Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kewer: Tanaman Multiguna Khas Sukalaksana, Kini Jadi Motif Batik Unik Nan Cantik
31 Juli 2024 10:22 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Mayang Suwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Garut selama ini terkenal dengan Batik Garutan yang memiliki motif dan warna-warna khasnya. Tentu hal ini, turut memperkaya keragaman batik Indonesia yang saat ini sudah mendunia, sejajar dengan Batik Mega Mendung Cirebon, Batik Pekalongan, Batik Kawung, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Garut pun patut berbangga karena akan lebih diperkaya dari lahirnya batik baru hasil kolaborasi budaya yang unik, terinspirasi dari Batik Shibori dipadu dengan khazanah kearifan lokal Garut, yaitu Kewer sebagai motif khasnya.
Batik Shibori dengan motif Kewer yang dikembangkan di Desa Sukalaksana Kecamatan Samarang, Garut, dalam pengembangannya menjadi program terpadu antara desa melalui Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bina Laksana.
Tidak hanya itu, program ini juga melibatkan peran aktif ibu-ibu dan pemuda setempat dengan pendampingan dari program Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian Pada Masyarakat (KKN-PPM) Universitas Padjadjaran.
Program KKN dan PPM ini sendiri mengangkat topik "Pengembangan Keterampilan Batik Shibori di Desa Sukalaksana Kecamatan Samarang, Garut" yang dibimbing oleh Imas Soemaryani selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) pada tahun 2024, yang juga merupakan pengrajin batik Shibori sejak 2019.
ADVERTISEMENT
"Saya berpikir karena ini (Desa Sukalaksana) adalah desa wisata dan kaitannya dalam rangka mengembangkan desa wisata itu, maka dianggap tepat kalau salah satu kegiatan yang memang bisa dilaksanakan adalah dengan program pengembangan pembuatan batik," demikian disampaikan Imas saat wawancara kepada tim penulis, Rabu (24/7).
Dengan adanya batik Shibori ini, diharapkan dapat membuka peluang usaha baru bagi warga dan menjadi penunjang paket wisata di Desa Wisata Saung Ciburial.
Pengembangan batik Shibori di Desa Sukalaksana ini sangat disambut baik, salah satunya oleh Siti Julaeha selaku Ketua TP PKK sekaligus pendamping UMKM desa. Tapi menurutnya, yang perlu diingat adalah bagaimana untuk lebih mengangkat kearifan lokal sebagai branding produk yang utama, yang salah satunya yaitu dari nama dan motif yang digunakannya.
ADVERTISEMENT
Maka, dari usulan Ketua TP PKK tersebut disepakati untuk menamai kreasi batik khas Sukalaksana ini dengan sebutan Batik Pangrod Sukalaksana, dengan motif khasnya berupa tanaman kewer.
Tanaman Kewer, Identitas Lokal yang Khas dari Desa Sukalaksana
Seperti tanaman kewer yang pada awalnya hanya dianggap sebagai tanaman liar tidak bernilai. Kewer tumbuh di tegalan atau tempat-tempat yang sama sekali tidak menarik perhatian. Tapi, saat ini Kewer menjadi salah satu perbincangan hangat dengan segala potensi yang dimilikinya.
Tanaman kewer mulai terangkat seiring berkembangnya kegiatan desa wisata di Desa Sukalaksana. Hal ini terjadi melalui proses penggalian potensi desa dari kelompok generasi tua yang masih mengingat keberadaan tanaman itu, yakni kewer sebagai bagian dari warisan tradisi kearifan lokal masyarakat setempat.
Biji tanaman ini sudah diolah dan dikonsumsi sebagai minuman kesehatan jauh sebelum tanaman teh masuk dan dikenal di Indonesia. Bukan hanya cita rasanya yang unik, tapi juga memiliki berbagai khasiat nyata yang dirasakan oleh yang mengkonsumsinya.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari desabudaya.kemdikbud.go.id menyebutkan teh kewer jika dikonsumsi secara rutin diyakini dapat mengatasi sakit pinggang atau pegal-pegal sampai membantu mendetoks ginjal.
Proses transformasi ini menjadikan kewer sebagai tanaman yang semakin diminati untuk dikonsumsi sehari-hari. Bahkan, warga Desa Sukalaksana memanfaatkan potensi ini dengan mengembangkan UMKM desa melalui produksi teh kewer yang dikelola oleh BUMDes Bina Laksana.
Sementara itu, untuk pengadaan bahan bakunya bekerjasama dengan warga melalui program Kewer Sadesa, yaitu menjadikan tanaman kewer sebagai tanaman wajib yang harus ditanam dan dimiliki oleh setiap rumah yang ada di Desa Sukalaksana.
Tidak berhenti pada produk teh, saat ini Desa Sukalaksana juga mulai mengembangkan tanaman kewer sebagai motif khas batik. Hal ini cukup beralasan, karena kewer selain memiliki nilai ekonomis, juga memiliki bentuk estetis, baik bentuk bunga, buah, maupun daunnya.
ADVERTISEMENT
Bunganya yang berwarna kuning cerah, ketika musim bunga akan sangat memanjakan mata. Demikian pula daunnya pun unik, dimana setiap tangkainya selalu memiliki jumlah genap, antara 6 atau 8, dengan bentuk yang semakin ke atas, ukurannya akan semakin besar.
Dari keunikan daun kewer ini, Siti berpendapat bahwa ada makna filosofis yang bisa digali dan dimaknai secara mendalam.
"Ini mungkin baru sekadar pendapat, kalau dihubungkan dengan regenerasi berarti kita sebagai generasi muda harus bisa melampaui, dalam artian kita bisa kreatif, kita harus menggali potensi kita dan itu bisa diperlihatkan dari bentuk daun tadi bahwa semakin muda harus semakin baik, harus semakin besar," kata Siti.
Selain itu, dijelaskan bahwa tanaman kewer ini merupakan bagian dari kearifan lokal yang sangat berharga, sebagai bagian dari keberagaman khazanah budaya nusantara.
Maka, dengan mengangkat dan mengembangkan tanaman ini dalam berbagai aspek pemanfaatannya, hal tersebut sudah menjadi bagian dari upaya pelestarian budaya dan tradisi yang patut diapresiasi.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut lagi, batik khas bercorak tanaman kewer yang dikembangkan oleh Desa Sukalaksana ini, dapat menjadi media promosi dan penyampai pesan tentang makna penting penggalian potensi desa guna mengangkat citra desa di mata dunia.
Batik Pangrod Adaptasi dari Batik Shibori
Dalam Kamus Sunda-Indonesia tahun 1985, "Pangrod, dipangrod" didefinisikan sebagai "ditarik talinya sehingga menciut," seperti kolor yang ditarik talinya.
Kata pangrod ini dipilih untuk menggantikan nama shibori yang dianggap terlalu umum dan bernuansa Jepang, sehingga kurang mencerminkan identitas desa.
Menurut Siti, sebuah nama akan sangat menentukan keberhasilan dalam menaikan branding sebuah produk ataupun program. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari nama yang khas, unik, dan mudah diingat.
Pemilihan nama batik Pangrod sebagai ciri khas Desa Sukalaksana atas dasari pertimbangan-pertimbangan tersebut, yang terdengar nyunda dan akrab di telinga. Kolaborasi budaya dalam batik Pangrod diharapkan dapat lebih memperkaya kearifan batik Indonesia yang begitu kaya dengan aneka motif dan warna.
Teknik dan proses membuat Batik Pangrod Sukalaksana memang mengadopsi dari teknik pembuatan Batik Shibori, yakni proses pewarnaan kain dengan cara dipola, diikat, kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewarna. Namun, dengan adanya sentuhan kearifan lokal menjadi nilai tambah sekaligus pembeda yang cukup signifikan.
ADVERTISEMENT
“Batik Shibori itu kan menggunakan juga benang, gimana nanti akan dikerut gitu kan, ditarik, sehingga nanti akan memunculkan motif-motif yang khas, yang unik. Makanya dengan penggunaan teknik semacam itu, menggunakan tali yang diikat, kemudian ditarik dengan kuat itu, kita namakan Pangrod,” jelas Siti.
Lebih lanjut ia menjelaskan nama Batik Pangrod Sukalaksana dipilih terutama karena mudah diucapkan dan menghadirkan nuansa tradisional Sunda yang cukup kental.
Selain itu, ia juga berharap dari nama tersebut dapat membawa berkah tersendiri bagi Desa Sukalaksana, mampu mengikat berbagai aspek positif, baik tradisi maupun kebersamaan masyarakatnya, sehingga lebih mendorong Desa Sukalaksana untuk maju dan berkembang.
"Dan barangkali kalau kita telaah ke makna, misalkan pangrod itu kan mengikat dengan kuat, mudah-mudahan ini bisa mengikat juga, mengikat tradisinya, mengikat budayanya, mengikat orang-orangnya juga dalam kebersamaan. Mudah-mudahan bisa terwakili dari pangrod tadi," imbuh Siti.
ADVERTISEMENT
Langkah Awal 15 Warga Mengenal Seni Membatik yang Praktis
ADVERTISEMENT
Setelah pengembangan batik Shibori di Desa Sukalaksana disambut baik oleh desa, Imas Soemaryani selaku pendamping program ini mengadakan pelatihan atau workshop untuk membatik pada Juni 2024. Pelatihan ini dihadiri oleh 15 warga dari berbagai RW, diantaranya ibu-ibu dan pemuda.
“Kita berharap, kenapa ya sedikit? supaya lebih efektif aja, yang 15 orang ini lah yang nanti akan mentransfer. Jadi intinya, berharap program pelatihannya ini adalah kita memberikan pengajaran bagi kader-kader yang nanti akan melanjutkan gitu,” tutur Imas.
Imas menjelaskan bahwa batik Shibori dipilih karena proses pembuatannya yang lebih sederhana dibandingkan batik canting. Teknik ini bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja karena pengerjaannya yang praktis.
Hal ini sejalan dengan pernyataan salah satu anggota pelatihan batik, Sipa (28), bahwa batik Shibori yang kini disebut batik Pangrod memang mudah untuk dipelajari.
ADVERTISEMENT
“Jadi gampang-gampang susah. Jadi ada di masyarakat bahan-bahannya juga, bukan kayak dari canting gitu, itu mah kan sulit lah. Ini (batik Shibori) mah harus tekun aja sih, jadi kita-nya harus mau lah, intinya mau, mau belajar,” kata Sipa.
Optimalkan Proses Membatik Pangrod dengan Alat dan Bahan yang Tepat
Imas mengatakan kain yang sebaiknya digunakan untuk membatik adalah kain yang mengandung 80% atau 90% unsur katun, semakin unsur katunnya tinggi semakin baik penyerapan warnanya. Sedangkan alat yang digunakan berupa karet gelang, jepitan, benang, dan jarum.
Imas melanjutkan, zat pewarna yang bisa digunakan terbagi dua, yakni sintetis dan pewarna alami. Untuk pewarna yang biasa dipakai membatik diantaranya remasol, naptol, indigosol.
Sedangkan untuk Batik Pangrod Sukalaksana sendiri nantinya diharapkan mampu memanfaatkan berbagai kekayaan tanaman lokal sebagai bahan pewarna alami, salah satunya yaitu penggunaan tanaman kewer sebagai warna khasnya.
ADVERTISEMENT
Imas menyampaikan bahwa proses membatik ini memerlukan ketekunan, terutama saat menarik benang hingga kuat. Hal ini penting agar kain yang diikat tidak terkena pewarna dan menghasilkan pola yang sempurna.
Meski begitu, Imas juga menambahkan bahwa batik Shibori lebih menyenangkan karena saat pencelupan, sering kali muncul motif-motif tak terduga yang menambah keunikan pada hasil akhirnya.
Tim peliput: Kelompok KKN 09 Desa Sukalaksana, Garut Universitas Padjadjaran 2024
Editor: Siti Julaeha