Konten dari Pengguna

Nomophobia: Gejala yang Muncul Saat Melakukan MeTime

Audry Mayshianie Anaya
Mahasiswa Marketing Communication Universitas Bina Nusantara
4 Januari 2022 10:23 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Audry Mayshianie Anaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang perempuan melakukan me time. Sumber : pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang perempuan melakukan me time. Sumber : pixabay

Apa sebenarnya Me Time itu?

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sudah satu tahun pandemi covid-19 melanda Indonesia. Dampaknya sungguh mempengaruhi gaya hidup setiap manusia. Ditengah hiruk pikuk kehidupan, sebagai seorang mahasiswa saya juga memiliki berbagai tuntutan pekerjaan. Perkuliahaan yang dilakukan secara daring terkadang membuat saya kewalahan dan tidak memiliki waktu untuk beristirahat.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, saya memutuskan untuk meluangkan waktu sendiri dan menjernihkan pikiran. Seperti anak muda lainnya, saya juga suka melihat sosial media instagram, menonton serial drama korea, mendengarkan musik, dan lain sebagainya. Saya sering melakukan me time di malam hari. Menurut saya ini merupakan waktu yang tepat untuk menenangkan pikiran. Direction Psychology mengatakan, me time merupakan sebuah upaya menghabiskan waktu sendiri.
Hal ini menjadi salah satu cara yang ampuh ketika saya mengalami stres. Mungkin banyak dari kalian juga pernah tidak sengaja melakukannya, ibarat melepas penat usai seharian melakukan pekerjaan. Bagi kalian yang work from home, pasti sudah tidak asing lagi. Gejala nomophobia dapat datang ketika seseorang melakukan me time. Seperti apa gejala nomophobia itu? Bagi teman-teman yang ingin tahu, simak berikut penjelasannya!
ADVERTISEMENT
Secara tidak sadar, banyak dari kita hanya berlindung dibalik kata me time. Zona nyaman ini sering dilakukan demi menutupi rasa malas. Hal ini juga akan berdampak buruk sehingga kalian tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.
Tahukah kalian, Psikolog dan Mental Health Advocate, Anastasia Satrio mengatakan bahwa kita harus meluangkan waktu untuk diri sendiri. Terutama di masa pandemi dimana adanya pembatasan interaksi sosial. Namun, terlalu sering meluangkan waktu sendiri juga tidak baik. Saya sadar bahwa saat melakukan me time, harus ada batas waktu. Psikolog Anastasia Satrio menyarankan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit, atau cukup 5 hingga 15 menit dapat menjernihkan pikiran kita kembali.
ADVERTISEMENT

Apa itu Nomophobia?

Menurut Oxford English Dictionary, nomophobia merupakan sebuah kondisi yang mengarahkan seseorang pada kecemasan. Hal ini biasanya terjadi karena seseorang jauh dari ponsel mereka. Perasaan cemas yang dimiliki seseorang cenderung akan meningkat apabila mereka jauh dari ponsel.
Beberapa hari yang lalu, saya hendak pergi makan dengan keluarga. Saya menempatkan ponsel di atas meja makan dan menyantap ayam goreng dengan nasi uduk dengan begitu nikmat. Pada saat itu, saya tidak memperhatikan ponsel yang berada di atas meja makan. Beberapa saat kemudian, saya semakin panik dan cemas karena ponsel saya hilang. Tak disangka, Ibu saya sudah mengambil ponsel saya. Rasa kepanikan pun akhirnya reda.
Nomophobia ini juga mampu mengusik kesehatan mental dan kondisi kejiwaan seseorang. Penggunaan telepon genggam yang berlebihan tentu memiliki efek negatif. Bahkan saat saya hendak berjalan ke kamar tidur, saya menubruk lemari kecil karena terlalu fokus melihat layar telepon genggam.
ADVERTISEMENT

Munculnya gejala Nomophobia

Setiap orang memiliki zona nyaman yang berbeda-beda. Dalam memberikan ruang sendiri, saya sering merasa cemas. Hal ini dikarenakan saya juga ingin mengetahui dunia luar. Saya mengerti, bahwa me time tidak selalu dapat mengobati stres. Terkadang, saya merasa gagal dalam menggunakan waktu yang ada. Oleh karena itu, saya mudah merasa gelisah ketika saya meluangkan waktu untuk diri sendiri.
Sebagai seorang anak muda, jujur saya sendiri belum memiliki manajemen waktu yang baik. Me time seharusnya dapat memberi dukungan mental, bukan menjadi bumerang dan menimbulkan kecemasan berlebihan. Nomophobia dapat menyerang berbagai kalangan, khususnya bagi seseorang yang begitu intensif dalam menggunakan gawai.
Sehingga, muncul fenomena phone snubbing atau phubbing yang membawa kecanduan. Tidak hanya itu, fenomena smombie juga dapat muncul dan membuat seseorang menjadi seperti zombie. Hal ini mampu menjadikan seseorang tidak sadar saat menggunakan telepon genggam. Meskipun banyak orang membutuhkan ponsel untuk mencari informasi dan melakukan komunikasi, penggunaan ponsel sebaiknya dikontrol agar tidak menimbulkan sikap tak acuh.
ADVERTISEMENT
Perilaku me time dapat menyembuhkan rasa stres. Namun bagi kalian yang merasa kesepian dan terasingkan belum tentu kalian mengidap gejala nomophobia. Perlu diingat, ponsel yang digunakan setiap hari dapat mengganggu pekerjaan atau hubungan antar sesama apabila penggunaannya berlebihan.

Bagaimana caranya menghindari Nomophobia ketika kita ingin meluangkan waktu sendiri?

Nomophobia dapat muncul apabila manajemen waktu kalian berantakan. Seseorang yang jauh dari ponsel akan mudah merasa cemas. Penggunaan ponsel yang berlebihan juga akan mengganggu waktu tidur. Lalu bagaimana cara mengatasinya?
Bagi kalian yang mengalami hal ini, kalian dapat membuat perpisahan kecil-kecilan. Dengan mengatur penggunaan ponsel dan mengaktifkan fungsi do not disturb kalian dapat mengatur penggunaan ponsel dari waktu tidur hingga bangun.
ADVERTISEMENT
Tidak perlu khawatir bagi kalian yang tidak ingin tertinggal kabar penting, kamu dapat memprogram kontak darurat pada ponsel. Setiap perilaku yang kita miliki dapat membentuk kebiasaan kedepannya. Dengan menghargai waktu, kalian pasti dapat meningkatkan efektivitas kerja dan memperoleh waktu me time dengan lebih baik.
Penulis : Audry Mayshianie Anaya - Jurusan Marketing Communication, Mahasiswa Universitas Bina Nusantara