part 4_square.jpg

Anak Kemenyan: Bayi Kuntilanak (Part 4)

18 Maret 2020 13:57 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak kemenyan. Foto: Masayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anak kemenyan. Foto: Masayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Pohon berhasil ditebang tanpa melukai bayi di dalamnya. Jelas itu bayi perempuan, di perutnya masih ada tali ari-ari yang menempel. Semua orang kebingungan kenapa bisa ada bayi di dalam batang pohon kemenyan itu. Rian tiba-tiba ingat sesuatu, ia langsung menyerahkan bayi itu pada Nova dan bergegas masuk ke dalam rumah. Dengan tergesa ia meraih handphone, ia baru sadar kenapa dia tidak tanyakan hal ini pada Farhan, rekannya yang pernah melakukan hal yang sama seperti Rian.
ADVERTISEMENT
“Farhan, gua mau tanya sama lu. Jawab jujur ya.”
“Wah, ada apa ini tiba-tiba nodong gua? Hahaha...,” Farhan terdengar seperti sedang mengunyah sesuatu.
“Anak lu itu lahir langsung dari kandungan istri lu apa nggak?”
Seketika hening, tidak terdengar lagi suara sedang mengunyah di seberang telepon.
“Han?”
“Anak lu udah lahir?” tanya Farhan.
“Iya dan gila banget, lahirnya dari pohon kemenyan!”
“Sama, Han. Anak gua juga kayak gitu. Udah syukuri aja yang penting sekarang udah punya anak, kan?”
Rian sesekali menengok ke arah jendela. Warga masih berkerumun di sana, berebut ingin melihat bayi yang lahir dari sebatang pohon.
“Kenapa lu enggak ngasih tahu gua dari awal?”
“Lha... elu enggak nanya,” jawab Farhan singkat.
ADVERTISEMENT
“Terus gua harus gimana?”
“Ya elu rawat. Itu anak elu, kalau enggak percaya tes DNA aja.”
“Maksudnya gimana cara gua ngomong ke warga?”
“Emang mereka tahu?” tanya Farhan.
“Gila Han, mereka ngumpul di halaman rumah. Bayinya jadi tontonan.”
“Lu bilang aja. Bayinya mau lu pungut jadi anak.”
Rian terdiam, ia kemudian menutup teleponnya dan bergegas keluar rumah.
“Bapak dan Ibu mohon tenang. Begini, untuk sementara bayi ini akan saya urus. Nanti akan saya konsultasikan ke dokter apakah bayi ini anak saya atau bukan karena bulan lalu kandungan istri saya hilang.”
Kebanyakan dari mereka mengangguk.
“Jangan-jangan jabang bayi bapak Rian digondol setan, Pak. Terus masuk ke pohon kemenyan ini,” kata salah seorang emak-emak yang mengenakan daster cokelat.
ADVERTISEMENT
“Ya sudah Pak Rian. Kalau ada apa-apa jangan sungkan minta bantuan kami ya,” ujar seorang lelaki setengah baya.
Semenjak saat itu, keluarga Rian merawat bayi tersebut dengan penuh kasih sayang. Mereka sudah melakukan tes DNA dan memang benar bayi itu adalah anak mereka. Ranting, begitu Rian menamai anaknya. Nova setuju dengan nama tersebut, terdengar asing dan menggambarkan kalau bayinya lahir dari sebatang pohon.
Walau pun Ranting masih bayi, ia tidur terpisah kamar dengan orang tuanya. Rian ingin membiasakan agar anaknya tidak manja kelak. Di suatu malam, Rian terbangun, tenggorkannya kering, ia sangat haus dan beranjak ke dapur. Namun, saat melintasi kamar Ranting, ia tidak sengaja melihat pintu kamar anaknya terbuka. Segera Rian menutupnya, tapi mata Rian melihat hal ganjil di kamar Ranting. Keranjang tidur anaknya berayun-ayun perlahan seperti ada yang menggoyangkannya.
ADVERTISEMENT
Rian urung ke dapur kemudian mengintip dari balik pintu. Keranjang tidur itu masih berayun-ayun dan tidak mungkin disebabkan oleh angin, ia lantas masuk perlahan. Rian menoleh ke arah jendela yang masih tertutup rapat. Sekiranya hanya selangkah lagi dari keranjang bayi, ayunan itu berhenti dengan sangat tegas seperti ada lengan yang menahannya.
Jantung Rian mulai berdegup kencang. Perlahan ditengoknya isi keranjang itu. Ia mengembuskan napas lega, bayinya masih ada dan sedang tertidur pulas. Kemudian ia membalikkan badan hendak keluar dari kamar Ranting.
Namun... lagi-lagi, keranjang itu berayun-ayun sendiri kali ini sampai terdengar bunyi berdenyit. Rian menghentikan langkahnya dan saat menoleh ke belakang, ada sosok kuntilanak di depan keranjang tidur Ranting. Kuntilanak itu sedang berdiri, tangannya mengayunkan keranjang tidur. Jelas saja Rian terkejut, ia panik kemudian lari membangunkan istrinya.
ADVERTISEMENT
“Sayang! Bangun sayang,” Rian mengguncangkan pundak Nova.
Nova membuka matanya perlahan.
“Ada apa sayang?”
“Ranting!”
“Hah! Kenapa Ranting?”
“Ada kuntilanak di kamar Ranting!”
Nantikan cerita Anak Kemenyan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten