Konten dari Pengguna

Seni dari Limbah: Langkah Menuju Ekonomi Sirkular

Mayang Suwita
Saya mahasiswi Universitas Padjadjaran
3 Juli 2024 14:31 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mayang Suwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi: Mayang Suwita
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi: Mayang Suwita
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Buanglah sampah pada tempatnya
Sampah jangan dibuang-buang percuma
Bisa jadi macam-macam bukan hanya semacam...
ADVERTISEMENT
Tidak hanya ada di papan tanda sekolah, kalimat legendaris di atas juga mengalun indah dalam sebuah lagu dari penyanyi Indonesia, Iwan Fals. Ya, penyanyi yang sama yang menyanyikan nama ku Bento, rumah real estate, mobil ku banyak harta berlimpah.
Ini bukti, bahwa Iwan Fals tidak berhenti hanya pada kritik sosial dan politik dalam karyanya. Dengan menggunakan pengaruhnya sebagai musisi, ia juga mengajak para pendengarnya untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Melalui lagu "Sampah", Iwan Fals mengirimkan pesan penting tentang mendaur ulang sampah.
Direktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Novrizal Tahar menyebutkan permasalahan mendasar pada pengolaan sampah salah satunya terletak pada aspek kultural, yakni kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang baik. Padahal, melihat dari data KLHK, sampah di Indonesia sepanjang 2023 mencapai 19,56 juta ton sampah.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan sampah, pemerintah Indonesia membentuk model industri yang dinamakan ekonomi sirkular. Upaya ini berfokus pada reducing, reusing, dan recycling limbah sampah agar pemakaian suatu produk dapat dihilirisasi kembali.
Salah satu warga Kota Bandung sedang mengumpulkan limbah sampah untuk dimanfaatkan kembali. Dokumentasi: Mayang Suwita

Ekonomi Sirkular: Bukan Sekadar Pengelolaan Sampah

Menurut penjelasan United Nations Environment Assembly (2019), ekonomi sirkular adalah sebuah model ekonomi, di mana setiap produk dan material dirancang untuk tetap berada dalam siklus penggunaan selama mungkin dengan cara digunakan kembali (reused), diproduksi kembali (remanufactured), didaur ulang (recycle) atau diambil kembali manfaatnya (recovered).
The Ellen MacArthur Foundation juga menyebutkan adanya ekonomi sirkular merupakan solusi secara sistemik untuk mengatasi tantangan global, diantaranya limbah, populasi, perubahan iklim, dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya dalam buku The Future is Cultural (2022) yang diterbitkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menarasikan bahwa ekonomi sirkular tidak hanya sekadar pada pengelolaan sampah. Di Indonesia terdapat 10 prinsip terdiri dari 9R (diurut dari 0 s.d 9) yang terbagi lagi dalam 3 bagian besar, diantaranya 1) membuat dan menggunakan produk dengan lebih cerdas; 2) memperpanjang umur pakai produk; dan 3) mengambil manfaat dari material.
10 prinsip tersebut yang termasuk bagian 1 diantaranya refuse, rethink, reduce, sedangkan bagian 2 diantaranya reuse, repair, refurbish, remanufacture, repurpose selanjutnya yang termasuk bagian 3 adalah recycle dan recover.
Penomoran ini bertujuan agar kerangka 9R dapat menggambarkan tingkat sirkulitas dalam mendorong upaya ekonomi sirkular. Jika semakin kecil nomor R maka semakin tinggi nilai sirkulitasnya dan jika semakin besar nomor R maka semakin mendekati praktik ekonomi linear.
ADVERTISEMENT

Kontribusi Masyarakat Bandung sebagai Langkah Menuju Ekonomi Sirkular

Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, yang dilansir dari bsn.go.id, ekonomi sirkular bukan hanya soal memanfaatkan sampah dan limbah sebagai sumber ekonomi. Penerapan ini harus dimulai dari hulu, dimana produsen menciptakan produk dari bahan yang dapat digunakan kembali, bahkan ditangan yang tepat limbah bisa menjadi suatu karya seni bernilai jual tinggi. Seperti di Kota Bandung sendiri sudah banyak masyarakat yang berkontribusi dalam mendukung ekonomi sirkular. Contohnya sebagai berikut:

Cemara Paper Hasilkan Produk Bernilai Tinggi dari Limbah Kertas

Salah satu karya Cemara Paper adalah payung yang berkolaborasi dengan seniman asal Tasikmalaya. Dokumentasi: Mayang Suwita
Mengolah sampah kertas menjadi sebuah karya adalah salah satu langkah mendukung ekonomi sirkular. Hal ini yang dilakukan oleh Cemara Paper, sebuah komunitas difabel di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Cicendo Kota Bandung sejak 2021. Di bawah bimbingan Asti Gustiasih, komunitas ini berhasil mengubah tumpukan kertas bekas menjadi produk-produk bernilai jual tinggi, yang bahkan telah menembus pasar internasional.
ADVERTISEMENT
Produk-produk yang dihasilkan oleh Cemara Paper diantaranya notebook, tas, payung, dan lain-lain. Kisaran harganya pun bervariasi, mulai dari Rp35.000 untuk notebook ukuran kecil hingga mencapai Rp10 juta untuk karya seni yang lebih eksklusif, seperti buku yang pernah mendapatkan penghargaan dari Pameran Nasional Jambornas di Universitas Budi Luhur tahun 2022.

Sepatu dari Kulit Ceker Ayam

Gambar sepatu kulit dari ceker ayam yang diproduksi Hirka Shoes. Dokumentasi: Mayang Suwita
Penerapan ekonomi sirkular kali ini dilakukan oleh Fatah, seorang pengrajin sepatu kulit yang memanfaatkan limbah ceker ayam sebagai salah satu bahan pembuatan sepatunya. Selain mudah didapatkan, Fatah melihat ada keunikan pada kulit ceker, yakni memiliki tekstur mirip dengan kulit buaya.
Namun, proses pembuatan sepatu yang diberi nama Hirka Shoes ini memerlukan ketelitian dan kesabaran yang tinggi. Pertama, kulit ceker diolah dengan cara dikuliti, direndam, diwarnai, dijemur hingga siap untuk dijahit pada upper sepatu sebagai motifnya.
Gambar kulit ceker yang sudah diberi warna dan dikeringkan. Dokumentasi: Mayang Suwita
Bisnis Hirka Shoes yang berlokasi di Cigereleng, Kota Bandung sudah ada sejak 2017. Selain itu, bisnis sepatu kulit ini telah meraih omset tahunan sebesar 1-3 miliar rupiah hanya karena memanfaatkan limbah ceker ayam.
ADVERTISEMENT
Sepasang sepatu Hirka Shoes dijual dengan harga kisaran Rp500.000 hingga Rp2,5 juta. Sepatu dengan motif ceker ayam ini tidak hanya berhasil bersaing di pasar internasional, tetapi juga merupakan satu-satunya di dunia yang menggunakan motif unik tersebut.

Miniatur dari Limbah Kaleng

Gambar Ade Syarifudin sedang membuat miniatur motor moge dari sampah kaleng. DokumentasI: Mayang Suwita
Berangkat dari limbah kaleng, salah satu warga Balonggede, Kota Bandung bernama Ade Syarifudin menciptakan miniatur yang memukau. Berbekal hobi dan alat sederhana seperti gunting dan lem, Ade mampu membuat berbagai miniatur seperti vespa, robot, pesawat terbang, hingga motor moge.
Sejak 2017 sampai sekarang, ia masih menekuni kerajinan dari limbah kaleng ini, padahal usianya sudah menginjak 73 tahun. Dengan mengumpulkan sekitar 10 kaleng minuman, Ade bisa membuat satu miniatur motor moge. Harga miniatur buatannya berkisar dari Rp15.000 hingga Rp75.000, tergantung tingkat kesulitan.
Potrait Ade Syarifudin setelah mengumpulkan sampah kaleng di lingkungannya. Dokumentasi: Mayang Suwita
Hasil karya masyarakat Kota Bandung ini adalah contoh nyata bagaimana limbah dapat diubah menjadi karya seni yang menakjubkan, sekaligus langkah awal dalam menjalankan ekonomi sirkular.
ADVERTISEMENT