Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gimmick Gemoy dan Tiktok yang Mengaburkan Sejarah Bangsa
13 November 2024 20:42 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari M Daffa Apriza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Prabowo yang sebelumnya sudah dua kali mencalonkan diri sebagai presiden kerap mengalami masalah yang sama setiap kali kampanye. Nama beliau senantiasa berkaitan dengan kasus-kasus penculikan mahasiswa pada tahun 1997-1998.
Ternyata kemenangan Prabowo saat ini tidak bisa lepas dari peran netizen—terutama pengguna media sosial seperti Tiktok. Dengan bantuan tim kampanye media sosial paslon 02, masa lalu kelam Prabowo yang pernah terjerat deretan kasus HAM seolah menghilang dan menciptakan identitas baru berupa gimmick “gemoy” di mata netizen Indonesia.
Berbagai video TikTok semasa kampanye Prabowo-Gibran menampilkan banyak video Prabowo joget hingga ngerjain wartawan. Prabowo berhasil mengubur masa lalu kelam beliau melalui konten-konten TikTok yang menghibur.
Anak-anak muda yang tidak hidup pada saat Prabowo berkair hanya melihat sosok calon pemimpin yang menghibur. Pertanyaan saya melihat fenomena ini sama dengan nama sebuah kanal di YouTube—Kok Bisa?
ADVERTISEMENT
Membangun Citra Positif Melalui Media Sosial
Media dapat berperan untuk membentuk kesadaran bangsa. Benedict Anderson dalam buku Imagined Communities (1983) mengatakan bahwa pihak yang memonopoli media dapat menciptakan sebuah identitas. Di Pemilu Indonesia tahun 2024, pentingnya media sosial untuk mendapatkan suara pemilih juga didukung data bahwa sekitar separuh penduduk Indonesia adalah pengguna media sosial.
Melansir data dari datareportal.com yang berjudul Digital 2024: Indonesia , Indonesia memiliki 139 juta pengguna media sosial di Indonesia—setara dengan 49,9% penduduk Indonesia. Potensi suara yang dapat diperoleh paslon yang memiliki strategi branding media sosial yang bagus adalah sekitar 50%.
Tidak heran jika gimmick "gemoy" yang populer di media sosial berhasil mengumpulkan pemilih bagi paslon 02. Melansir dari BBC News Indonesia, seorang pemilih muda dari Generasi Z, Albert Joshua—25 tahun—memiliki pandangan yang baik terhadap citra baru Prabowo di media sosial selama kampanye.
ADVERTISEMENT
“Pak Prabowo itu kan di masa kampanye 2009 kesannya majestic, naik kuda dan lain-lain. Sekarang dia terlihat merangkul generasi saya. Dari segi umur dia jauh lebih tua, tapi dia bisa merangkul Gen Z,” katanya.
Kesuksesan Prabowo dalam merangkul anak muda dibenarkan oleh pengamat politik dari Indikator Politik, Bawono Kumoro. Dia menjelaskan bahwa salah satu alasan kepopuleran Prabowo di kalangan Gen Z bisa dipengaruhi oleh personanya di media sosial. Dibandingkan kampanye-kampanye Prabowo sebelumnya, Prabowo yang sekarang terlihat lebih dekat dengan pemilih muda.
Misalnya, Prabowo kerap mengunggah berbagai konten dirinya yang bersifat santai ke media sosial—mulai dari joget-joget, foto bersama kucing, hingga menggunakan hoodie. Hasilnya, respon netizen—yang kebanyakan mengakses media sosial untuk mencari hiburan—sangat positif.
ADVERTISEMENT
“Kalau kandidat mau peroleh atensi, kemungkinan mereka akan mensosialisasikannya di media sosial. Ini kan kalau dibandingkan dua pemilu terdahulu, sekarang intensitas Prabowo di media sosial lebih tinggi. Dia sadar kalau media sosial penting untuk meningkatkan ketertarikan Gen Z,” jelas Bawono.
Bagaimana dengan Nasib (Pemuda) Indonesia ke Depan?
Dua tahun lalu—Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, sempat berdiskusi dengan Kompas.com terkait kemenangan Bongbong dan Sara di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Filipina. Menurutnya, peristiwa tersebut adalah peringatan bagi demokrasi di Indonesia.
Peneliti dan pendiri Institut Riset Indonesia, Dian Permata, berpendapat bahwa banyak kemiripan antara keadaan politik di Indonesia dan Filipina. Menurut beliau, orang Indonesia juga cenderung punya ingatan pendek dan mudah lupa—termasuk atas kesalahan besar pada masa lalu dari sosok pilihannya pada hari ini.
ADVERTISEMENT
"Ini masih didukung lagi oleh ekologi politik Indonesia, termasuk di dalamnya sistem politik Indonesia," jelas Dian. Namun—dibandingkan Filipina—masyarakat Indonesia masih cukup kritis terhadap pemerintah.
"Setiap kali survei, perbaikan ekonomi selalu jadi poin prioritas harapan publik. Jokowi dipercaya mampu menjadi jawaban dalam dua periode jabatannya. Namun, (pada saat bersamaan) masyarakat mengeluhkan ekonomi juga," papar Adnan. Kasus minyak goreng pada akhir 2021, sebut Adnan, bisa menjadi salah satu contoh keluhan publik soal penanganan ekonomi.
Ditambah lagi, baru-baru ini harga beras di Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah —Rp 18.000 per kilogram. Kepekaan masyarakat terhadap kasus-kasus ini setidaknya menunjukkan masih ada sikap kritis dampak kebijakan pemerintah.
Sekarang, hilangnya kemampuan untuk mengkritik pemerintah adalah salah satu ketakutan terbesar masyarakat Indonesia terhadap Prabowo. Orang-orang yang kontra dengan Prabowo khawatir jika iklim politik pemerintahan akan kembali seperti era Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Stagnansi berpolitik, kriminalisasi oposisi, hingga penyensoran terhadap media non-pemerintah hanyalah segelintir dari dosa-dosa lumrah pemerintahan Orde Baru. Berbagai peristiwa sejarah ini berhasil dikaburkan oleh kampanye “gemoy” paslon 02.
Para pemuda menganggap bahwa Prabowo yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu menculik pemuda, sekarang menggandeng pemuda. Semoga saja ketika beliau berkuasa, perlakuan beliau terhadap para pemuda kita tetap sama seperti saat kampanye.