlu Diwaspadai:
1. Demam Tinggi: Suhu tubuh mencapai 40°C atau lebih, muncul mendadak, dan berlangsung 2-7 hari.
2. Sakit Kepala Hebat: Terutama nyeri di belakang mata.
3. Nyeri Otot dan Sendi: Nyeri intens yang sering disebut "demam breakbone."
4. Mual dan Muntah: Mual berkelanjutan dan muntah menunjukkan infeksi yang semakin parah.
5. Ruam Kulit: Ruam merah menyebar di seluruh tubuh setelah beberapa hari demam.
Kapan Harus Dibawa ke Rumah Sakit:
• Demam tinggi mendadak yang tidak merespons obat penurun demam.
• Sakit perut parah yang terus-menerus.
• Kehilangan nafsu makan atau kesulitan makan dan minum.
• Gejala perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah, atau bintik merah pada kulit.
• Kelelahan ekstrem atau perubahan perilaku, seperti kebingungan.
ADVERTISEMENT
Perbedaan antara Demam Dengue dan Demam Berdarah
Demam dengue adalah infeksi virus dengue yang umumnya disertai demam tinggi, sakit kepala, dan nyeri sendi tanpa perdarahan. Sebaliknya, demam berdarah adalah bentuk lebih parah dengan perdarahan internal yang bisa mengancam jiwa jika tidak ditangani segera. Virus dengue memiliki empat serotipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4), dan infeksi satu serotipe tidak memberikan kekebalan terhadap serotipe lainnya. Ini berarti seseorang bisa mengalami infeksi dengue hingga empat kali, dengan risiko lebih tinggi terkena demam berdarah pada infeksi berikutnya.
Penyebab dan Faktor Risiko Demam Berdarah
Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama penyebaran virus dengue. Nyamuk ini berkembang biak di genangan air, baik di dalam maupun di luar rumah, seperti pada pot bunga, ban bekas, atau wadah-wadah air yang terbengkalai. Faktor risiko terbesar wabah demam berdarah adalah keberadaan genangan air yang tidak dikelola dengan baik. Kombinasi kondisi lingkungan yang kumuh, rendahnya kesadaran masyarakat, dan iklim yang mendukung perkembangan nyamuk menjadi faktor penyebab utama penyebaran penyakit ini. Urbanisasi dan kepadatan penduduk juga memperburuk situasi, karena nyamuk Aedes aegypti lebih suka lingkungan perkotaan yang padat penduduk, memudahkan penyebaran virus dari satu orang ke orang lain. Oleh karena itu, daerah perkotaan dengan sanitasi buruk sangat rentan terhadap wabah demam berdarah.
ADVERTISEMENT
Dampak Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pemerintah
Peningkatan kasus demam berdarah berdampak serius pada kesehatan masyarakat. Kasus yang semakin meningkat menyebabkan beban berat pada fasilitas kesehatan, dengan banyak rumah sakit mengalami tekanan untuk menangani pasien demam berdarah yang terus meningkat. Angka kematian yang meningkat juga mencerminkan dampak kesehatan yang signifikan.
Pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai program untuk mengatasi wabah demam berdarah, seperti program fogging, edukasi masyarakat, dan kampanye 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Namun, ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaan program-program ini, seperti kurangnya konsistensi dalam pelaksanaan fogging, minimnya partisipasi masyarakat dalam program pencegahan, dan masalah anggaran yang sering menghambat efektivitas program.
Masyarakat memainkan peran krusial dalam mencegah demam berdarah dengan menjaga kebersihan lingkungan dan menghilangkan genangan air, langkah-langkah kunci dalam mengurangi risiko penyebaran penyakit ini. Selain itu, berpartisipasi aktif dalam program pencegahan pemerintah, seperti fogging dan kampanye 3M (Menguras, Menutup, Mengubur), sangat penting.
ADVERTISEMENT
Beberapa tindakan pencegahan mandiri yang dapat dilakukan meliputi:
• Konsumsi Air Putih dan Menjaga Hidrasi: Mengonsumsi air putih secara rutin membantu tubuh tetap kuat dalam melawan infeksi dan menjaga kesehatan secara umum.
• Menghindari Gigitan Nyamuk: Gunakan lotion anti-nyamuk dan pakaian yang menutupi kulit saat berada di luar ruangan, terutama pada pagi dan sore hari ketika nyamuk Aedes aegypti aktif.
• Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat: Menjaga kebersihan diri dan lingkungan, termasuk membersihkan area yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk dan memastikan tidak ada genangan air di sekitar rumah.
Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat telah efektif dalam menekan angka kasus demam berdarah, seperti yang terlihat dari keberhasilan program gotong royong untuk membersihkan lingkungan. Untuk menghadapi tantangan yang semakin besar akibat perubahan iklim, perlu diperkuat kebijakan adaptasi perubahan iklim yang fokus pada mitigasi risiko kesehatan, termasuk peningkatan edukasi, pemantauan vektor, dan pengembangan infrastruktur kesehatan lingkungan. Teknologi, seperti penggunaan drone, aplikasi kesehatan, dan sistem deteksi dini berbasis data cuaca, dapat meningkatkan respons terhadap wabah dengan memberikan data akurat dan pemantauan efektif. Dengan lonjakan kasus yang signifikan setiap tahun, penting untuk memperkuat program pencegahan dan melibatkan teknologi serta kebijakan adaptasi perubahan iklim guna melindungi kesehatan masyarakat dan mengatasi dampak perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Maulana Alhamdi Stivani | Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat – Fakultas Kedokteran – Universitas Syiah Kuala