Konten dari Pengguna

Kreativitas dan Tekanan Sosial bagi Gen Z sebagai Konten Kreator

maulidya nurfaradilla
Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda
3 November 2024 11:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari maulidya nurfaradilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pekerjaan Content Creator di Media sosial. Sumber : Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pekerjaan Content Creator di Media sosial. Sumber : Pribadi
ADVERTISEMENT
Di era digital yang serba cepat, Gen Z muncul sebagai generasi kreatif yang menjadikan platform media sosial sebagai lahan ekspresi diri dan peluang karier. Bagi mereka, media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga wadah untuk menunjukkan karya, menjalin koneksi, dan bahkan menghasilkan pendapatan. Tak heran jika sebagian dari mereka memandang profesi content creator sebagai pekerjaan impian. Namun, di balik layar, muncul pertanyaan: apakah kreativitas ini murni dari passion, atau justru terbentuk karena tekanan sosial?
ADVERTISEMENT
Bagi Gen Z, menjadi seorang content creator menghadirkan kebebasan berekspresi yang tidak dimiliki generasi sebelumnya. Mereka bisa memproduksi konten dengan topik apa pun yang mereka sukai, dari kecantikan, pendidikan, hingga aktivisme. Di satu sisi, kebebasan ini membuka peluang untuk menciptakan dampak positif bagi audiens, mendorong perubahan sosial, dan menyebarkan pengetahuan. Banyak content creator Gen Z yang berhasil menginspirasi pengikutnya untuk lebih peduli dengan isu-isu seperti kesehatan mental, perubahan iklim, dan kesetaraan.
Namun, kebebasan ini juga membawa tantangan tersendiri. Dorongan untuk terus memperbarui konten agar tetap relevan dan menarik di mata pengikut sering kali menciptakan tekanan sosial yang besar. Gen Z merasa perlu mengikuti tren terkini, bersaing untuk mendapatkan engagement, dan tampil "sempurna" di depan kamera. Tekanan untuk memenuhi ekspektasi audiens ini, jika berlebihan, dapat berdampak pada kesehatan mental mereka. Banyak di antara mereka yang merasa stres atau cemas ketika jumlah like dan follower tidak sesuai harapan, atau ketika konten mereka mendapat kritik tajam dari publik.
ADVERTISEMENT
Tekanan tersebut juga mendorong beberapa content creator Gen Z untuk mengorbankan privasi mereka demi keterkenalan. Kehidupan sehari-hari yang terlalu terekspos kerap kali menjadi bumerang, menghadirkan risiko seperti invasi privasi dan cyberbullying. Dalam jangka panjang, tuntutan untuk selalu "hadir" di media sosial bisa membuat mereka kehilangan kendali atas batas-batas personal.
Maka, meski terlihat glamor, dunia content creation bagi Gen Z adalah pedang bermata dua. Mereka memiliki platform yang memungkinkan ekspresi diri dan peluang besar untuk menjangkau jutaan orang. Namun, ada harga yang harus dibayar: tekanan untuk terus relevan, menjaga citra publik, dan menjaga kesehatan mental. Bagi Gen Z, menjadi content creator bukan hanya tentang kreativitas, tetapi juga tantangan untuk tetap otentik di tengah dunia yang penuh ekspektasi dan tekanan sosial.
ADVERTISEMENT
Maulidya Nurfaradilla, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UINSI Samarinda