Konten dari Pengguna

Apakah Waktu Ngaret Masih Pantas di Era Serba Cepat Ini?

Maulinda Anggraeni
Seorang mahasiswa aktif di UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
20 Oktober 2024 11:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maulinda Anggraeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Orang yang sedang Berpacu dengan Waktu, Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Orang yang sedang Berpacu dengan Waktu, Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Budaya mengulur-ulur waktu (ngaret) telah lama menjadi bagian dari kehidupan sosial di Indonesia. Ngaret berasal dari kata dasar “karet” yang berarti bersifat mulur. Kaitan dengan waktu, maka ngaret dapat di artikan mengulur waktu. Ngaret dalam perjalanannya digunakan dalam bahasa gaul sebagai kebiasaan datang terlambat atau tidak tepat waktu dalam pertemuan atau kegiatan. Seringkali waktu ngaret dianggap hal biasa dan bisa ditoleransi seolah menjadi bagian dari karakteristik masyarakat. Namun, apakah kebiasaan ini masih pantas di era serba cepat yang penuh dengan tuntutan efisiensi dan produktivitas seperti sekarang?
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, waktu ngaret sepertinya sudah mendarah daging. Tidak jarang acara yang dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB baru benar-benar dimulai setengah jam atau bahkan satu jam kemudian. Ironisnya, sering kali keterlambatan ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan bisa dimaklumi. Di era yang serba cepat, di mana kecepatan dan efisiensi menjadi kunci keberhasilan, budaya ngaret tentu memiliki dampak negatif. Waktu yang terbuang karena keterlambatan dapat mengurangi produktivitas, baik dalam konteks pertemuan kerja maupun acara sosial lainnya. Seseorang yang datang terlambat sering kali menyebabkan orang lain menunggu dan membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih lambat.
Perkembangan teknologi saat ini telah mengubah cara bekerja dan berinteraksi manusia. Hadirnya teknologi digital, banyak hal bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan efisien. Misalnya melakukan pertemuan secara online sehingga bisa lebih efektif dan efisien dalam memutuskan berbagai hal. Namun, ngaret juga merambah pada teknologi digital. Misalnya keterlambatan dalam kehadiran pertemuan secara online. Situasi seperti ini sesungguhnya tidak ideal. Kehadiran teknologi digital yang seharusnya dapat menjadikan kegiatan lebih efektif dan efisien, terhambat dengan adanya ngaret.
ADVERTISEMENT
Persoalan ngaret sebenarnya tidak hanya menghambat kemajuan teknologi. Ngaret juga merugikan bagi orang lain. Ngaret jelas bukan bagian dari menghargai waktu, apalagi menghargai waktu orang lain. Ketika seseorang terlambat, ia tidak hanya mengorbankan waktunya sendiri, tetapi juga waktu orang lain yang mungkin sudah bersiap jauh-jauh waktu. Di era serba cepat, sikap menghargai waktu sangat penting. Menghargai waktu akan membuat kita menjadi disiplin, yang pada akhirnya akan menciptakan lingkungan yang lebih produktif dan positif. Di dunia profesional, ketepatan waktu adalah salah satu nilai yang sangat dihargai. Banyak perusahaan dan organisasi menilai profesionalisme karyawan atau anggotanya berdasarkan kemampuan mereka untuk menepati waktu. Keterlambatan dalam menghadiri rapat atau pertemuan bisnis dapat menciptakan kesan bahwa seseorang tidak serius atau kurang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Bagi pengusaha atau profesional muda yang ingin berkembang dalam kariernya, menghilangkan kebiasaan ngaret menjadi langkah penting. Ketika seseorang selalu datang tepat waktu, ia menunjukkan bahwa ia menghargai komitmen dan berusaha memberikan yang terbaik. Ini bukan hanya berdampak pada produktivitas, tetapi juga membangun citra positif di mata kolega dan klien. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa membangun budaya tepat waktu di Indonesia? Perubahan kebiasaan tentu tidak dapat terjadi dalam semalam. Perlu adanya kesadaran pribadi dari masyarakat tentang pentingnya menghargai waktu. Pendidikan sejak dini tentang pentingnya ketepatan waktu juga bisa menjadi salah satu cara untuk menanamkan nilai ini dalam generasi mendatang.
Pentingnya ketepatan waktu sangat disorot dalam dunia pendidikan. Institusi pendidikan berperan dalam membentuk budaya tepat waktu sejak dini, misalnya dengan menerapkan sanksi bagi siswa yang terlambat atau dengan memberikan penghargaan bagi yang selalu datang tepat waktu. Pendidikan karakter ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bahwa waktu adalah sumber daya yang sangat berharga. Di sisi lain, orang tua juga memiliki peran penting dalam menanamkan disiplin waktu kepada anak-anak mereka di rumah, seperti dengan mengajarkan pentingnya menghargai janji dan waktu orang lain.
ADVERTISEMENT
Selain itu, peran pemimpin baik di lingkungan kerja maupun di komunitas sosial sangatlah penting. Seorang pemimpin yang datang tepat waktu dapat menjadi contoh bagi anggotanya. Mereka bisa mendorong budaya disiplin melalui kebijakan yang menghargai ketepatan waktu, seperti memulai pertemuan sesuai jadwal dan memberikan sanksi ringan bagi yang sering terlambat. Di era digital dan serba cepat menuntut manusia untuk beradaptasi dengan perubahan, termasuk dalam hal menghargai waktu. Budaya ngaret yang dulunya dianggap wajar, kini harus mulai dipertanyakan relevansinya. Ketepatan waktu bukan hanya soal profesionalisme, tetapi juga penghargaan terhadap sesama. Membangun budaya disiplin waktu adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih produktif dan menghargai satu sama lain. Dengan demikian, waktu ngaret seharusnya menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan demi kemajuan bersama.
Gambar menunjukkan jam, Sumber: pixabay.com
Namun, mengubah budaya ngaret tentu bukan hal yang mudah, mengingat kebiasaan tersebut sudah begitu melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Banyak yang menganggap keterlambatan sebagai sesuatu yang bisa ditoleransi. Hal ini juga dipengaruhi oleh sikap masyarakat yang cenderung lebih mengutamakan hubungan antarindividu daripada mengikuti aturan waktu yang ketat. Namun, dengan semakin meningkatnya persaingan global, sikap toleran terhadap keterlambatan seperti ini justru bisa menjadi penghambat bagi perkembangan dan kemajuan.
ADVERTISEMENT
Ketepatan waktu dalam kehidupan sehari-hari, juga dapat membawa banyak manfaat, seperti meningkatkan kualitas hubungan sosial. Ketika kita menghargai waktu orang lain dengan datang tepat waktu, kita menunjukkan bahwa kita peduli dan menghormati mereka. Sebaliknya, sering datang terlambat dapat menciptakan kesan bahwa kita kurang menghargai kehadiran dan waktu orang lain, yang pada akhirnya dapat merusak hubungan profesional maupun pribadi.
Mengubah kebiasaan yang sudah berakar membutuhkan komitmen dari banyak pihak, baik dari individu, komunitas, hingga pemerintah. Perubahan ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi produktivitas dan efisiensi masyarakat Indonesia secara keseluruhan, meskipun hal tersebut tidak mudah dilakukan. Komitmen bersama merupakan salah satu cara untuk mengubah budaya ngaret yang selama ini dianggap lumrah dapat berubah menjadi budaya tepat waktu yang lebih sesuai dengan tuntutan di era modern.
ADVERTISEMENT