Konten dari Pengguna

Hoaks: Musuh Tersembunyi dan Ancaman di Era Digital

Mawaddah Fiwaradita
Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Medan Area
21 Juli 2024 18:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mawaddah Fiwaradita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber AI
zoom-in-whitePerbesar
Sumber AI
ADVERTISEMENT
Di era digital ini, informasi dengan mudahnya tersebar luas melalui media online. Kita hidup di era digital yang serba cepat, informasi mengalir deras dan bebas merambat lewat layar ponsel, laptop dan televisi. Kebebasan ini tentu membawa banyak manfaat, belajar hal baru dengan mudah dan terhubung dengan siapapun dan kapanpun.
ADVERTISEMENT
Namun, dibalik kemudahan tersebut, tersembunyi bahaya yang tak kalah besar, yaitu Hoaks. Fenomena hoaks atau disinformasi telah menjadi salah satu masalah yang meresahkan dalam penggunaan media online. Berita palsu, informasi manipulasi, dan narasi yang menyesatkan kini berkeliaran dengan ganas menodai ruang publik dan membutakan kita dari kebenaran.
Media online memberikan platform yang mudah dan cepat untuk menyebarkan informasi kepada audiens global dalam hitungan detik. Kombinasi antara kecepatan penyebaran informasi dan minimnya kontrol serta regulasi terhadap konten yang dipublikasikan membuat media online menjadi tempat subur bagi penyebaran hoaks. Selain itu, algoritma media sosial yang cenderung memprioritaskan konten yang kontroversial atau menarik perhatian juga turut berperan dalam penyebarluasan hoaks.
Bayangkan, kamu sedang asyik scroll berita di media sosial. Sebuah judul bombastis mencuri perhatian: "Polisi Temukan 100 Anak Diculik dalam Rumah Kosong!" Emosi kita langsung mencuat. Siapapun pasti resah, bahkan panik, membaca berita semacam itu. Tapi, tunggu dulu! Jangan terburu-buru membagikannya ke semua teman dan keluarga. Kumpulkan informasi lebih lanjut, cek sumbernya. Ternyata, berita itu hanyalah rekayasa.
ADVERTISEMENT
Hoaks juga dapat digunakan untuk memicu perpecahan di masyarakat. Contohnya, hoaks tentang isu SARA dapat memicu kerusuhan dan konflik antar kelompok. Hal ini dapat membahayakan keselamatan masyarakat dan merusak persatuan bangsa. Hoaks juga dapat memicu perpecahan dan konflik antar individu, kelompok, bahkan bangsa. Informasi yang salah dan menyesatkan dapat memicu kebencian, prasangka, dan diskriminasi.
Hoaks biasanya menggunakan judul yang sensasional dan provokatif untuk menarik perhatian pembaca. Judul tersebut sering kali bombastis dan tidak sesuai dengan isi berita. Penggunaan gambar atau video yang diedit dan tidak sesuai dengan konteks dan narasi yang simplist dan tidak mencantumkan sumber terpercaya.
Lalu, bagaimana kita bisa melawan hoaks? Pertama, penting untuk kritis terhadap informasi yang diterima. Ingat, siapapun bisa membuat akun media sosial dan menyebarkan berita apapun. Jangan mudah percaya dengan berita yang terlalu sensasional atau provokatif. Periksa kembali kebenarannya dengan:
ADVERTISEMENT
Mencari sumber berita yang terpercaya. Lihatlah kredibilitas media atau individu yang membagikan informasi tersebut, apakah mereka memiliki riwayat yang baik dalam memberikan berita akurat. Memeriksa tanggal publikasi. Berita yang sudah lama tidak berarti benar, tapi berita yang baru alias "trending" juga tidak selalu benar. Membandingkan berita dari berbagai sumber. Carilah berita yang sama dari beberapa media berbeda. Apakah informasinya sama? Atau ada perbedaan yang signifikan. Kedua, kita harus mengenali modus operasi hoaks.
Ubahlah kebiasaan kita, jangan hanya menerima semua informasi yang kita dapatkan. Berpikir kritis, verifikasi, dan selalu mencari kebenaran. Hanya dengan demikian, kita bisa menjaga kualitas ruang publik dan membangun masyarakat yang cerdas dalam menghadapi informasi di era digital.
ADVERTISEMENT