Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tentang Jesika. Ya wanita itu. Apakah dia masih manusia atau sudah menjadi hantu? Entahlah, masih banyak hal yang harus diceritakan tentang Jesika. Setelah Rini berhasil menyelamatkannya, tingkahnya jadi aneh. Rini yakin kalau masih ada sosok gaib yang menempel di tubuh Jesika. Semenjak kejadian mengerikan di toilet umum itu, Rini mulai menyusun rencana untuk menyelidiki temannya.
ADVERTISEMENT
Kebetulan Rini satu kantor dengan Jesika, mereka masih sama-sama anak magang di sebuah lembaga kesehatan. Sepulang kerja sekitar jam tujuh malam, ia mengikuti mobil Jesika dari belakang. Rini heran kenapa Jesika tidak langsung pulang, tapi mobilnya malah berbelok ke sebuah restoran cepat saji. Di sana, Jesika hanya memarkirkan mobilnya saja, ia terlihat berjalan dengan terburu buru ke arah barat. Rini segera memarkirkan mobilnya juga di depan restoran itu, kemudian berlari mengejar temannya.
Di depan sebuah gang kecil Jesika berhenti, ia menoleh ke belakang. Mungkin ia merasa ada orang yang sedang mengikutinya. Tapi, dia tidak melihat siapa pun karena Rini dengan cekatan bersembunyi di balik sebuah dinding. Jesika melanjutkan langkahnya kembali, ia tidak membawa apa pun. Jaket jeans biru yang ia kenakan terlihat jelas saat saat ia melintasi lampu jalanan. Rini terus mengikuti langkah Jesika, hingga akhirnya ia berhenti di sebuah gang. Di sana ada seorang lelaki yang tidak asing bagi Rini.
ADVERTISEMENT
"Tomi?" gumam Rini.
Lelaki itu adalah karyawan senior di kantor. Akhir-akhir ini Jesika memang baru jadian dengan Tomi. Tapi, kenapa harus bertemu di tempat sepi seperti ini? Rini semakin penasaran saja. Mereka masuk ke dalam gang kecil itu. Pelan-pelan Rini mendekat namun tidak ikut masuk karena ia tahu Tomi dan Jesika masih berdiri di balik gang itu. Bayangan mereka terlihat jelas terpantul pada dinding. Mereka sedang bercumbu.
Lalu terdengar teriakan Tomi seperti sedang kesakitan. Dari bayangan itu terlihat tubuh Jesika membesar, rambutnya tergeral panjang, mulutnya terbuka lebar, melahap bulat-bulat tubuh Tomi. Rini terkejut ia hendak berteriak, tapi tangannya refleks menutup mulut. Rini bergegas kabur, ia ketakutan. Walau kabar tentang hilangnya Tomi menyeruak ke mana-mana, Rini tetap tutup mulut atas apa yang pernah ia lihat malam itu.
ADVERTISEMENT
***
Setelah melihat kejadian itu, Rini mendatangi orang pintar. Ia ingin meminta bantuan agar makhluk gaib yang menempel pada Jesika bisa hilang. Adalah eyang Dimas, seorang dukun sakti yang namanya sudah terkenal di mana-mana. Kebetulan rumah eyang Dimas tidak terlalu jauh dari Jakarta sehingga Rini dapat dengan mudah mendatanginya. Rumah eyang Dimas ini terbilang megah dan klasik, banyak patung-patung bernuansa Romawi di rumahnya. Eyang Diman tidak mengenakan blangkon seperti dukun pada umunya, ia sangat sederhana. Hanya mengenakan kaus putih tipis dan sarung warna biru. Rini diantar sopir pribadinya masuk ke dalam rumah itu, mereka disambut hangat oleh eyang Dimas.
"Ini foto teman saya eyang. Seperti ada makhluk gaib yang mengendalikannya."
ADVERTISEMENT
Eyang Dimas malah tertawa. "Kau benar, memang ada makhluk gaib dalam tubuh temanmu itu."
"Begini, eyang bisa merasakan energi gaib yang ada dalam tubuh temanmu. Sangat kuat. Eyang belum bisa bantu, tapi eyang bisa sarankan kamu untuk menemui guru eyang yang ada di gunung Karang. Dia pasti bisa membantumu."
"Gunung Karang? Di mana itu eyang?"
"Banten. Dan guru eyang namanya Abah Sarnaji, dia sudah sangat tua tapi juga sangat sakti. Setiap malam Jumat banyak orang yang mengunjunginya untuk meminta kesembuhan. Kau datang saja ke sana, bawa temanmu."
"Eyang aku sebenarnya takut bertemu dengan Jesika sebab aku pernah melihatnya memakan manusia bulat-bulat."
Eyang Dimas tertawa lagi.
"Kau tenang saja," ia mengeluarkan sebuah jimat berbentuk bulat yang terbuat dari kayu.
ADVERTISEMENT
"Pegang ini maka dia tidak akan bisa menyakitimu."
"Terima kasih banyak eyang."
"Sama-sama, eyang hanya bisa memberi penangkal saja, tapi tidak sanggup menyembuhkan temanmu. Segera bawa dia ke Abah Sarnaji."
"Baik eyang, terima kasih atas arahannya," Rini tertunduk dan undur diri.
Malam itu juga, ia bergegas mengirimkan pesan singkat pada Jesika.
'Jes, lu ada waktu? Besok kita ketemu ya, gua mau ngomong.'
Nantikan cerita Lingsir Wengi Tembang 3 selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: