Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
"Halo. Pak, masih nyadap karet?" tanya suara perempuan dari telepon genggam.
ADVERTISEMENT
"Masih, Bu," jawab lelaki itu.
"Sebentar lagi gelap. Aku kan sudah bilang, kalau nyadap karet jangan kemaleman," sahut suara itu.
"Tanggung, Bu, tinggal sedikit lagi."
Sugiman menutup telepon genggam jadul miliknya. Ia malas mendengarkan ocehan istrinya yang marah-marah karena ia sering pulang malam dari hutan.
Di Pulau Nusakambangan ini, Sugiman dan istrinya adalah salah satu penduduk ilegal yang tidak mempunyai KTP. Sugiman sengaja membawa istrinya ke Pulau Nusakambangan untuk membuka lahan karet.
Memang betul ocehan istrinya, hari semakin gelap dan sangat berbahaya berada di hutan, tapi Sugiman__lelaki berumur lima puluh tahun itu ___sangat bebal dan tidak bisa diatur. Ia bersikukuh menyadap beberapa pohon lagi. Sebuah karung kumal yang menguarkan bau karet busuk dijinjingnya, tangan kanannya menggenggam pisau sadap, ia mengenakan baju kuning lusuh dan celana pendek yang banyak kantungnya. Kedua kakinya dilindungi sepatu boot sehingga mampu menerjang semak berduri. Sebuah lampu senter terikat dengan baik di kepalanya agar jarak pandangnya tak tertutup kabut.
ADVERTISEMENT
Saat ia mengiriskan pisau sadap ke batang pohon karet, tiba-tiba handphone jadulnya berbunyi kembali.
"Iya Bu ini mau pulang," sergah Sugiman tanpa menunggu lawan bicaranya.
Tapi tidak ada suara apa pun di seberang telepon itu.
"Bu?" periksa Sugiman sambil mendekatkan handpohone jadulnya ke telinga.
"Bu?"
"Sugiman...," yang terdengar malah suara lelaki terkesan berbisik.
Sontak saja Sugiman kaget dan telepon tiba-tiba terputus. Segera ia cek di riwayat panggilan masuk, tapi tidak ada satu nomor pun di sana. Ia menarik napas, mencoba untuk tenang.
Lalu, berjalan lagi ke pohon karet berikutnya. Sesampainya di sebuah pohon karet, ia terheran-heran lantaran getah karet di pohon itu menetes-netes seperti ada yang menyadapnya. Pada batangnya pun terlihat garis bekas pisau sadap yang masih baru.
ADVERTISEMENT
Sugiman yakin hal ini bukan perbuatan pencuri karena batok karet masih utuh dan tidak mungkin juga ada orang sebodoh itu mau menyadap pohon tanpa mencuri karetnya. Ia kemudian mengambil karet dalam batok lalu berjalan kembali ke pohon berikutnya. Langit sudah sepenuhnya gelap, hanya senter Sugiman satu-satunya penerang di hutan itu.
Ketika ia memeriksa pohon berikutnya, lagi-lagi pohon itu seperti baru saja disadap orang, getahnya mengalir ke batok, ada bekas pisau di batang pohonnya. Jantungnya mulai dak-dik-duk tak karuan, bulu kuduk berdiri semua. Kemudian, saat ia hendak menuju pohon berikutnya, terlihat sosok tanpa kepala yang sedang menyadap pohon karet miliknya,
"Mbah Sukur," pekik Sugiman.
Ia tidak pernah terpikir kalau mitos itu nyata. Mbah Sukur diyakini sebagai arwah paling kuat yang menghuni Pulau Nusakambangan. Menurut cerita yang ia dengar dari masyarakat, dulunya Mbah Sukur adalah seorang narapidana yang dihukum mati dengan cara dipenggal. Kini, sosok itu ada di hadapannya.
ADVERTISEMENT
Tanpa ambil ancang-ancang lagi, segera Sugiman melempar pisau sadapnya dan berlari sekencang -kencangnya. Sepatu boot yang ia gunakan menerjang semak-semak bahkan tanaman nanas yang banyak durinya ia terjang saja. Sekeliling gelap sekali, hanya cahaya senter di atas kepalanya yang menjadi satu-satunya cahaya.
Sugiman berhenti. Napasnya ngos-ngosan, dadanya sesak, bajunya basah oleh keringat, tangan dan kakinya gemetar. Sugiman menoleh ke kiri dan kanan. Ia tidak tahu sudah berlari berapa kilo meter.
Ia bersandar ke salah satu pohon karet. Betapa terkejutnya saat pandangannya tertuju pada sayatan di pohon karet yang masih baru. Tak jauh dari situ, sosok yang diyakini sebagai Mbah Sukur pun terlihat masih sibuk menyadap karet.
Sugiman menyadari, ia ada di tempat semula saat pertama kali melihat sosok Mbak Sukur. Sayangnya ketika ia memutuskan berlari lagi, kakinya tidak dapat digerakkan sama sekali seperti dipaku ke tanah. Sosok tanpa kepala buntung itu mendekat pada Sugiman dengan langkah patah-patah. Darah segar mengucur dari leher tanpa kepala itu.
ADVERTISEMENT
"Ampun, Mbah Sukurrrrrr. Ampuuun!" Sugiman menangis sejadi-jadinya.
Dan malam semakin larut.
Nantikan cerita Tersesat di Nusakambangan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: