Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Resiliensi Seni di Tengah Arus Modernisasi: Kesenian Karawitan di Desa Demakijo
4 Februari 2025 9:55 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari M Daffa Apriza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Penulis mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengan tokoh Karawitan di Desa Demakijo, Pak Suripno. Biasa disapa sebagai Mbah Surip, beliau adalah seorang warga asli Desa Demakijo—Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten.
Pada usianya yang menyentuh angka 57 tahun, beliau masih giat berlatih seni Karawitan bersama dengan Marsudi Laras—paguyuban seni Karawitan di Desa Demakijo. Latihan Karawitan biasa berlangsung setiap malam Rabu (Selasa saat malam hari) di gedung Shelter Pengungsian Demakijo sekitar jam 8 malam.
Ketertarikan Mbah Surip terhadap Karawitan sudah muncul semenjak beliau masih muda. Mbah Surip mengatakan bahwa dulu banyak pegiat kesenian tradisional Jawa yang hidup di Desa Demakijo.
“Ada yang Karawitan, ada yang seniman tari-tari, ada yang main wayang Orang, main Ketoprak. Jadi Demakijo itu keseniannya sudah banyak,” terang Mbah Surip.
ADVERTISEMENT
Selain karena dikelilingi oleh banyak pegiat kesenian, Mbah Surip muda memang memiliki minat yang kuat pada Karawitan. Menurut beliau, ketertarikan pada Karawitan adalah minat intrinsik manusia yang tidak dapat dipaksakan.
“Karawitan itu sebenarnya tidak bisa dioyak-oyak itu nggak bisa karena sudah ada minatnya…,” ucap Mbah Surip.
Ketika mendengarkan musik Karawitan, segala bentuk penat dan letih pada Mbah Surip seakan langsung hilang. Beliau berpendapat bahwa sensasi saat mendengarkan alunan syair dan musik Karawitan seakan seperti mendapatkan terapi untuk badan.
Kesenian yang Membumi
Selain karena minat dan hiburan, Mbah Surip merasa bahwa Karawitan juga dapat menjadi media untuk menyampaikan nasihat bagi para penontonnya. Tuntunan ini dapat membantu seseorang untuk beradaptasi dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
ADVERTISEMENT
“Itu kalo semua digeledah, syair-syairnya pesinden itu sudah ada maknanya semua,” ujar Mbah Surip.
Tidak hanya Mbah Surip yang mengapresiasi kesenian ini. Dari berbagai rukun tetangga (RT), banyak warga Desa Demakijo yang menggemari kesenian ini. Paguyuban Marsudi Laras memayungi semua pegiat seni Karawitan yang ada di Desa Demakijo.
“Jadi ada RT 13, ada yang RT 14, ada RT 15 itu semua mencakup wadahnya di Demakijo,” jelas Mbah Surip.
Paguyuban ini sudah kerap tampil di berbagai acara di dalam dan luar Desa Demakijo. Meskipun sifat kesenian ini yang tradisional, Marsudi Laras terbuka dengan penggunaan teknologi digital untuk menyebarluaskan Karawitan.
“Livestreaming itu sudah tiga kali,” terang Mbah Surip.
Mbah Surip berharap bahwa semua kesenian Jawa di Desa Demakijo dapat aktif kembali seperti dahulu. Beliau ingin agar setiap bulan minimal ada satu penampilan kesenian tradisional di Desa Demakijo.
ADVERTISEMENT
“Mungkin bulan ini Karawitan. Nanti kalau sudah komplit bulan ini pentas musik, bulan ini pentas tari-tari…gitu maksud saya. Jadi biar nggak tidur—setiap bulan—sebulan sekali—sekali ada seni musik, seni karawitan, seni tari-tari,” papar Mbah Surip.
Menurut beliau maraknya aktivitas kesenian juga dapat memberdayakan masyarakat Desa Demakijo. Misal, usaha makanan dan minuman dapat lebih berjalan ketika ada acara kesenian di Desa Demakijo.
“Memang itu kalau bisa tercapai, memperdaya masyarakat. Yang bisa bikin makanan untuk dijual, nanti bisa jualan—yang bikin apa bisa jualan kalau ada event-event kesenian itu,” jelas Mbah Surip.