Ilustrasi cerita horor pabrik berhantu

Tragedi Pabrik Berhantu: Mengintai Mona (Part 7)

16 April 2020 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor pabrik berhantu. Foto: Masayu Antarnusa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor pabrik berhantu. Foto: Masayu Antarnusa
ADVERTISEMENT
Sepulang kerja, aku sengaja duduk di pangkalan ojek dekat pabrik untuk menunggu Mona. Tidak lama berselang, dia keluar dari gerbang pabrik. Dia tidak diantar pacarnya. Mungkin saja pacarnya sudah berbeda shift.
ADVERTISEMENT
Bukannya langsung pergi, ia malah berdiri di pinggir jalan raya seperti sedang menunggu angkot lewat. Aneh, mau ke mana dia? Bukankah kontrakannya dekat dengan pabrik?
Aku segera meminta salah satu ojek agar bersiap mengantarku. Para tukang ojek itu sempat rebutan penumpang. Aku berdecak kesal dan memilih salah satu dari mereka yang punya kaca helm gelap agar bisa menutupi wajahku.
Mona naik angkot nomor 06. Jelas itu jurusan Jatiuwung. Ojek yang kutumpangi berangkat membuntuti angkot tersebut. Tepat di pertigaan, Mona turun. Ia menyeberang jalan lalu kembali menunggu angkot. Dari kejauhan, aku terus memperhatikannya.
Beberapa angkot yang melintas di hadapannya ia lewatkan begitu saja. Baru ketika datang sebuah angkot jurusan Balaraja muncul, ia melambaikan tangan.
ADVERTISEMENT
“Pak, ikuti angkot itu!” pintaku dengan tergesa-gesa.
“Siap, neng.”
Tidak sampai Balaraja, Mona sudah turun di depan sebuah pabrik hebel. Anehnya, pabrik itu terlihat sudah terbengkalai. Cat gerbang utamanya pudar dan berkarat. Tanaman liar rimbun dan ada juga yang merambati gerbang. Papan besi yang bertuliskan nama perusahaan juga sangat usang dan berkarat. Tampaknya pabrik itu sudah tidak lagi berpenghuni.
Tanpa menoleh ke sekitar, Mona berjalan ke arah pabrik hebel. Dia masuk melalui celah gerbang yang menganga seperti bekas dirusak seseorang.
Buru-buru aku turun dari ojek. Sialnya tukang ojek itu malah minta bayaran yang tidak masuk akal dengan jarak sedekat ini. Aku tidak mau berdebat lama, lalu membayar sesuai yang diminta. Segera aku bergegas masuk ke dalam pabrik melalui celah gerbang seperti yang dilakukan Mona.
ADVERTISEMENT
Saat berhasil masuk ke halaman pabrik, kulihat rumput liar tumbuh dengan subur setinggi satu meter. Ada jalan setapak yang mengarah ke halaman belakangnya.
Aku melangkah perlahan mengikuti jalan setapak itu. Sesampainya di halaman belakang pabrik, kulihat Mona seperti sedang mencari sesuatu di antara semak-semak. Aku bersembunyi di balik tembok, mengintipnya dari kejauhan.
Mona menginjak-injak permukaan tanah. Entah apa yang sedang Mona lakukan. Seolah menemukan lokasi harta karun, Mona buru-buru mencari benda untuk yang bisa digunakan untuk menggali tanah. Ia menemukan sebuah sekop tua yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Aku terus mengintipnya. Ia menggali tanah itu dengan sekuat tenaga. Selang beberapa menit, ia menutup hidungnya dengan kerah baju. Matanya menyipit, mungkin saja ia menemukan sesuatu yang menjijikkan. Dari dalam tasnya, Mona mengeluarkan sarung tangan plastik.
ADVERTISEMENT
Dan... betapa terkejutnya aku saat Mona mengangkat sebuah mayat dari dalam tanah itu. Itu mayat perempuan. Aku mengenali wajahnya meski sudah sedikit rusak. Jelas sekali, itu Herni.
Belum sempat aku menghampiri Mona, terdengar suara segerombolan lelaki mendekat. Aku panik. Tanpa berpikir panjang, aku masuk ke dalam pabrik melalui celah dinding yang bolong untuk bersembunyi.
Untuk saat ini, aku tidak berani menghampiri mereka. Ada lima lelaki berjaket hitam dan berbadan besar. Bisa jadi aku dibunuh kalau sampai mereka tahu keberadaanku.
Aku sangat ketakutan. Keringat membasahi dahi. Bagaimana pun aku harus segera kabur. Saat mereka sedang sibuk mengobrol, aku segera kabur tanpa diketahui oleh siapa pun. Sepanjang perjalanan, aku bingung. Apa yang harus kulakukan?
ADVERTISEMENT
Dugaanku memang benar. Mona pasti dalang dari kematian teman-temanku. Di situasi seperti ini, aku harus hati-hati. Sebab, kalau sampai Mona tahu, ia pasti akan membunuhku juga.
***
Selepas Isya, pintu rumahku diketuk. Itu pasti Surya, sudah beberapa hari ini aku tidak bertemu dengannya dan aku sangat rindu. Namun, saat kubuka pintu ternyata dugaanku salah. Yang bertamu adalah Mona, dia berdiri di hadapanku sambil tersenyum ramah. Di sela jari tangan kanannya ada sebatang rokok yang menyala.
“Hai, Desi!” sapanya.
Aku ketakutan. Dari mana dia tahu alamat rumahku?
___
Nantikan cerita Tragedi Pabrik Berhantu selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten