PAMALI_PART3.jpg

Pamali: Kesaktian Bapak (Part 3)

4 Februari 2020 14:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pamali. Foto: Masayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pamali. Foto: Masayu/kumparan
ADVERTISEMENT
Bicara tentang bapakku, dulu dia adalah seorang penjual mainan anak-anak di Pasar Selasa, sebuah pasar dekat SMP Marga Jaya. Dia seorang bapak yang baik, pekerja keras, dan selalu berusaha menyenangkan anak-anaknya. Keluargaku terbilang miskin waktu itu, mau ganti sepatu saja harus nunggu berbulan-bulan sampai bapak punya uang lebih untuk membelinya. Ibu harus membantu bapak mencari nafkah dengan berjualan gorengan di sekolah. Hingga pada suatu sore, seorang tamu benar-benar mengubah kehidupan keluarga kami.
ADVERTISEMENT
Entah dari mana datangnya tamu misterius itu. Dia mengetuk pintu rumahku, kebetulan aku yang membukakan pintu. Seorang wanita berdiri di hadapanku, ia tampak asing. Nampaknya bukan warga kampung sini. Juga bukan dari kerabat bapak atau ibu. Seingatku, wanita itu berumur kisaran 25 tahun, masih sangat muda. Dia mengenakan gaun warna biru, memakai sepatu kulit berwarna hitam dan kaos kaki sebetis. Kupersilakan ia masuk.
"Pak ada tamu, nih."
Bapak ke luar dari dalam kamar, tangannya masih menggenggam mainan anak-anak yang sedang ia betulkan. Kulihat bapak mengernyitkan dahinya, aku sangat yakin kalau ia bahkan tidak mengenali wanita yang sedang duduk di sofa butut itu. Ragu-ragu bapak duduk di depan wanita asing.
ADVERTISEMENT
"Maap, Mbak ini siapa ya. Dan ada perlu apa?" Tanya bapak sambil tersenyum ramah.
Tanpa disuruh, ibu muncul membawakan segelas air putih dan sekaleng rengginang. Disuguhkan di atas meja.
"Diminum, Mbak," kata ibu dengan ramah. Ia kembali ke dapur.
"Semalam kau mimpi, kan?" Tanya wanita itu pada bapak.
Wajah bapak terlihat sedang mengingat-ingat sesuatu.
"Astaga, kamu? Yang di mimpi semalam ngasih garam ke saya, ya?"
Wanita itu mengangguk seraya tersenyum.
"Abu. Ini garamnya. Kau campurkan dengan air dan minum. Sudah saatnya kau tahu kalau kau punya ilmu turunan dari bapakmu," disodorkan garam yang dibungkus dengan kertas putih polos.
Dari bentuk bungkusannya, bisa jadi hanya ada dua sampai tiga sendok garam di dalamnya.
ADVERTISEMENT
"Ilmu apa?"
"Penyembuhan."
Bapak bengong. Bagaimana mungkin seorang tukang mainan anak-anak sepertinya punya ilmu turunan dari kakek. Kata bapak, kakek meninggal saat umur bapak masih satu tahun. Jadi tidak banyak hal yang bapak tahu tentang kakekku.
"Bu," karena bingung, bapak menoleh ke arah dapur untuk memanggil ibuku. Begitu pun diriku yang saat itu berdiri di mulut pintu kamar, menoleh ke arah dapur. Saat ibu muncul, entah kenapa wanita misterius itu hilang. Kami sekeluarga terkejut bukan main.
"Pak, ke mana tamunya?" Tanya ibu.
"Tadi masih duduk di sini, Bu," wajah bapak panik.
"Wah jangan-jangan setan," ibu bergidik ngeri.
Mungkin saja bapak percaya pada perkataan wanita misterius yang mengaku hadir dalam mimpi bapak. Sempat kuintip di dapur, malam-malam bapak mengaduk garam yang diberikan wanita misterius itu. Tubuh bapak bergidik, mungkin saking asinnya.
ADVERTISEMENT
Keesokan paginya, saat bapak bersiap untuk dagang mainan. Tiba-tiba seorang lelaki berbadan kurus, wajah pucat, dan terlihat sangat lemas datang bertamu. Ia dipapah temannya yang bertubuh gemuk, mereka berdua mengenakan masker.
"Pak, Pak kumohon tolong teman saya, Pak. Dia sakit."
"Lha? Saya bukan dokter, Mas. Ini tahu dari mana saya bisa ngobatin orang?" Bapak heran.
"Dari wanita yang datang ke rumah saya, Pak. Katanya bapak orang sakti yang bisa ngobatin penyakit apa saja."
"Wah bohong itu, saya hanya pedagang mainan," bapak hendak bergegas pergi.
Namun, lelaki gemuk meraih lengan bapak.
"Pak, tolonglah teman saya. Dia terkena HIV untuk kali ini saja demi kemanusiaan tolong teman saya."
Temannya yang dipapah diam saja, tarlihat lemas dan tidak mampu berbicara.
ADVERTISEMENT
"Waduh, HIV kan belum ada obatnya, Mas."
"Kumohon coba saja dulu, Pak," lelaki gemuk memaksa.
"Baik tapi di belakang rumah saja, saya takut penyakitnya menular ke keluarga saya."
"Baik, atur saja sama bapak."
Aku berdiri di depan rumah, melihat bapak yang tampaknya ragu dengan keputusannya. Aku penasaran, apa yang akan bapak lakukan pada lelaki yang sedang sakit. Kulihat di belakang rumah, bapak membawa segelas air, tanpa membaca mantra apa pun, atau mungkin dia membacanya dalam hati, disemburkanlah air itu ke wajah orang yang mengidap HIV. Saktinya bapakku, seminggu kemudian orang itu datang ke rumah dan berterima kasih karena sudah dinyatakan sembuh oleh dokter.
Nantikan cerita Pamali selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten