PAMALI_PART8.jpg

Pamali: Mati Satu per Satu (Part 8)

7 Februari 2020 17:00 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pamali. Foto:Masayu/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pamali. Foto:Masayu/kumparan
ADVERTISEMENT
"Tia, sebaiknya kau pulang saja. Hari sudah mau malam, kasihan anak bungsumu di rumah sendirian. Jenazah suamimu biar aku yang urus," pinta Mang Roi, sambil mengepulkan asap rokok.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, adikku pasti aman di rumah sebab ada empat ekor macan gaib yang menjaga rumah kami, tidak akan ada yang berani menjahatinya.
"Kau benar Mang. Ayo Vin, kita pulang."
"Bu, aku mau ikut Mang Roi saja mengantar jenazah bapak."
"Biarkan Alvin ikut. Aku pasti akan menjaganya," Mang Roi setuju dengan permintaanku.
"Baiklah, hati-hati ya, Nak," ibu mengecup keningku. Ia pergi menerobos gerimis.
"Mang tadi di jalan ada yang ngikutin kita."
"Mamang tahu. Itu setan penghuni kebun sawit. Kau jangan khawatir, mereka tidak akan berani menyakiti kita."
Mang Roi menyibakkan terpal penutup keranda, "Yuk, kita lanjutkan perjalanan," tambahnya.
"Dari sini masih jauh kah?" Tanya Agustinus.
"Sudah dekat kok," Mang Roi berbohong lagi.
ADVERTISEMENT
"Kau jangan coba tipu-tipu kami, heh. Kami minta bayaran tambahan saja," Kristian yang berkepala botak ngotot.
"Sudah kubilang untuk masalah bayaran kalian jangan khawatir. Pasti akan kutambah," jawab Mang Roi santai saja.
"Awas kau tipu-tipu. Akan kami kubur kau bersama jenazah ini," tambah Martinus.
Mang Roi tidak menanggapi, dia tampak kesal.
"Lanjut," kata Mang Roi.
Keempat tukang pikul itu mulai mengangkat jenazah lagi. Di bawah gerimis tipis, kami melanjutkan perjalanan. Terseok-seok para pemikul keranda menahan beban, mereka berusaha sekuat tenaga agar tetap berjalan karena hari semakin gelap. Hingga sampailah kami di sebuah lahan luas bekas persawahan.
"Mang," aku menarik lengan baju Mang Roi dan mendongak ke arahnya.
ADVERTISEMENT
"Iya, Vin," katanya sambil terus berjalan.
"Di lahan ini kan terkenal angker. Bukannya dilarang ke sini ya kalau udah malam," aku menoleh ke sekeliling, memastikan tidak ada makhluk gaib lagi yang mengikuti kami.
"Tenang saja, Vin. Mereka tidak akan jahat sama kita selama kita tidak mengusik mereka."
Baru saja Mang Roi selesai bicara, tiba-tiba Agustinus dan Kristian yang memikul di bagian depan, berhenti seketika.
"Kau ini kenapa berhenti Tinus?" Tanya Bertus yang memikul di bagian belakang.
"Woy! Kalian kenapa, heh!" Nada bicara Martinus meninggi.
Kulihat wajah mereka berdua pucat, tatapannya kosong. Melihat keadaan itu, Mang Roi langsung komat-kamit membaca mantra. Aku yakin kedua lelaki timur itu pasti kesurupan. Tapi bukannya sembuh, mereka berdua malah membanting keranda. Berteriak tak karuan lalu berkelahi satu sama lain. Mang Roi dan kedua lelaki timur lainnya mencoba melerai perkelahian, tapi saat hendak mendekatinya kami semua terpental.
ADVERTISEMENT
Mang Roi meraih senter yang terjatuh di semak-semak. Ia menyorotkan cahaya ke arah perkelahian itu. Kulihat wajah mereka berdua berdarah, saling tinju satu sama lain. Kristian meraih sebatang kayu runcing dan dengan beringas menusukkannya pada leher Agustinus. Temannya itu mati!
"Semuanya menjauh," pinta Mang Roi. Sebab Kristian terlihat mendekati kami sambil membawa kayu runcing.
"Ini kenapa?!" Martinus ketakutan.
"Kita pulang saja!" Bertus malah sudah lari ketakutan.
"Hei...! Hei...! Tunggu!" Mang Roi meneriaki Bertus.
Martinus malah ikut berlari, dia bahkan merampas senter dari tangan Mang Roi dan kabur begitu saja. Sementara Kristian yang masih dalam pengaruh setan terus mendekat ke arah kami. Tanpa diduga-duga, dia malah menusuk perutnya sendiri dengan kayu runcing itu. Darah kental dimuntahkan dari mulutnya.
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita Pamali selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten