Konten dari Pengguna

Kekerasan Seksual: Melihat dengan Hati, Beraksi dengan Nurani

Maulida Isna Kamalia
Mahasiswa aktif di Telkom University Purwokerto Prodi Teknik Industri
7 November 2024 14:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulida Isna Kamalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kekerasan Seksual. (Sumber Foto: iStockphoto).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kekerasan Seksual. (Sumber Foto: iStockphoto).
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual mencakup berbagai bentuk, termasuk pelecehan, perkosaan, eksploitasi, dan bentuk tindakan tidak pantas lainnya yang memaksa seseorang untuk terlibat dalam aktivitas seksual tanpa persetujuan. Ini bukan hanya masalah "keinginan" atau "nafsu," tetapi lebih dalam, yaitu soal kekuasaan dan kontrol yang dipaksakan kepada korban.
ADVERTISEMENT
Hal ini tidak terbatas pada jenis kelamin tertentu; perempuan, laki-laki, bahkan anak-anak, semua bisa menjadi korban. Terkadang, pelaku adalah orang terdekat, seperti anggota keluarga atau teman, yang seharusnya menjadi pelindung, namun malah menyalahgunakan kepercayaan.
Korban kekerasan seksual sering kali mengalami trauma yang mendalam. Ini bukan hanya soal luka fisik yang mungkin bisa sembuh, tetapi juga luka batin yang bisa bertahan bertahun-tahun atau seumur hidup. Rasa takut, kecemasan, bahkan depresi menjadi sahabat yang tidak diinginkan, membuat mereka kesulitan untuk mempercayai orang lain atau bahkan merasa nyaman dengan diri sendiri.
Stigma sosial juga menjadi salah satu hambatan besar dalam proses penyembuhan korban. Alih-alih mendapatkan dukungan, banyak korban yang justru dipersalahkan, disalahpahami, atau dihakimi. Mereka takut untuk bersuara karena khawatir akan mendapat penghakiman, merasa bahwa mereka sendiri yang "memicu" kejadian tersebut, padahal kenyataannya tidak ada alasan apapun yang bisa membenarkan kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat, peran kita sangat penting dalam mendukung korban kekerasan seksual. Kita harus mengubah cara pandang kita—dari sekadar "menyalahkan" atau "menghakimi" korban, menjadi mendengarkan, memahami, dan memberikan dukungan yang tulus.
Kita bisa memulainya dari langkah kecil, seperti berhenti menyalahkan korban atau menyebarkan mitos yang tidak benar tentang kekerasan seksual. Sebaliknya, cobalah untuk berempati dan bayangkan diri kita berada di posisi mereka. Terkadang, yang mereka butuhkan hanyalah pendengar yang memahami tanpa menghakimi.
Mencegah kekerasan seksual adalah tanggung jawab kita bersama. Ini bisa dimulai dari pendidikan sejak dini tentang pentingnya menghargai batas-batas pribadi, memahami apa itu persetujuan, dan membangun komunikasi yang sehat. Lembaga pendidikan, pemerintah, dan komunitas harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu.
ADVERTISEMENT
Membangun kesadaran bahwa kekerasan seksual bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh adalah langkah awal yang penting. Kita perlu mengadvokasi korban untuk berbicara, tetapi juga siap mendukung mereka tanpa syarat. Ingatlah bahwa setiap orang berhak untuk hidup dengan damai tanpa takut mengalami kekerasan, terutama yang menyerang kehormatan dan martabat mereka.
Untuk setiap korban, kami mendukungmu!
Jika anda adalah seseorang yang telah menjadi korban kekerasan seksual, ketahuilah bahwa Anda tidak sendirian. Ada orang-orang yang peduli, yang akan mendengarkan tanpa menghakimi, dan yang siap membantu Anda melewati masa sulit ini. Perjalanan penyembuhan mungkin panjang, tetapi Anda berhak mendapatkan kedamaian dan pemulihan.
Untuk kita semua, mari jadikan empati sebagai bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Ingat, kekerasan seksual bukanlah masalah yang jauh dari kita. Dengan berempati dan mendukung korban, kita bisa menjadi bagian dari solusi untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan manusiawi bagi semua.
ADVERTISEMENT