Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Fast Fashion: Antara Tren Gaya Hidup dan Ancaman Ekologis
30 April 2025 12:37 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Maulidya Rihhadatul 'Aisy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi, tren mode berkembang pesat dengan munculnya fast fashion, yaitu sistem produksi pakaian yang menekankan kecepatan, volume besar, dan biaya rendah. Model bisnis ini menjadikan pakaian sebagai barang konsumsi instan yang selalu diperbarui mengikuti tren terbaru. Di satu sisi, fast fashion dianggap berhasil mendemokratisasi akses terhadap mode. Namun di sisi lain, model ini juga menimbulkan berbagai persoalan lingkungan dan sosial yang mendesak untuk diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Fast fashion menjadi bagian dari gaya hidup modern karena menawarkan pakaian dengan harga terjangkau yang tersedia dalam waktu singkat. Merek-merek global seperti Zara, H&M, hingga Uniqlo mampu menghadirkan koleksi baru setiap dua minggu atau bahkan lebih cepat. Hal ini mendorong pola konsumsi impulsif di kalangan masyarakat, terutama generasi muda yang aktif di media sosial dan terdorong untuk selalu tampil dengan gaya terkini. Pola konsumsi ini memicu peningkatan permintaan yang tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada lingkungan.
Industri fast fashion termasuk salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Data dari United Nations Environment Programme (2019) menunjukkan bahwa industri ini bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global dan sekitar 20% dari total limbah air industri. Produksi pakaian membutuhkan sumber daya yang besar. Misalnya, untuk membuat satu kaus katun dibutuhkan sekitar 2.700 liter air, jumlah yang setara dengan konsumsi air minum satu orang selama dua setengah tahun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bahan sintetis seperti poliester, yang banyak digunakan dalam fast fashion karena murah dan mudah diproduksi, memiliki dampak lingkungan yang sangat besar. Poliester berasal dari bahan bakar fosil dan tidak mudah terurai. Ketika dicuci, pakaian berbahan poliester melepaskan mikroplastik yang masuk ke dalam aliran air dan akhirnya mencemari laut. Penelitian oleh Napper dan Thompson (2016) menemukan bahwa satu kali pencucian pakaian dapat melepaskan hingga 700.000 serat mikroplastik.
Dampak fast fashion tidak hanya dirasakan oleh lingkungan, tetapi juga oleh para pekerja di balik industri ini. Sebagian besar produksi fast fashion dilakukan di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, di mana tenaga kerja murah tersedia. Para pekerja, sebagian besar perempuan, sering kali bekerja dalam kondisi yang tidak layak, dengan upah minimum dan perlindungan kerja yang rendah. Kondisi ini menunjukkan adanya eksploitasi dalam rantai pasokan global industri mode.
ADVERTISEMENT
Di tengah berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, fast fashion menjadi tantangan etis dan ekologis yang harus segera direspons. Masyarakat perlu diberikan edukasi untuk mengurangi konsumsi berlebihan dan mulai mempertimbangkan konsep slow fashion, yaitu gaya berbusana yang mengedepankan kualitas, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial. Slow fashion mendorong masyarakat untuk membeli pakaian lebih sedikit, tetapi dengan kualitas yang lebih baik dan bertahan lama.
Kesadaran konsumen sangat penting dalam mengubah pola industri fashion. Dengan memilih merek yang transparan dalam proses produksinya dan mendukung upaya pelestarian lingkungan, konsumen dapat menjadi agen perubahan. Selain itu, pemerintah juga perlu membuat regulasi yang ketat terhadap industri tekstil, mulai dari limbah hingga perlindungan tenaga kerja.
Fast fashion memang memberikan kemudahan dan akses terhadap tren mode. Namun, di balik kenyamanan tersebut tersembunyi dampak ekologis dan sosial yang serius. Oleh karena itu, sudah saatnya konsumen dan pelaku industri bersama-sama mengambil langkah nyata menuju fashion yang lebih beretika dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT