Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
“Jangan takut. Itu Ibu yang selalu menjaga kita,” bisik Intan.
ADVERTISEMENT
Sesosok kuntilanak muncul, rambutnya tergerai hingga menyentuh lantai. Ranting ketakutan, ia memegangi lengan Intan. Anak itu kemudian berdiri melepas genggaman Ranting, ia menghampiri sosok kuntilanak itu lalu memeluknya, sedangkan Ranting meringsut ke pojokan sambil memeluk boneka, sosok itu sangat menakutkan baginya.
Dari luar terdengar teriakan seseorang, pasti sudah ada yang menemukan mayat Bu Hida. Ranting beranjak dari gudang itu untuk melihatnya, ada kerumunan orang di pintu masuk toilet. Mayat Bu Hida digotong, di sana tampak Pak Manto sedang sibuk menelepon, mungkin dia sedang menelepon polisi. Sesaat kemudian, Intan menyentuh pundak Ranting, membuat Ranting terkejut.
“Aku akan mengaku,” kata Intan.
“Jangan,” timpal Ranting.
Intan malah berjalan ke tengah kerumunan, ia menarik lengan Pak Manto dan membisikkannya kalau dialah pelaku pembunuhan itu. Mendengar pernyataan Intan, Pak Manto jelas terkejut. Ia langsung membawa Intan ke dalam kantor. Untuk ditanyai kronologi kejadiannya. Semua Intan ceritakan dengan jujur dan tidak ada yang dikarang. Ranting juga di panggil ke kantor, ia mengaku kalau sudah disiksa oleh Bu Hida karena telah menuduhnya sebagai pembunuh.
ADVERTISEMENT
***
Intan dibawa ke rumah sakit jiwa, ia diduga punya kelainan jiwa hingga nekat membunuh Bu Hida. Tapi, penderitaan panti asuhan itu belum usai, di sana bukan saja Bu Hida yang kejam kepada anak-anak. Beberapa pengasuh juga berperilaku kasar dan bahkan tidak jarang memukul anak-anak. Salah satunya Pak Deri, dia pengasuh gedung panti blok A. Ada sepuluh kamar di sana yang menjadi tanggung jawabnya.
Ranting sering melihat Pak Deri memukul anak-anak. Hal itu membuatnya sangat marah pada Pak Deri. Maka, saat Pak Deri sedang tidur siang di kamarnya, Ranting mengendap-endap masuk, di tangannya ada sebuah obeng yang ia curi dari gudang. Ranting ingin meniru keberanian Intan saat membunuh Bu Hida. Sekarang, lelaki berumur empat puluh tahun yang suka memukul anak-anak itu sudah ada di hadapan Ranting, ia tinggal menusukkan obeng itu ke leher Pak Deri. Awalnya Ranting ragu dan takut saat hendak membunuhnya, tapi ia tetap memberanikan diri.
ADVERTISEMENT
Obeng itu ia hujamkan tepat di atas tenggorokan Pak Deri, membuat lelaki itu tidak bisa berteriak. Matanya melotot, ia bangkit dari tidurnya dan terhuyung-huyung menabrak apa pun yang ada di hadapannya. Darah mengalir dari lubang leher, ia kejang-kejang kehilangan pernapasan, tubuhnya berdebam ke lantai dan tewas seketika.
Napas Ranting terengah-engah, keringatnya mengucur di wajah. Ia masih tidak percaya kalau telah berhasil membunuh Pak Deri. Setelah itu, obeng di leher Pak Deri ia cabut. Ranting beranjak ke kamar mandi yang kebetulan ada di dalam ruangan, obeng yang masih berlumur darah ia cuci. Tangannya bergetar, sebisa mungkin ia tidak mau aksinya terbongkar. Masih ada beberapa orang di panti asuhan itu yang ingin ia bunuh.
ADVERTISEMENT
***
Tidak ada yang mengendus siapa pelaku pembunuhan itu. Para pengasuh di panti mulai resah, mereka ketakutan bahkan ada juga yang sudah mengundurkan diri karena takut jadi korban pembunuhan, termasuk dua orang target Ranting. Mereka sudah tidak mau lagi kerja di sana. Untungnya masih satu orang yang ingin Ranting bunuh dan dia adalah Pak Manto, ketua yayasan. Ranting marah karena Bu Hida tidak diadili usai membunuh temannya.
Nantikan cerita Anak Kemenyan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: