Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Indonesia: Bukan Macan melainkan Naga Laut Asia yang Tertidur
7 Mei 2024 10:06 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Marshad Dzakwan Dzaky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1890, Alfred T. Mahan mempublikasikan buku The Influence of Sea Power Upon History, dimana Ia menjelaskan bagaimana kekuatan ekonomi, politik, dan militer kerajaan Inggris pada tahun 1660-1783 masehi berasal dari kekuatan angkatan lautnya. Secara garis besar pesan yang ingin disampaikan oleh Mahan adalah "siapa yang menguasai lautan, menguasai dunia", Ia berargumen bahwa Sea Power atau kekuatan maritim suatu negara menjadi kunci untuk mencapai kejayaan. Dimana laut menjadi jalur perdagangan pada masa damai dan menjadi pusat kendali pada masa perang, hal ini bisa dilihat pada Kerajaan Inggris pada tahun 1660-1783 masehi, Kerajaan Inggris selain mempunyai armada tempur juga memiliki armada dagang yang tidak kalah pentingnya, sebab armada dagang yang menghasilkan kekayaan dan kebutuhan negara. Oleh karena itu Mahan menegaskan sebuah keharusan untuk menguasai lautan.
ADVERTISEMENT
Sea Power Indonesia Pada Zaman Dahulu
Teori tersebut bisa sekali dikaitkan dan digunakan untuk Indonesia, dimana kerajaan-kerajaan Indonesia pada zaman dahulu meraih kejayaan akibat menguasai perairan di wilayah kerajaannya, dan contoh terbaik dari hal tersebut adalah Kerajaan Sriwijaya yang berlangsung dari abad ke-7 hingga abad ke-11 masehi. Rempah-rempah Indonesia pada masa itu menjadi incaran kerajaan-kerajaan Eropa, karena pada masa sebelum adanya kulkas, rempah-rempah penting untuk menyedapkan makanan yang kurang awet seperti daging, dan salah satu rempah-rempah yang bagaikan harta karun bagi kerajaan-kerajaan Eropa adalah pala. Walaupun Kerajaan Sriwijaya tidak menguasai wilayah-wilayah dimana pala berada, wilayah perairan yang dikuasai oleh Sriwijaya menjadi lebih strategis. Wilayah strategis yang dikuasai oleh Sriwijaya bernama Selat Malaka, yang terletak di antara Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia, dan dengan angkatan laut niaga Sriwijaya mereka menjaga jalur-jalur laut di sekitar Sriwijaya. Karena teknologi yang terbatas pada masa tersebut kapal-kapal dari kerajaan-kerajaan Eropa tidak bisa menggunakan jalur lain tanpa kesulitan yang tinggi, oleh karena itu Selat Malaka menjadi satu-satunya akses ke pulau-pulau di bagian timur Indonesia. Tidak ada satupun kapal yang masuk atau keluar ke Kepulauan Indonesia tanpa pengetahuan atau izin Kerajaan Sriwijaya. Selain menjaga perairan pesisir kerajaan, angkatan laut niaga tentu juga digunakan untuk berdagang, membawa rempah-rempah ke wilayah China dan India.
ADVERTISEMENT
Keuntungan yang didapatkan dari berdagang dengan berbagai kerajaan yang berasal dari berbagai belahan dunia menyebabkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang makmur. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Mahan, kekuasaan atas laut merupakan kunci kejayaan Sriwijaya, Sriwijaya tidak akan pernah menjadi kerajaan yang berjaya jika tidak menguasai Selat Malaka, dan Sriwijaya tidak mungkin bisa menguasai dan menjaga Selat Malaka jika tidak memiliki strategi dan armada laut yang kuat (Sea Power). Strategi kesuksesan Kerajaan Sriwijaya sangat mirip dengan strategi kesuksesan Kerajaan Inggris yang menjadi dasar teori Mahan, ironisnya Kerajaan Sriwijaya mendahului Kerajaan Inggris beberapa abad.
Sea Power Indonesia Pada Masa Sekarang
Sriwijaya meninggalkan jejaknya di sejarah Indonesia sebagai salah satu kerajaan terbesar di Indonesia selain Majapahit, tetapi setelah keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, strategi yang membawa kerajaan tersebut ke masa kejayaan tidak pernah bangkit lagi di Indonesia. Sayang sekali karena potensi kekayaan yang dimiliki oleh lautan Indonesia sangat besar, luas lautan Indonesia jauh lebih besar dibandingkan daratan Indonesia, dengan laut Indonesia memiliki luas sebesar 5,9 juta km² dibandingkan daratan Indonesia yang memiliki luas 1,9 juta km². Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2023 mengatakan bahwa potensi kekayaan laut Indonesia mencapai $1,3 miliar USD atau sebesar Rp 20000 triliun. Kebijakan Poros Maritim yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo, yang bertujuan untuk mengembalikan identitas Indonesia sebagai negara maritim dengan cara mendorong lima pilar yang berhubungan dengan maritim Indonesia dari aspek sosial-budaya, keamanan, ekonomi, infrastruktur, politik, dan hukum belum memberikan hasil yang signifikan. Karena walaupun angkatan laut Indonesia berada di posisi ke-4 terkuat di dunia, Indonesia masih belum bisa menjaga laut wilayahnya sendiri secara penuh, masih banyak nelayan-nelayan ilegal yang berasal dari negara lain yang datang ke perairan Indonesia untuk mengambil ikan yang seharusnya menjadi hak eksklusif Indonesia. Bagaimana kita ingin memberdayakan potensi laut Indonesia, jika menjaganya dari negara lain saja tidak bisa? Jika kita lihat menggunakan teori Mahan, Indonesia pada masa sekarang belum bisa menguasai laut akibat kekurangan dalam aspek Sea Power. Strategi dan teknologi angkatan laut Indonesia belum cukup kuat untuk mendeteksi dan menghadapi kapal-kapal ilegal secara efektif.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Inilah mengapa Indonesia bukan Macan, melainkan Naga Laut Asia yang tertidur. Karena sejatinya Indonesia lebih mendekati identitas negara maritim dibandingkan negara kepulauan jika dilihat dari sejarahnya. Dimana kerajaan-kerajaan Indonesia mencapai kejayaan akibat menguasai lautan, sayangnya Indonesia pada masa sekarang kurang ahli dalam menguasai laut dibandingkan leluhurnya. Kita masih menunggu hari dimana Naga Laut Asia bangun dari tidurnya.