Pendidikan yang Memperkaya Manusia

Maya Puspitasari
Penulis adalah dosen di Magister Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Terbuka
Konten dari Pengguna
16 September 2022 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maya Puspitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Poverty is not just a lack of money; it is not having the capability to realize one’s full potential as a human being” (Amartya Sen)
ADVERTISEMENT
Tidak dapat dipungkiri, keberadaan media sosial memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pola pikir pemuda. Di Indonesia sendiri, pengguna media sosial menduduki peringkat lima terbesar di seluruh dunia yang memiliki kecenderungan sebagian besar penggunanya adalah pemuda. Tak berlebihan rasanya jika saat ini media sosial dilabeli sebagai 'agama' baru yang menjadi kiblat para pemuda. Agama yang akhirnya memandu pemuda dalam berbuat dan bertingkah laku serta menyusun masa depan.
Dulu banyak pemuda bercita-cita ingin menjadi dokter, pilot, polisi atau guru. Saat ini cita-cita di kalangan pemuda ada kecenderungan bertambah atau bahkan berubah menjadi content creator seperti YouTuber, Tiktoker atau Selebgram hingga crazy rich. Pendidikan tidak lagi dianggap sebagai kebutuhan karena materi bisa didapat dengan cara instant. Fenomena ini menjadikan tingkat partisipasi di perguruan tinggi cenderung menurun. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mencatat pada tahun 2020 bahwa sebanyak 601.333 mahasiswa putus kuliah atau drop-out.
ADVERTISEMENT
Maka jadilah pemuda saat ini lebih mengutamakan terpenuhinya tertier dibandingkan memenuhi kebutuhan primer dalam rangka meningkatkan status sosial. Fenomena "Mbak-mbak SCBD" misalnya menjadi salahsatu indikasi bagaimana pemuda digiring menjadi hedonis tanpa memikirkan dampak negatif yang mereka dapat. Bahkan ada kasus seorang ibu yang terlilit hutang atau rela anaknya kurang gizi atau stunting demi memenuhi kebutuhan tertier.
Kurangnya referensi atau life skills yang didapat di sekolah menjadikan media sosial sebagai panduan utama yang bisa memenuhi rasa keingintahuan pemuda tentang berbagai ilmu yang mereka tidak bisa dapat dari orang-orang terdekat mereka. Media sosial akhirnya bukan hanya menjadi alat penghibur namun juga sumber berbagai informasi yang ingin didapatkan. Isu-isu yang sifatnya 'receh' bisa menjadi trending atau viral di media sosial. Pemuda akhirnya disibukkan melakukan sesuatu yang 'remeh-temeh' demi mengejar popularitas yang bisa menghantarkan mereka meraih materi. Tak jarang aktivitas yang dilakukan malah membahayakan jiwa mereka.
ADVERTISEMENT
Tidak tersedianya akses sumber referensi yang mumpuni yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat juga menjadi salahsatu penyebab lainnya. Sekolah dengan fasilitas mumpuni, buku-buku sumber ilmu, lembaga-lembaga pendidikan penunjang atau guru-guru berkualitas tidak bisa diakses dengan cuma-cuma.
Pendidikan hari ini lebih fokus bagaimana agar output sekolah itu berupa lulusan unggul yang ditunjukkan dengan kemampuan ia untuk terjun di dunia industri. Kebanggan sekolah atau perguruan tinggi akhirnya adalah lulusan dengan nilai terbaik di Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), lulusan yang bisa diterima di perguruan tinggi negeri atau diterima di perusahaan-perusahaan besar. Sekolah atau jurusan unggulan akhirnya dimunculkan. Sehingga tak sedikit orang tua yang berbondong-bondong mendaftarkan anaknya ke sekolah ‘unggulan’
Pemuda hari ini akan menjadi pemimpin masa depan. Oleh karenanya dibutuhkan treatment khusus untuk mempersiapkan para pemimpin masa depan. Pendidikan yang ia dapat di sekolah hendaknya bukan hanya sekedar teori yang bisa jadi kurang bermanfaat untuk kehidupannya. Orang tua dan sekolah seharusnya menjadi sumber utama dan pertama dalam memperoleh ilmu. Sehingga para pemuda bisa terampil dalam memilih dan memilah informasi yang didapat. Ia tidak akan mudah menelan bulat-bulat pengetahuan baru yang belum tentu benar. Rasa keingintahuannya akan ditunjang dengan berbagai buku yang disediakan oleh sekolah baik berupa cetak atau elektronik sehingga ia tidak akan mencari informasi pada pihak yang tidak bertanggungjawab atau tidak benar.
ADVERTISEMENT
Muara pendidikan seharusnya adalah diperolehnya ilmu pengetahuan bukan memperoleh keuntungan materi. Luaran yang seharusnya dirancang oleh pemerintah adalah pemuda yang memiliki pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu bisa memberikan manfaat dan kontribusi positif pada dirinya, keluarganya dan masyarakat secara keseluruhan. Motif ekonomi sudah seharusnya bukan bukan jadi tujuan utama diselenggarakannya pendidikan. Ini tentu tidak terlepas dari sistem neoliberalisme yang diemban oleh Indonesia. Sistem yang menjadikan kemampuan ekonomi dan pertunjukan ekonomi menjadi aktivitas vital dalam kehidupan manusia.
Sekolah atau perguruan tinggi bukan tempat mempersiapkan pemuda untuk memperkaya dirinya secara materi atau ekonomi tetapi memperkayanya secara keseluruhan. Pendidikan seharusnya menjadi kebijakan holistik yang memfasilitasi pemuda untuk menjalankan kehidupannya, menumbuhkan ide-ide kreatifnya, mengembangkan potensi yang dimilikinya dan membentuk kepribadian yang memiliki makna untuk kehidupan. Sehingga pendidikan seyogyanya bisa menjadikan pemuda menjadi manusia seutuhnya.***
Sumber foto: Kanal Youtube Kemendikbud RI (https://i.ytimg.com/vi/ab_Th-HuC4g/maxresdefault.jpg)