Story 5 Agustus.jpg

Pengalaman Melihat Pocong di Belakang Mobil Pikap

1 Agustus 2019 19:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kalian tahu tidak kalau Mbah pernah diikuti pocong dari Lenteng Agung sampai rumah di Depok? Jadi pada suatu malam Minggu, Mbah sama tiga teman pergi mencari hiburan ke klub malam di Jakarta. Kebetulan pada malam Minggu itu, Mbah dan teman-temannya 'minum' sedikit lebih banyak. Akibatnya, Mbah dan salah satu teman Mbah mabuk berat, dan akhirnya dibawa pulang oleh teman yang lain sebelum pass out.
ADVERTISEMENT
Kami keluar dari klub pada waktu subuh tepatnya jam 2 atau 3 pagi. Kebetulan mobil yang kami tumpangi itu dikemudikan oleh teman Mbah yang tidak terlalu mabuk. Mereka pun langsung menuju Depok dengan melewati kawasan Lenteng Agung.
Karena masih subuh, kawasan Pasar Minggu yang mereka lintasi terasa sangat sepi. Di jalanan terlihat hanya ada mobil yang mereka kendarai dan sebuah mobil pikap yang melaju di depan. Teman Mbah yang mengemudikan mobil enggak berani ngebut atau mendahului mobil pikap tersebut karena kondisinya sedikit mabuk. Sehingga terlihat kayak iring-iringan.
Mbah kebetulan duduk di depan bersama sopir. Awalnya Mbah tidur, namun terbangun karena mau muntah. Melihat hal tersebut, sang sopir pun langsung memberikan plastik.
ADVERTISEMENT
“Jangan jackpot di mobil gue apa,” kata teman Mbah kesal.
“Ya elah, emang gue secemen itu apa,” jawab Mbah,
Dan benar saja, Mbah enggak jadi muntah. Agar tidak merasa pening, Mbah pun memutuskan untuk melihat ke arah depan saja. Tepatnya ke arah mobil pikap yang lagi enggak bawa apa-apa. Saat menatap mobil tersebut, Mbah melihat ada kain putih naik secara perlahan dari bak belakang. Tentu saja Mbah kaget dan terus menatap lekat. "Itu apa ya?" gumam Mbah dalam hati.
Sumber foto: Pinterest
Kain putih tersebut tiba-tiba berdiri layaknya sosok manusia. Di bagian atas kepalanya ada ikatan dan seraut wajah terlihat di sela-sela kain. Wajahnya setengah rusak, seperti orang yang kecelakaan dan terseret di aspal sejauh 200 meter. Bukan hanya itu, penampilannya terlihat semakin menakutkan karena masih terlihat ada cairan seperti darah di wajahnya.
ADVERTISEMENT
Mbah menelan ludah, tengkuk Mbah mulai meremang. Tapi dalam hati masih menyimpan keraguan apakah sosok itu nyata atau hanya khayalan karena saat itu kondisinya yang sedang mabuk.
“Eh, lo lihat enggak ada pocong di depan,” kata Mbah pada teman yang sedang menyetir.
“Iya gue lihat, dari tadi enggak merhatiin banget. Itu beneran pocong bukan?” balas teman Mbah. Perasaan takut dalam diri kami pun mulai muncul.
“Bukan kali, jangan-jangan kita lagi halu (mengkhayal). Kan lagi mabok,” kata Mbah berharap perkataan itu bisa menenangkan rasa takut kami.
Sesampainya di Lenteng Agung, penampakan pocong tersebut ternyata masih ada. Mbah dan teman yang bawa mobil pun semakin takut.
“Tapi kok dia ada terus ya, gak ilang-ilang,” kata Mbah.
ADVERTISEMENT
"Coba tanya Sinyo (teman mereka yang tengah tertidur di kursi belakang mobil)," kata sopir
Mbah membangunkan Sinyo yang tidur di belakang dan mempertanyakan apakah ia melihat sosok pocong di mobil pikap tersebut.
“Iya gue lihat, tapi beneran apa karena gue mabok, ya?” ujar Sinyo sembari mengucek matanya.
“Tapi kita bertiga melihat (pocong) nih. Masa kita bertiga halu hal yang sama, lagian gue enggak mabuk-mabuk banget kok. Masih bisa bawa mobil,” celetuk teman Mbah yang menjadi sopir.
“Woi, lihat tuh!” teriak Sinyo sembari menunjuk ke depan.
Ternyata sosok pocong itu terbang melewati jalan menuju mobil mereka.
Sumber foto: Pinterest
“Beneran coy itu pocong, ngebut!” Mbah menarik-narik tubuh temannya yang bawa mobil. “Gila!” temannya berteriak dan menginjak pedal gas kencang.
ADVERTISEMENT
Mobil mereka melaju melewati mobil pikap, dan meninggalkannya di belakang. Saking ketakutan, kami mengigil dan suasana hening sampai di Margonda.
“Kira-kira kita diikutin enggak, ya?” kata Sinyo.
“Jangan sampai dah, amit-amit!” pekik Mbah.
“Tapi gue mencium bau anyir di belakang sini,” ujar Sinyo setengah berbisik.
Di mobil suasana hati kami tidak karuan dan jantung ketiganya berdegup kencang. Bibir mereka pun komat-kamit baca doa hingga sampai ke rumah. Merasa tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan, kami memutuskan untuk menginap di rumah Mbah.
“Emang doa orang mabok diterima ya?” ujar Mbah sesampainya di rumah.
Ternyata jawabannya tidak.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten