piqsels.com-id-foldr (1).jpg

Hotel Bekas Pembunuhan: Kerasukan (Part 5)

22 Juni 2020 15:36 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor Hotel Bekas Pembunuhan. Foto: Piqsels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor Hotel Bekas Pembunuhan. Foto: Piqsels
ADVERTISEMENT
Pagi hari, bell kamar Doni berbunyi. Dia kesiangan, Fahri sudah meneleponnya berkali-kali, tapi tetap tidak diangkat. Sekarang pintu itu digedor keras oleh Fahri, dia heran kenapa Doni tidur sangat pulas. Sebentar lagi akan ada UKBI, uji kemahiran bahasa Indonesia, dan Doni pasti akan telat.
ADVERTISEMENT
“Don! Bangun Don!” Fahri terus menggedor pintu itu sekuat tenaga, namun tetap tidak ada jawaban.
Ia lalu pergi ke lobi, meminta bantuan petugas hotel untuk membukakan pintu kamar Doni. Fahri takut ada hal buruk yang terjadi pada temannya itu. Anehnya saat Fahri kembali dengan membawa seorang petugas hotel, kamar Doni malah sudah terbuka. Doni tampak sedang mematut diri di depan cermin.
“Don... Don... buat gua panik aja, lu. Ayo buruan, kita udah telat ini!” sergah Fahri.
Doni tidak menjawab, dia tetap menyisir rambutnya di depan cermin.
“Don?”
“Sabar, Ri. Ini gua lagi siap-siap,” akhirnya Doni bersuara. Nada bicaranya datar dan tidak seperti biasanya.
Fahri melirik lantai, mencari jailangkung yang mereka mainkan semalam. Dan ternyata sudah tidak ada.
ADVERTISEMENT
Fahri menyuruh petugas hotel untuk pergi, “Don jailangkungnya mana?” desis Fahri.
“Ada di tas gua.”
“Oh, ya udah. Yuk buruan udah pada mulai ujian tuh.”
“Oke...,” timpal Doni, ia mengambil pensil dan penghapus dari dalam tasnya.
Di ruang ujian, Doni tidak mengerjakan satu soal pun. Ia memandangi lembar soal dengan tatapan kosong, tangan kanannya menggenggam pensil. Semakin lama genggamannya semakin kuat. Pensil itu pun patah membuat Fahri yang duduk di sampingnya terkejut.
“Lu kenapa, Don?” bisik Fahri.
“Nggak apa-apa,” Doni menggelengkan kepala, dia mengabil kembali pensil yang sudah patah.
Fahri melongokkan kepala, ia melihat lembar jawaban temannya itu.
“Kok masih kosong? Lu sakit?”
“Gua bingung mau jawab apa,” Doni menoleh ke temannya.
ADVERTISEMENT
Tampak kedua bola mata Doni merah.
“Lu begadang ya? Mata lu merah.”
“Iya semalam gua nggak bisa tidur,” jawab Doni.
Akhirnya Fahri membantu temannya, diam-diam ia menukar lembar jawaban lalu mengerjakan soal milik Doni. Tidak lama berselang, Doni beranjak dari tempat duduknya, ia izin untuk pergi ke toilet.
Di dalam Toilet, Doni hanya berdiam diri saja di wastafel, memperhatikan wajahnya sendiri di depan cermin. Seorang lelaki lalu masuk ke dalam toilet itu, lelaki itu tak lain adalah Heri si resepsionis. Ia tidak memperhatikan seseorang yang sedang berdiri di depan cermin karena Heri sudah tidak tahan ingin buang air kecil.
Selesai buang air kecil, ia berjalan ke arah wastafel lalu mencuci tangannya. Dan... betapa terkejutnya Heri saat melihat sosok wanita di cermin itu. Heri sangat ingat kalau itu adalah wanita yang pernah mati di kamar nomor 111. Namun, saat Heri menoleh ke sebelah kanan, yang tampak adalah sosok Doni.
ADVERTISEMENT
“Astagfirullah...!” kedua tangan Heri bergetar.
“Ada apa, Mas?” tanya Doni.
Tanpa berkata apa pun lagi, Heri lari terbirit-birit.
Di meja resepsionis, Heri menceritakan apa yang barusan ia lihat pada teman kerjanya. Sayangnya, tidak ada satu pun dari mereka yang percaya pada cerita Heri. Pikir teman-temannya, mana mungkin ada setan di siang bolong seperti ini.
***
Doni kembali ke ruang ujian. Lembar jawabannya sudah selesai dikerjakan Fahri. Panitia berkeliling untuk mengambil lembar jawaban peserta, Doni menyerahkan lembar jawabannya. Kali ini wajahnya pucat.
"Kamu sakit?" tanya panita.
"Nggak kok aku baik-baik aja," jawab Doni.
"Kalau sakit berkabar ke panitia ya."
"Baik, Bu."
Panitian itu berlalu dari hadapan Doni, tapi Fahri masih bingung dengan apa yang terjadi pada temannya itu.
ADVERTISEMENT
Apakah karena jailangkung semalam?” tanya Fahri dalam hatinya.
“Fahri, anter gua ke kamar dulu yuk,” pinta Doni di tengan coffee break.
“Ngapain?” Fahri mengerutkan dahinya.
“Gua mau nunjukin sesuatu sama lu.”
“Apaan?” Fahri penasaran.
“Nanti biar lu lihat sendiri.”
Fahri pun mengiyakannya. Mereka beranjak dari ruangan itu. Di dalam lift, Fahri melihat tangan kanan temannya itu bergetar.
“Lu kayaknya sakit, Don,” kata Fahri.
“Nggak kok. Gua baik-baik aja,” Doni menoleh ke temannya sambil tersenyum.
Setibanya di kamar nomor 111, Doni menyuruh temannya itu untuk memeriksa sesuatu di samping tempat tidurnya.
“Ada apa sih, Don?” Fahri berlutut di samping tempat tidur itu, ia mencari sesuatu yang ditunjuk temannya.
ADVERTISEMENT
“Mana, nggak ada apa-apa.”
Belum sempat Fahri bangun, lehernya tiba-tiba dicekik dengan sebuah sabuk. Kepalanya diinjak ke lantai, membuat Fahri tidak bisa berteriak. Napasnya tercekat di tenggorokan, air liur keluar dari mulutnya, kedua matanya melotot, ia tidak bisa bernapas. Kedua tangan dan kakinya bergerak-gerak seperti kecoa yang sekarat, sebelum akhirnya ia tewas dengan leher menjulur keluar.
Doni menyeret mayat temannya itu ke dalam kamar mandi. Setelah selesai, ia lalu kembali ke ruang ujian untuk mengikuti acara selanjutnya. Selama coffee break, ia terus-terusan menatap Hilda. Yang ditatap sesekali tersenyum sambil mengangguk gugup.
“Temanmu mana?” panitia menyentuh pundak Doni.
“Dia pulang,” jawab Doni singkat.
“Hah? Pulang? Ke kamar?"
"Bukan, dia pulang ke rumah."
ADVERTISEMENT
Panita pun terkejut mendengar penjelasan Doni. Bagaimana mungkin ada peserta yang pulang begitu saja di tengah-tengah acara seperti ini.
***
Nantikan cerita horor Hotel Bekas Pembunuhan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten