lingsirwengitembang2 waringin.jpg

Lingsir Wengi Tembang 2: Waringin Sungsang (Part 5)

14 Januari 2020 11:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Waringin Sungsang. Foto: Argy Pradypta/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Waringin Sungsang. Foto: Argy Pradypta/kumparan
ADVERTISEMENT
“Ampun Ki,” Teja tertunduk ketakutan.
Teja langsung lari ketakutan, sedangkan Ki Bamantara membiarkannya pergi. Dan setelah kejadian itu, Teja langsung terkena santet. Tubuhnya menggigil, muncul bintik-bintik kecil tumbuh di perutnya. Ia menyesal membuntuti Ki Bamantara tempo hari. Teja merasa ajalnya semakin dekat, ia meringis menahan panas di permukaan perutnya, sementara nanah terus menetes dari bintikan kecil di perut.
ADVERTISEMENT
Di tengah malam, Teja tidak bisa tidur. Bintik di perutnya menjadi lubang-lubang besar menganga, mengeluarkan bau busuk. Ia gelisah di atas ranjang bambunya. Seakan ajal sebentar lagi menjemput, atau mungkin Ki Bamantara sengaja membuat Teja tersiksa dulu sebelum menghabisinya?
Tenggorkan Teja terasa sangat kering, ia kehausan. Perlahan bangkit dari tidurnya, meraih sebuah gelas dan menuangkan air. Saat ia meneguk air itu, perutnya tambah sakit saja. Sontak ia banting gelas itu lalu berhambur ke luar dari gubuk.
Teja tersungkur di halaman gubuknya. Terlintas dalam pikirannya untuk pergi ke sebuah gua di pantai dekat Desa Balangandang. Menurut mitos, gua itu dulunya menjadi tempat bertapa orang-orang zaman dulu. Gua itu juga dipercaya untuk mendapatkan ilmu Waringin Sungsang; ilmu hitam yang terkenal sangat kuat.
ADVERTISEMENT
Tertatih-tatih Teja berjalan menuju goa. Suara debur ombak terdengar sangat jelas, malam terang oleh cahaya bulan. Sesekali ia meringis manahan rasa sakit di perutnya. Teja tidak mengenakan baju hanya mengenakan celana panjang berwarna hitam, tubuhnya sudah tidak bisa merasakan dinginnya angin malam.
Sesampainya di dalam goa yang gelap gulita, ia duduk sila di atas sebuah batu. Dan, dari arah belakang Teja, muncul sesosok kuyang dengan usus yang terburai, rambutnya gondrong, matanya merah menyala. Kuyang itu terbang mendekatinya lalu menjilati perut Teja. Seketika, luka di perutnya sembuh. Melihat kejadian itu, Teja langsung berlutut di hadapan Kuyang.
“Mohon berikan saya ilmu Waringin Sungsang untuk membalaskan dendam saya, Mbah.”
Kuyang itu tidak menjawab, ia melayang dengan tenang di depan Teja. Lalu, tiba-tiba saja angin kencang menerjang dari dalam goa. Tubuh Teja merasa kesakitan, ia berteriak sekencang mungkin. Mulutnya menganga, matanya melotot, kedua tangannya terangkat ke atas, Kuyang itu masuk ke dalam tubuh Teja melalui mulut.
ADVERTISEMENT
***
Keesokan harinya, entah apa yang terjadi. Teja mendapati dirinya terbaring di atas ranjang bambu di gubuknya. Di sampingnya, tergeletak sebuah kain berwarna merah, guci berisi abu, kembang tujuh warna, dan sebuah boneka kecil berbentuk tubuh manusia. Teja merasa terlahir kembali, tubuhnya sangat bugar dan sehat. Ia sudah menguasai ilmu hitam yang sangat mematikan itu, apalagi kalau bukan Waringin Sungsang. Segera ia raih botol minyak jelantah dan mengoleskan minyak itu ke rambutnya. Sebuah boneka sudah ia genggam, matanya merah menyala. Ada Kuyang dalam tubuhnya.
“Ki Bamantara,” ujarnya sambil memandangi boneka.
Nantikan cerita Lingsir Wengi Tembang 2 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten