Konten dari Pengguna

Mengenal N. Riantiarno Salah Satu Tokoh Teater Indonesia Terbesar

Fildza Mawarda
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13 Desember 2020 20:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fildza Mawarda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tokoh teater Indonesia ini dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada 6 Juni 1949. Ia mempunyai nama lengkap Nobertus Riantiarno atau lebih akrab dikenal dengan nama Nano Riantiarno atau N. Riantiarno. Nama ini sudah tidak asing lagi didengar di telinga para pecinta teater modern nasional. Ia merupakan seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia. Ia pertama kali mengenal dunia seni melalui kelompok kesenian Tunas Tanah Air di Cirebon, ia menjadi anggota tersebut pada tahun 1964 hingga 1967 dan aktif bermain drama. Kesenangannya di dunia teater membuat ia melanjutkan studinya di Akademi Tater Indonesia (ATNI). Setahun setelah masuk ATNI yaitu pada tahun 1968 ia terlibat dalam mendirikan kelompok Teater Populer bersama Slamet Rahardjo dan Boyke.
ADVERTISEMENT
N. Riantiarno ini merupakan salah satu tokoh teater Indonesia terbesar. Pada tahun 1977 ia mendirikan salah satu kelompok teater yang sangat terkenal hingga saat ini. Kelompok teater yang ia dirikan itu bernama Teater Koma yang masih aktif hingga sekarang. Teater Koma merupakan Teater yang berdiri sudah cukup tua berumur kurang lebih 43 tahun lebih tepatnya pada tanggal 1 Maret 1977 dan hingga sekarang memiliki reputasi yang cukup bagus di dunia teater Indonesia. Ia mendirikan Teater Koma bersama dengan seorang perempuan yang setahun kemudian setelah Teater Koma didirikan mereka menikah. Perempuan itu bernama Ratna Riantiarno. Arti dari kata koma sehingga dijadikannya nama teater tersebut karena menurut N. Riantiarno agar teater tersebut berkesinambungan, tidak pernah selesai dan tidak pernah ada titik. Melalui kelompok teater inilah nama N. Riantiarno melambung sebagai salah satu tokoh teater besar Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penghargaan-penghargaan yang telah ia dapatkan sudah tidak perlu diragukan lagi sebanyak apa. N. Riantiarno telah melahirkan kurang lebih 50 naskah drama, kurag lebih 30 skenario film dan beberapa novel serta cerpen yang ia hasilkan. Karya-karya N. Riantiarno pernah mendapatkan perhargaan di berbagai sayembara. Misalnya yaitu pada tahun 1972, 1973, 1974, dan 1975 ia pernah mendapatkan penghargaan yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dari sayembara Penulisan Naskah Drama. Lalu naskah drama yang berjudul Semar Gugat pada tahun 1988 telah mengantarnya ke Bangkok untuk menerima penghargaan SEA Write Awarda dari Raja Thailand. Tidak hanya naskah drama, tetapi scenario film yang ia ciptakan juga mendapatkan penghargaan, salah satunya yaitu scenario film yang berjudul Jakarta, Jakarta meraih Piala Citra di Ujung Pandang pada Festival Film Indonesia tahun 1978. Novel-novel dan cerpen-cerpen yang dihasilkan dari tangan N. Riantiarno juga mendapat penghargaan salah satunya yaitu novel Ranjang Bayoi dan Percintaan Senja mendapat penghargaan dari Sayembara Novel Majalah femina dan kartini. Penghargaan-penghargaan yang telah ia dapatkan menambah citra bahwa dirinya merupakan tokoh besar dalam bidang kesenian di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai penulis naskah drama dan sekaligus menjadi sutradara. N. Riantiarno dapat menempatkan dirinya sebagai penulis dan sutradara di teater yang mampu membaca keinginan dan harapan dari penontonnya. Hal itu terbukti lewat Teater Koma yang selalu dipadati oleh penonton setiap mengadakan pementasan. Salah satunya yaitu pada tahun 2000 pementasan Sampek Engtay dihadrikan oleh 20.725 orang selama kurang lebih 24 hari pementasan di TTA dan TMII.
Banyak naskah drama kolosal yang diciptakan oleh N. Riantiarno. Diantaranya yaitu Surat Kaleng (Trilogi RUMAH KERTAS I ) (1997), Namaku Kiki (Trilogi RUMAH KERTAS II) (1997), Rumah Kertas (Trilogi RUMAH KERTAS III) (1977), Maaf.Maaf.Maaf. (1978), Bom Waktu (1982), Opera Kecoa (1985), Opera Julini (1986), Sampek Engtay (1988), Semar Gugat (1995), Republik Bagong (2001), Hingga Demonstran (2014).
ADVERTISEMENT
Salah satu ciri khas dari karya-karya N. Riantiarno adalah menampilkan tokoh-tokoh dari kalangan kelas sosial menengah bawah, tetapi beberapa karyanya ada juga yang menampilkan klas sosial atas atau penguasa. Tetapi kelas sosial menengah bawah tersebut secara dominan pada sejumlah karyanya pengarang lebih berpihak terhadap nasib dan persoalan-persoalan yang dihadapi kaum marjinal. Produktivitas bersastra dan berteater menempatkan ia sebagai seniman yang berdedikasi tinggi. Karya-karyanya memiliki multidimensi dalam hal pertunjukan, permasalahan yang diangkat, dan kepeduliannya kepada gejala-gejala sosial, politik, budaya, dan ekonomi.
Perjalanan hidupnya menurut N. Riantiarno seperti lukisan mozaik penuh warna. Berkah dan kemalangan datang silih berganti. Di samping merasa bahagia jika dapat memuaskan penontonnya, ia pun sering dibuat pusing atas pelarangan dari sejumlah pementasan oleh pemerintah. Seperti contoh pementasan Suksesi yang dilarang berlanjut setelah sebelas hari dipentaskan di Taman Ismail Marzuki pada bulan Oktober 1990 (Ensikolpedia kemendikbud). Semua hal yang dialami oleh N. Riantiarno dalam hidupnya dan semua yang ia dapatkan merupakan hasil ia tekun terhadap apa yang ia cintai. Apabila kita minat atau mencintai sesuatu hal dan kita konsisten untuk menjalaninya maka hal itulah yang membawa kita ke sesuatu yang besar.
Sumber: Liputan6.com
ADVERTISEMENT