part 5 square.jpg

Mayat Pengantin: Ritual Setan (Part 5)

29 Februari 2020 18:01 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
ADVERTISEMENT
Putu membaur dengan ratusan pengunjung di pasar tradisional yang becek dan bau anyir. Di sekeliling, berjajar para pedagang ikan. Mereka berteriak, berlomba-lomba menawarkan dagangannya. Ada juga yang sibuk memotong ikan lalu menimbangnya untuk kemudian diserahkan kepada pembeli.
ADVERTISEMENT
Tukang pikul berlalu-lalang membawa box-box berisi ikan segar. Sementara Putu masih kebingungan harus berjalan ke arah mana. Ia sedang mencari pedagang ceker ayam. Kata seorang pedagang ikan tongkol, jajaran penjual ayam ada di blok C. Ia diarahkan untuk terus jalan lurus, lalu belok ke kiri.
Tapi, pedagang ayam itu belum juga ketemu meski sudah mengikuti arahan. Setelah menanyakannya lagi ke pedagang ikan cumi, akhirnya ia menemukan penjual ceker ayam.
"Dua kilo ya, Pak," kata Putu, lalu menyodorkan uang.
"Buat disayur sop ya, Pak?" tanya pedagang dengan ramah.
"Oh, em... iya sayur sop," jawab Putu sekenanya, padahal ceker ayam itu akan dijadikan salah satu syarat untuk ritual.
Selain ceker ayam, Putu juga membeli tali rafia, lilin, dan kepala kambing. Ia ingat betul perkataan nenek itu. Kepala kambing yang bisa dijadikan media ritual harus berwarna hitam dan bertanduk sempurna, tidak boleh cacat sedikit pun. Oleh karena itu, Putu cukup kesulitan mencari kepala kambing tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal itu membuat Putu terpaksa membeli seekor kambing karena pedagang daging tidak menyediakan kepala kambing utuh. Setelah semuanya dirasa lengkap, ia langsung pulang.
***
Malamnya, Putu mengikat ceker-ceker ayam yang telah dibelinya dengan tali rafia. Ia kemudian menggantungnya di langit-langit kamar. Jendela kamar ditutup, lampu juga ia padamkan. Ia menyalakan sebuah lilin. Ia lalu mengeluarkan daun talas yang bertuliskan bahasa sanskerta dari dalam tas.
Dengan terbata-bata ia membaca mantra tersebut sembari memejamkan mata. Putu masih ingat betul cara merapalkannya. Setelah dibaca berulang-ulang, tetap tidak ada yang berubah dari mayat Sri. Ia masih terlihat pucat-kering dan tidak bergerak sama sekali.
Putu tidak putus asa. Ia kembali merapalkan mantra yang sama. Semakin lama, bibirnya semakin cepat mengucapkan mantra yang singkat itu. Selang beberapa menit, tiba-tiba lilin yang berada di hadapannya seketika padam seperti ada yang meniup.
ADVERTISEMENT
Namun, Putu tetap fokus merapalkan mantra. Matanya masih terpejam. Ia duduk sila, tangannya diletakkan di atas dengkul. Angin perlahan berembus menggoyangkan puluhan ceker ayam yang bergelantungan.
Kepala kambing yang baru tadi sore dipenggal perlahan bergerak. Di bagian pangkal kepala kambing itu masih ada bercak darah. Mata kambing itu tiba-tiba melotot. Ia melayang-layang di atas mayat Sri dengan mulut terbuka lebar.
Tiba-tiba lilin kembali menyala dengan sendirinya. Kepala kambing itu jatuh menggelinding ke lantai. Putu kaget, lalu membuka mata. Bibirnya berhenti merapalkan mantra. Ia melihat Sri yang masih terbaring di atas tempat tidur seperti sebelumnya.
Putu yang sangat heran lalu menggelengkan kepala. Dahinya mengkerut. Ia tidak mengerti kenapa Sri belum juga hidup. Apakah ritualnya ada yang kurang? Seingatnya, semua keperluan ritual sudah lengkap dengan proses yang runtut tanpa satu pun terlewat.
ADVERTISEMENT
Dalam kebingungan itu, Putu lalu beranjak ke dapur. Ia mengambil air minum. Tenggorokannya terasa kering. Ia haus sekali. Namun, ketika sedang minum, ia mendengar suara Sri memanggil namanya.
"Putu," suara itu terkesan seperti sedang kesakitan.
Suara Sri barusan membuat Putu terbatuk-batuk saat minum. Segera ia lari ke kamar. Betapa terkejutnya ia dengan apa yang dilihatnya. Sampai-sampai gelas yang sedang ia pegang tidak terasa jatuh dan pecah berantakan di lantai.
Mata Putu melotot. Wajahnya pucat dan kakinya bergetar hebat. Ia tidak pernah melihat hal itu sebelumnya.
___
Nantikan cerita Mayat Pengantin selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten