Mbah Ngesot

Dua Kehidupan Rani: Ke Mana Rani? (Part 3)

8 Maret 2020 19:35 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua Kehidupan Rani Foto: Argy Pradypta Martanegara
zoom-in-whitePerbesar
Dua Kehidupan Rani Foto: Argy Pradypta Martanegara
ADVERTISEMENT
Aku dan Mas Andro mendatangi rumah Pak Kisur untuk protes lagi tentang kejadian janggal yang ku alami, tepatnya tentang kembang kantil tempo hari. Setibanya di sana kami dipersilakan duduk di atas sofa yang sudah usang penuh dengan sobekan di sana-sini. Ruang tamu rumah Pak Kisur terbilang sederhana, dindingnya warna putih yang sudah memudar. Ada sebuah retakan pada dinding itu, bisa jadi karena gempa bumi atau memang sudah dimakan usia. Sebuah foto berbingkai cokelat dipajang pada dinding. Dapat kupastikan kalau foto itu adalah Pak Kisur dan istrinya waktu masih muda.
ADVERTISEMENT
Dari dapur kulihat Mak Isah, istrinya Pak Kisur, membawa dua toples rengginang dan seteko kecil air putih. Dengan ramah ia mempersilakan kami untuk mencicipi makanannya. Pak Kisur duduk berhadapan dengan suamiku. Dengan berapi-api suamiku menceritakan kejadian janggal di rumah yang kami sewa.
"Wah sudah ada kembang kantil?"
"Iya emangnya kenapa, Pak?"
"Itu pertanda baik, Pak. Artinya makhluk gaib itu sudah pergi dari rumah," senyum Pak Kisur mengembang menampakkan giginya yang hitam berselang putih.
"Masa sih, Pak? Bapak nggak bohong, kan?" tanyaku, entah kenapa aku curiga.
"Iya Bu, kalau ada kembang kantil itu pertanda baik kok," Mak Isah membela suaminya.
Walau ragu, aku dan suamiku mencoba untuk percaya. Sebenarnya ingin sekali kami pindah dari rumah itu, tapi sangat sulit mencari rumah sewa di sana. Setelah mencicipi makanan ringan, kami lekas pamit. Pak Kisur dan Mak Isah mengantar sampai pagar rumahnya.
ADVERTISEMENT
"Pah, mereka nggak punya anak, ya?" Entah kenapa tiba-tiba pertanyaan itu terlintas dalam benakku.
"Kayaknya nggak deh atau mungkin saja anaknya sudah berkeluarga," timpal Mas Andro sambil terus jalan.
Lokasi rumah yang kami sewa memang berada di ujung kampung, terpisah dengan pemukiman warga. Jadi, kalau jalan kaki ke rumah Pak Kisur lumayan membuatku lelah.
"Tapi aku nggak lihat foto anaknya, Pah."
"Iya juga sih. Ya sudah bukan urusan kita. Yang penting kita nggak diganggu makhluk gaib itu."
Aku mengangguk, sesekali berjinjit melangkahi jalan yang becek.
***
Sore itu, hujan turun dengan deras. Aku bermain petak umpet bersama Rani. Awalnya permainan itu berjalan baik-baik saja. Hingga malapetaka datang saat giliran anakku yang bersembunyi. Aku duduk di atas tempat tidur, menutup mata sambil menghitung mundur.
ADVERTISEMENT
"Mamah hitung ya. Lima, empat, tiga, dua, satu. Siap nggak siap, mamah datang, nih."
"Hm... di mana ya anak mamah?" Aku melangkah keluar kamar sambil memegangi perutku yang buncit.
Kucari di dapur, aku yakin biasanya Rani bersembunyi di bawah meja makan, tapi tidak ada. Ah, atau dia sembunyi di kamar mandi. Kucari di sana tetap tidak ada.
"Mamah," kudengar suara itu dari kamarnya.
"Mamah datang nih," aku berjalan menuju kamarnya.
"Rani...?" Kubuka perlahan pintu kamar anakku.
"Di mana yah. Anakku yang cantik?"
Kutengok di kolong ranjang, tidak ada. Di belakang tirai jendela, tidak ada. Di belakang pintu, tidak ada. Di dalam lemari pun tidak ada. Aku mulai panik!
ADVERTISEMENT
"Rani! Rani kamu di mana, Nak?"
"Mamah sini, Mah," suaranya terdengar lagi sambil tertawa cekikikan.
Langkah kakinya yang mungil kudengar di ruang tamu.
"Ran?!" Aku periksa di belakang sofa, tapi tetap tidak ada.
"Mamah tolong!!!" teriaknya suaranya memenuhi ruangan rumah.
"Rani kamu di mana, Nak?!"
Itu teriakan terakhir Rani. Anakku menghilang, entah ke mana. Sudah aku cari ke seluruh ruangan rumah, tapi tetap tidak ada. Segera kutelepon suamiku, tanganku bergetar hebat sambil menangis panik.
"Pah. Rani, Pah. Rani hilang!"
"Hah? Maksud kamu?"
"Aku tadi main petak umpet sama Rani. Dan, dia hilang gitu aja."
"Astaga! Oke, kamu tenang, ya. Aku pulang sekarang."
Saat suamiku datang, ia langsung meminta Pak Kisur untuk membuka kamar yang sedang direnovasi, tapi hasilnya nihil. Rani tidak ada di sana. Aku menangis dan sangat panik, aku takut tidak dapat bertemu dengan anakku lagi.
ADVERTISEMENT
"Aku mau lapor polisi," ujar suamiku.
"Mereka tidak akan bisa membantu, Pak. Ini urusan gaib. Aku bisa mencari keberadaan anak bapak. Tapi, aku butuh waktu sekitar tiga hari. Aku harus melakukan beberapa ritual terlebih dahulu," ujar Pak Kisur.
___
Nantikan cerita Dua Kehidupan Rani selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten