Kuntulan Semangkung: Perpaduan antara Kesenian dan Bela Diri

M Daffa Apriza
Penulis lepas di bidang sosial-humaniora. Berusaha mengenal dan memahami Indonesia melalui budayanya.
Konten dari Pengguna
7 Juni 2024 12:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Daffa Apriza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kuntulan Semangkung bermula dari perpaduan antara kesenian dan bela diri. Sumber: Pixabay/AgusTriyanto
zoom-in-whitePerbesar
Kuntulan Semangkung bermula dari perpaduan antara kesenian dan bela diri. Sumber: Pixabay/AgusTriyanto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di sebuah desa kecil di Kabupaten Banjarnegara, alunan tabuhan rebana mengiringi seorang pria paruh baya yang sedang menggigit meja sambil menari-nari. Apa yang dilakukan oleh pria tersebut merupakan satu dari empat atraksi kesenian Kuntulan Semangkung.
ADVERTISEMENT
Kuntulan Semangkung adalah sebuah kesenian tradisional khas Dusun Semangkung—Desa Mlaya, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara. Menurut Warsito, warga setempat, istilah kuntulan berasal dari singkatan 'kuntul'—rukun, kumpul, dan betul.
Jika memerhatikan tarian yang diperagakan di Kuntulan Semangkung, terdapat jurus-jurus yang biasa ditemukan pada bela diri silat. Sejarah perpaduan antara kesenian dan bela diri bermula dari respon masyarakat setempat terhadap kebijakan pemerintah Hindia Belanda.
“Pada saat itu memang bahwa ilmu bela diri memang dilarang sama tentara-tentara Belanda,” jelas Darwin—pelaku kesenian Kuntulan Semangkung. Mirip dengan sejarah Capoeira di Brazil, masyarakat kemudian mengakali kebijakan ini dengan menyamarkan bela diri menjadi tarian.
“...Sehingga untuk mengelabui tentara Belanda, begitu,” papar Darwin. Ada dua pendapat terkait bela diri yang digunakan pada Kuntulan Semangkung. Pandangan umum dari masyarakat Banjarnegara adalah bahwa Kuntulan berasal dari ilmu bela diri konto di Kabupaten Kebumen.
ADVERTISEMENT
Namun, tarian yang diperagakan saat Kuntulan Semangkung lebih terlihat seperti gerakan-gerakan silat. Jurus-jurus silat pada kesenian ini sama dengan silat yang diperkenalkan oleh sesepuh desa setempat, sekaligus pencetus kesenian ini, Eyang Pernajaya.

Bela Diri yang Terselubung Berbagai Pertunjukan Ekstrem

Berbeda dengan Capoeira, Kuntulan Semangkung tidak hanya menutupi gerakan bela diri dengan tarian. “Tarian” tersebut dipadukan dengan berbagai atraksi yang ekstrem agar lebih terlihat seperti pertunjukan. Terdapat empat peragaan yang biasa dipertontonkan saat Kuntulan Semangkung:

1. Gigit Meja

Seorang penari akan menggigit ujung meja sambil menari-nari mengikuti lantunan dari rebana. Nantinya, seorang anak akan duduk di atas meja tersebut. Mereka mementaskan atraksi ini sambil mengelilingi arena dan membawa wadah untuk menyajikan saweran kepada penonton.
ADVERTISEMENT

2. Bolang-baling

Para penari berpasangan berhadapan dan melakukan gerakan meroda. Pada gerakan ini, mereka akan saling mengikat tangan dan kaki mereka akan—menciptakan adegan layaknya roda yang berjalan. Meskipun nampak sederhana, namun secara praktik tentu tidak mudah.

3. Mowot Kawat

Para pemain harus menjaga konsentrasi dan keseimbangan tubuh mereka. Dalam atraksi ini, mereka harus meniti kawat besi sambil membawa bilah bambu sepanjang 5-7 meter. Setelah itu, mereka harus duduk di atas sebuah kursi kayu dengan untaian kawat besi selama 4-6 menit.

4. Jaran Terbang

Tiga laki-laki dewasa akan saling mengaitkan kaki dan tangan mereka. Kemudian, ada satu orang yang tetap berdiri dengan kedua kakinya. Jika diamati, gerakan ini akan terlihat seperti seorang anak yang menunggangi kuda terbang.

Makna Filosifis di Balik Kuntulan Semangkung

Tidak hanya berfungsi sebagai media belajar silat, ada berbagai petuah yang ingin disampaikan melalui Kuntulan Semangkung. Pertama, para tetua desa yang menabuh rebana mengiringi pemuda yang tampil di Kuntulan Semangkung.
ADVERTISEMENT
Rebana yang dimainkan oleh sesepuh dusun melambangkan peran mereka sebagai pemandu bagi generasi muda serta pengawas tarian. Jika dikaitkan dengan kehidupan bermasyarakat, mereka berperan mengamati perilaku penerus agar selalu tepat dan benar.
Kedua, semua pemain Kuntulan Semangkung adalah laki-laki. Komposisi ini berdasarkan keyakinan setempat terhadap laki-laki yang lebih mudah melindungi keluarga dari marabahaya.
Ketiga, tidak ada unsur sihir saat pementasan Kuntulan Semangkung meskipun dipenuhi oleh atraksi yang ekstrem. Semua penampilan yang ada adalah murni hasil kerja keras dan keterampilan dari para pemain.