Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Budaya Adat yang Tersimilasi dengan Budaya Asing
4 Desember 2023 16:08 WIB
Diperbarui 18 Desember 2023 14:23 WIB
Tulisan dari mayanda nesia iqklimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Adat istiadat dan budaya daerah lain menjadi cikal bakal terciptanya budaya nasional yang dikagumi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia namun mampu dicintai oleh bangsa seluruh dunia. Wujud bangga kita sebagai generasi penerus bangsa yaitu mencintai Indonesia (nasionalisme) dengan berbagai perbedaan budaya yang mampu mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupannya. Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung, dimanapun kita berada harus mampu dan bisa mencintai, serta menghargai bangsa kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Masuknya budaya asing di Indonesia memberi warna baru bagi kebudayaan Indonesia, contohnya budaya K-pop memberikan dampak yang bukan hanya positif namun juga negatif yang tidak sesuai dengan budaya timur. Masuknya pengaruh budaya Korea dapat menghilangkan budaya asli Indonesia. Adapun perubahan yang paling menonjol adalah cara berpakaian dari para Idol tersebut dicontoh mentah-mentah oleh generasi muda khususnya di kalangan remaja yang ingin seperti Idolanya seperti yang disebutkan bahwa budaya populer akan menghasilkan penggemar (Storey dalam Erfendy, 2019).
Anehnya para remaja tidak memikirkan apa yang mereka lakukan seperti mewarnai rambut, memakai anting bagi laki-laki, dan menggunakan pakaian minim. Hal tersebut bukan hanya dapat merusak budaya tetapi juga moral bangsa. Mereka boleh berbangga dengan kesamaan tingkah laku atau budaya asing yang mereka jiplak agar serupa dan disukai orang lain namun, dapat memberikan dampak dalam kriminalitas. Minimnya pakaian yang dipakai Girl band dari Korea menjadikan para remaja berada dalam bahaya. Mereka memberikan kesempatan pada laki laki untuk melihat keminiman pakaian mereka yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Secara tidak langsung memberikan kesempatan kejahatan terjadinya pada diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Kumpulan penggemar yang mengidolakan para Idol mampu mengubah citra mereka yang biasa menjadi luar biasa, semata menarik perhatian Idol mereka agar sama persis dengan Idola mereka. Penggemar-penggemar inilah yang membuat masuknya budaya asing seolah hanya memiliki dampak negatif saja. Terlebih kelompok penggemar juga dilihat sebagai perilaku yang berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan. Jenson menunjukkan dua tipe khas patologi penggemar, “individu yang terobsesi” (biasanya laki-laki) dan “kerumunan histeris” (biasanya perempuan) (Storey dalam Rinata & Dewi, 2019).
Fanatisme fans Korea tidak hanya berhenti sampai disitu, mereka menjadikan Idola mereka sebagai Tuhan. Mereka mencontoh mentah-mentah semua kegiatan Idolanya bahkan menyembah mereka seperti menyembah Tuhan, aktivitas penggemar yang seperti ini meresahkan masyarakat, negara dan juga Idola tersebut, terkadang memaknai sebuah kesukaan yang berlebihan merusak mental si penggemar itu sendiri. Bahayanya terlalu fanatik terhadap suatu Idol juga memicu saling serang fandom yang seyogyanya tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang saling menghargai setiap pilihan manusia.
Aktivitas ini membuat keuntungan juga kerugian bagi sang Idola, tak jarang yang dianggap musuh oleh fans mereka, justru mereka bersahabat di luar perusahaan. Banyak fans yang sudah benar-benar lupa dengan budaya asli mereka. Mereka tidak segan menguntit Idola mereka selama 24 jam, mereka seolah ikut andil dalam kehidupan keseharian si Idola. Mereka ingin mengetahui seluk beluk keluaraga Idola tersebut. Fans fanatik yang berlebihan seolah mengobrak abrik kehidupan pribadi si Idola, mereka tidak senang dengan sikap fans tersebut, akhirnya sang Idola melaporkan sikap para fans tersebut kepada polisi dan mereka kerap kali ditahan tetapi mengulangi kembali bahkan lebih parah. Sampai akhirnya mereka tak segan meneror keluarga si Idola.
ADVERTISEMENT
Budaya ini tidak sesuai dengan budaya Indonesia saling menghormati dan menghargai orang lain sudah menjadi budaya yang diajarkan nenek moyang sedari kecil. Budaya fanatisme muncul setelah hallyu masuk ke Indonesia, akhirnya penduduk Indonesia mengikuti perkembangan itu tanpa melihat cocokkah budaya itu di negara kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak positif dari budaya Korea yang dapat diambil untuk dijadikan motivasi agar berhasil seperti para Idola.
Dampak positif lainnya juga dapat dilakukan dengan menjadikan para Idol tersebut sebagai tokoh dalam menciptakan cerita ( Novel) hiburan. Hal tersebut memberikan dampak yang sangat positif sekaligus menambah pemasukan bagi si penulis dalam menciptakan kreatifitas yang jauh dari kesan fanatik, selain itu ada contoh positif lainya yang membuat para fans di Indonesia mampu menduniakan kegemaran mereka terhadap Idol melalui kerajinan tangan seperti souvenir dan fashion. Ada juga dampak positif lainnya bagi pelajar Indonesia yang juga penyuka Idol, mereka berlomba lomba belajar bahasa Korea untuk mendapatkan beasiswa pendidikan di Negeri Gingseng tersebut, sebenarnya motif tersembunyi mereka agar lebih dekat dengan Idol.
ADVERTISEMENT
Itulah beberapa dampak positif yang sesuai dengan budaya kita dengan membedakan mana yang baik dan buruk dari gelombang budaya korea yang masuk ke Indonesia. Mereka menjadi Idol tidak semerta-merta hanya modal tampang saja. Mereka bekerja keras untuk debut mereka tidak dalam hitungan sehari atau dua hari. Mereka berlatih bertahun tahun, bekerja keras dalam menciptakan keselarasan di grup mereka bahkan ada yang sudah menjadi trainer dari usia mereka belasan tahun sampai akhirnya debut di usia kepala dua. Inilah bentuk budaya asing yang positif seharusnya ditiru dan dicontoh oleh generasi Z.
Budaya Korea sebenarnya sama dengan budaya kebanyakan Asia Tenggara. Mereka menghargai kebudayaan yang dianut nenek moyang mereka namun, belakangan ini bukan hanya korea tetapi hampir semua generasi muda di Indonesia sudah tidak menyukai musik yang dilahirkan dari penciptaan budaya yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Generasi muda saat ini cenderung menyukai hal hal baru dalam menikmati budaya yang mereka anggap lebih baik dari budaya sendiri, jadi tak heran jika budaya mulai menemukan krisis eksistensi yang sudah mulai memudar bahkan hilang sama sekali dan tergantikan dengan budaya asing yang lebih mereka sukai.
ADVERTISEMENT
Namun, bukan berarti tidak ada dampak positif yang dapat kita ambil bahkan sudah menjadi budaya yang tergantikan yang dimiliki oleh Indonesia. Contohnya, dahulu perempuan Indonesia menyukai wajah polos tanpa makeup jika keluar rumah, namun masuknya budaya sekarang perempuan Indonesia tampil lebih cantik dan merawat diri di dalam ataupun di luar rumah. Kebudayaan ini akhirnya menjadi budaya nasional yang kita jalani sehari hari ataupun saat menampilkan tarian ataupun adat istiadat menjadi lebih menarik dan selaras dengan musik, busana, gerakan, juga kebiaasaan.
Daftar Pustaka
Erfendy, U. (2019). Analisis Resepsi Budaya Populer Korea Dalam Video Klip Blackpink DDU DU DDU DU Pada Komunitas K-POPERS PEKANBARU. Kelola: Ilmu Komunikasi, 6(2), 1-10.
Rinata, A. R., & Dewi, S. I. (2019). Fanatisme Penggemar Kpop Dalam Bermedia Sosial Di Instagram. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(2), 13-23.
ADVERTISEMENT