Konten dari Pengguna

Masa Depan Hijau: Implementasi Ekonomi Sirkular di Indonesia

Mayang Suwita
Saya mahasiswi Universitas Padjadjaran
4 Juli 2024 15:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mayang Suwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi: Mayang Suwita
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi: Mayang Suwita
ADVERTISEMENT
Ini fakta. Sebanyak 7,2 ton sampah di Indonesia belum terkelola dengan baik. Hal ini disampaikan melalui laporan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022 yang merupakan hasil input dari 202 kab/kota se-Indonesia.
ADVERTISEMENT
Data tersebut menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia. Penanganan yang belum terkendali dapat berdampak buruk pada lingkungan, kesehatan masyarakat, dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Kendati demikian, Sekretaris Deputi Bidang Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga, Gatot Hendrarto yang dikutip dari kemenkopmk.go.id menegaskan keresahan tersebut akan segera diupayakan. Tentu hal ini diperuntukkan pemerintahan pusat maupun daerah dengan menekankan program kolaboratif dan persuasif sesama pihak terlibat dalam menangani timbunan sampah.
Gatot melanjutkan, pengelolaan sampah ini sebaiknya mengedepankan ekonomi sirkular. Artinya produk yang telah dipakai dipertahankan untuk tetap berada dalam siklus penggunaan selama mungkin.
Ekonomi sirkular dapat dilakukan dengan cara digunakan kembali (reused), diproduksi kembali (remanufactured), didaur ulang (recycle) atau diambil kembali manfaatnya (recovered) (United Nations Environment Assembly: 2019).
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan ekonomi sirkular, diperlukan kata sepakat antar pemangku kepentingan untuk mendorong perubahan. Jika ada satu pihak saja yang acuh tak acuh terhadap dampak buruk dari timbunan sampah, maka mimpi kita untuk menjadikan Indonesia hijau pada 2030 akan sulit tercapai.
Kita perlu menyatukan visi dan tindakan untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil selaras dan saling mendukung. Dengan demikian, kita bisa mempercepat langkah menuju ekonomi sirkular.
Suasana pemilahan sampah plastik dan organik di Stasiun Peralihan antara Persampahan Kota Bandung. Dokumentasi: Mayang Suwita
Jika memang benar permasalahan mendasar dalam pengelolaan sampah terletak pada aspek kultural, di mana kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang baik masih rendah, maka pemerintah perlu menerapkan peraturan yang lebih ketat.
Kesadaran ini harus ditingkatkan melalui edukasi yang berkelanjutan agar masyarakat memahami pentingnya menjaga lingkungan dan peran mereka dalam sistem ekonomi sirkular.
ADVERTISEMENT
Dengan menerapkan ekonomi sirkular, kita harap Indonesia tidak hanya bersih dari sampah, tetapi dapat memenuhi panggilan internasional dalam mengurangi emisi karbon dan suhu global yang dihasilkan dari timbunan sampah.
Sejalan dengan penjelasan The Ellen MacArthur Foundation bahwa ekonomi sirkular adalah solusi sistemik untuk mengatasi tantangan global seperti limbah, populasi yang terus bertambah, perubahan iklim, dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
Konsep ini juga dapat meningkatkan efisiensi ekonomi dan menciptakan peluang baru dalam bisnis dan pekerjaan.
Gambar timbunan sampah yang bisa didaur ulang. Dokumentasi: Mayang Suwita

Daur Ulang Sampah Plastik di Indonesia Masih Rendah

Hambatan ekonomi sirkular selanjutnya adalah tingkat daur ulang yang masih sangat rendah di Indonesia. Berdasarkan data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI) tahun 2019 yang dilansir dari waste4change.com, hanya sekitar 10% dari total sampah plastik yang bisa didaur ulang.
ADVERTISEMENT
Artinya, hal ini mengingatkan kepada kita semua. betapa besar tantangan yang dihadapi dalam upaya mengelola sampah secara efektif agar dampaknya ikut berkurang.
Untuk meningkatkan tingkat daur ulang, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Pemerintah perlu mengadakan regulasi yang mendorong praktik daur ulang, misalnya saja insentif bagi perusahaan yang menggunakan bahan daur ulang.
Selanjutnya, pemerintah perlu meratakan penyebaran fasilitas industri daur ulang di berbagai daerah, tidak hanya menumpuk di Jawa. Bukan berarti di daerah lain tidak ada, hanya saja sifatnya masih industri penggiling bukan pabrikan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Dini Trisyanti, Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI), yang dilansir dari Greeners bahwa tantangan industri daur ulang plastik tidak hanya terkait jumlah, tetapi juga ketersebarannya yang belum merata.
ADVERTISEMENT
Penyebaran fasilitas daur ulang ke berbagai wilayah juga berpotensi mengurangi tingkat pengangguran alias mampu menciptakan lapangan kerja baru.
Kondisi mesin press limbah sampah yang sudah tidak berfungsi di Kota Bandung. Dokumentasi: Mayang Suwita
Sedangkan, industri juga harus ikut berperan dalam mengurangi penggunaan plastik. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah beralih dari kemasan produk plastik ke kemasan yang lebih mudah didaur ulang. Selain baik untuk lingkungan, bagus juga untuk meningkatkan citra industri itu sendiri apalagi di mata konsumen yang amat peduli dengan lingkungan.
Beberapa industri memang sudah menerapkan hal tersebut, misalnya dengan penggunaan bahan-bahan alternatif seperti kertas daur ulang, bioplastik, atau bahan-bahan organik lainnya yang lebih mudah terurai dan didaur ulang.
Dengan kata lain, industri tersebut sudah memberikan kontribusi dalam mendukung ekonomi sirkular dan menciptakan sistem produksi yang lebih berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat sangat penting untuk mengurangi penggunaan produk berbahan plastik secara berlebihan. Salah satu langkah yang bisa kita biasakan adalah membiasakan membawa tas berbahan kain atau tote bag untuk menggantikan kantong kresek, hingga membawa tupperware botol minum dan tempat makan.
Langkah sederhana seperti itu, bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik dalam mengurangi jumlah plastik yang berakhir di tempat pembuangan sampah.
Suasana petugas bergotong royong saat memilah sampah. Dokumentasi: Mayang Suwita
Kesadaran bersama dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu bentuk modal sosial yang penting untuk menciptakan budaya bersih sebagai bagian dari identitas dan karakter masyarakat Indonesia.
Hal ini tercermin pada Gerakan Indonesia Bersih, sebagai salah satu pilar dari 5 Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), diharapkan menjadi gerakan sosial kolaboratif yang turut berkontribusi dalam membina mental masyarakat agar sadar dan paham akan permasalahan sampah, serta termotivasi untuk mengambil bagian dalam pengelolaannya.
ADVERTISEMENT
Dalam World Cleanup Day (WCD) Indonesia 2023 menunjukkan partisipasi luar biasa dari masyarakat kita dalam menangani masalah sampah. Masyarakat Indonesia berhasil menjadi relawan dengan jumlah terbanyak di dunia, mencapai 40% dari total partisipasi global.
Andy Bahari sebagai leader Nasional WCD Indonesia, menyatakan bahwa hal ini membuktikan jiwa gotong royong masih melekat kuat dalam diri masyarakat kita.