Mbah Ngesot

Bekas Rumah Sakit: Rekaman Setan (Part 6)

4 Mei 2020 12:28 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bekas Rumah Sakit. Foto: Masayu Antarnusa
zoom-in-whitePerbesar
Bekas Rumah Sakit. Foto: Masayu Antarnusa
ADVERTISEMENT
Sejenak layar kamera itu mati lalu menyala kembali menayangkan sebuah kejadian jauh sebelum rumah sakit itu ditutup. Dari layar tersebut terlihat seorang perempuan berbadan gemuk, pipinya tembem, wajahnya bulat, ia sedang mematut diri di depan cermin. Dia adalah Aini, seorang mahasiswa keperawatan. Hari itu, ia harus tampil menarik karena dia akan melakukan praktik pertamanya di rumah sakit. Setelah merapikan posisi kerudungnya, ia merogoh handphone dari dalam saku baju.
ADVERTISEMENT
"Jalan Kabayan," ia membaca pelan alamat rumah sakit yang menjadi tempat praktiknya.
"Oh, iya ya. Di dekat rumah sakit Budi Bakti," ia mengangguk setelah ingat alamat rumah sakit itu.
Sebelum pergi, ia menyemprotkan parfum beraroma lembut ke tubuhnya. Aini sangat bersemangat lantaran ia akan praktik di rumah sakit yang sama dengan Angga, pacarnya. Mereka sudah satu tahun berpacaran.
Dari luar rumah terdengar suara klakson motor. Aini tahu, itu pasti motornya Angga. Buru-buru ia meraih tas gendongnya lalu teriak pamit tanpa menyalami ibunya yang masih sibuk mencuci piring di dapur.
"Aini jangan lupa makan siangnya dibawa!" sahut ibunya dari dapur.
"Iya Bu sudah!" jawab Aini yang sudah berada di halaman rumah.
ADVERTISEMENT
Gerbang berderit saat Aini membukanya, Angga tersenyum ramah pada Aini.
"Silakan, nyonya," lelaki itu menyerahkan sebuah helm warna pink.
"Terima kasih," Aini tersenyum manja.
Tidak sampai satu jam mereka tiba di rumah sakit. Di sana mereka di sambut resepsionis yang tersenyum ramah. Angga menyerahkan sebuah map yang berisi surat tugas. Resepsionis itu kemudian menelepon seseorang.
Tidak lama berselang, Aini dan Angga dibawa berkeliling oleh dua orang perawat senior di rumah sakit itu. Mereka memperkenalkan setiap ruangan yang nantinya akan menjadi tempat mereka bekerja. Setelah itu mereka dipisah, Angga bertugas di ruang instalasi gawat darurat, sedangkan Aini berjaga di ruang dokter umum.
Hari pertama bertugas, semua berjalan dengan baik. Tepat jam lima sore, Aini keluar dari ruang dokter umum. Tugasnya sudah selesai, tapi Angga masih sibuk melayani pasien. Terpaksa Aini harus menunggunya terlebih dahulu. Ia duduk di kursi panjang dekat ruangan yang tampaknya sudah lama tidak digunakan.
ADVERTISEMENT
Sudah hampir setengah jam ia menunggu Angga, tapi pacarnya itu tidak kunjung muncul. Koridor tempat Aini menunggu Angga semakin sepi, untuk menghilangkan bosan ia bermain game. Namun, tiba-tiba seorang lelaki tua berbadan kurus dan rambut penuh uban duduk di samping Aini.
Jelas saja Aini terkejut, ia mengelus dada sambil menoleh ke lelaki itu. Tatapan lelaki lurus ke depan dan kosong. Ia mengenakan kaus hitam polos dan celana panjang berwarna abu-abu. Aini terheran-heran, ada apa dengan lelaki tua itu? Apakah dia gila? Pikir Aini.
“Kek? Kakek baik-baik aja?” tanya Aini.
Lelaki tua itu tidak menjawab, tatapannya lurus dan kosong. Kemudian, seorang dokter muncul dari ruangan dekat Aini duduk. Dokter itu mempersilakan si lelaki tua untuk masuk. Perlahan lelaki itu bangkit lalu berjalan gontai masuk ke dalam ruangan.
ADVERTISEMENT
“Kamu mahasiswa praktik, kan?” tanya dokter itu.
Aini mengangguk.
“Kenalkan aku dokter Arwani. Bantu aku dulu, yuk,” ajak dokter itu.
“Tapi...,” Aini hendak menolak.
“Sebentar aja kok,” bujuk dokter Arwani.
Dengan berat hati Aini mengiyakannya. Setelah sepuluh menit menit, akhirnya ia selesai membantu dokter Arwani. Aini hanya mengecek tensi darah dan berat badan si pasien. Dokter Arwani tersenyum padanya dan mengucapkan terima kasih.
“Kamu pintar, ya,” kata dokter Arwani sambil tersenyum.
“Terima kasih, Dok. Apa saya boleh pulang sekarang?”
“Oh, silakan,” jawab dokter Arwani.
Aini keluar dari ruangan itu lalu duduk kembali di kursi panjang. Selang beberapa menit, muncullah Angga dari kejauhan. Ia melambaikan tangan sambil tersenyum pada Aini.
ADVERTISEMENT
“Ya, ampun lama banget,” Aini menampakkan wajah marah.
“Maaf tadi malah suruh ngehandle pasien lagi,” kata Angga.
“Saking lamanya nunggu kamu, aku tadi sampe disuruh ngelayanin pasien lagi, huh,” keluh Aini.
“Hah, serius?”
“Iya, sama dokter Arwani. Nih di ruangan ini.”
Betapa terkejutnya Aini saat melihat pintu ruangan itu dipaku rapat. Pada bagian pintunya ada tulisan ‘Dilarang masuk’ Aini berjalan perlahan mendekati jendelanya, ada celah tirai yang sedikit terbuka, ia mengintip dari celah tersebut. Tidak tampak seperti saat Aini masuk, ruangan itu seketika seperti gudang. Banyak sarang laba-laba menjuntai dan barang-barang bekas yang bertumpuk di dalam.
Nantikan cerita Bekas Rumah Sakit selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten