Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Gereja Katolik Santo Fransiskus Asisi Paroki Singkawang
24 Maret 2024 11:58 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 1 April 2024 10:59 WIB
Tulisan dari Maulvie Fadzlul Al Haqqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Halo para pembaca, tau gak gereja yang paling tua di Kalimantan Barat dan menjadi bukti perkembangan Katolik? yap apa lagi kalau bukan gereja Katolik Santo Fransiskus Asisis Paroki Singkawang. Gereja ini terletak di Jl. Pangeran Diponegoro No.1, Pasiran Kecamatan Singkawang Barat., Kota Singkawang.
ADVERTISEMENT
Sejarah gereja ini pula dimulai pada saat salah satu misionaris dari Vikaris Aposolik Batavia bernama Mgr. Vrancken SY mendapat persetujuan setelah berunding dengan Gubernur Jendral Rochussen dan Tuan Willer untuk membangun evangelisasi Katolik di Kalimantan Barat pada tahun 1847.
Pastor pertama yang tiba di Singkawang adalah Pater De Vries SY pada tahun 1865, beliau kemudian membangun gedung gereja dari kayu pada tahun 1874 dan diperluas hingga gereja memiliki ruang untuk para pastor.
Pada tahun 1904 setelah menyelesaikan sembahyang natal gereja Singkawang roboh dan penyebab utamanya adalah kayu gereja telah dimakan rayap sehingga rapuh dan tak sanggup menahan beban lagi. Setelahnya direncanakan untuk dibangun bangunan baru dimana Pastor Schrader berusaha mengumpulkan Fl. 10.000 agar dapat membangun gereja baru yang lebih besar menggunakan kayu belian.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 14 Juli 1885 Pantai Barat Borneo menjadi salah satu distrik gerejani dan gereja Singkawang menjadi paroki misi yang tetap.
Tanggal 11 Februari 1905 berdasarkan dekrit resmi yang dikeluarkan Sri Paus menyerahkan misi Borneo kepada Ordo Kapusin provinsi Belanda yang lalu menamakannya Prefektur Apostolik Borneo Belanda.
Tanggal 30 November 1905 para pater dan bruder kapusin tiba di Singkawang, mereka antara lain pater Prefek, pater Pacificus Bos, pater Euginus, Bruder Wilhelmus dan Bruder Theodoricus kedatangan mereka ditemani oleh pater Schrader.
Setelah beberapa tahun gereja di Singkawang terus menerus dikembangkan agar dapat menampung umat dan menolong masyarakat. Dengan bantuan masyarakat dan pusat gereja setidaknya berhasil mendirikan fasilitas-fasilitas umum secara bertahap.
Fasilitas-fasilitas ini diantaranyapastoran, sekolah anak laki-laki, sekolah anak perempuan, rumah sakit dan gereja-gereja kecil. Tak hanya itu di Singkawang setidaknya terdapat sekitar 16 imam, 10 bruder, dan 15 suster yang bertugas.
ADVERTISEMENT
Gereja singkawang yang baru juga telah dibangun dan memiliki luas 17x7 meter beserta altar dan terdapat juga sakristi sepanjang 6 meter.
Saat ini Gereja berada dalam komplek bangunan bercorak kolonial dan berada di sebelah bangunan Rumah Sakit Santo Vincentius.
Pada bangunan belakang gereja terdapat museum yang menyimpan berbagai barang-barang lama berupa foto, alat-alat lama seperti mesin tik, pemutar musik, koin lama, serta masih banyak lagi.
Sedangkan bangunan samping gereja menggelar penjualan buku-buku sejarah, contohnya seperti buku “Borneo Bagian Barat” mereka melayani pemesanan via online.
Maulvie Fadzlul Alhaqqi, Muhammad Rafli, Naufal Arsy Nugraha
Sumber :
Muna, J., Kalsum, E., & Putro, J. D. (2021). IDENTIFIKASI ELEMEN ARSITEKTUR PADA FASAD BANGUNAN HERITAGE DI KAWASAN PECINAN SINGKAWANG, KALIMANTAN BARAT Studi Kasus: Bangunan Kolonial. JMARS: Jurnal Mosaik Arsitektur, 9(2), 441-455.
ADVERTISEMENT
Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum. (2016). Kutipan-Kutipan & Foto-Foto dari "Borneo Almanak" 1911-1955 (dengan ditambah dari sumber lain). Yogyakarta: PENERBIT POHON CAHAYA.